Selamat Datang dan Semoga Bermanfaat,SILAHKAN ISI BUKU TAMU DAHULU YA,,, Blog Ini Untuk Menambah Wawasan Bimbingan Dan Konseling Lalu Motivasi Diri, Serta Mohon Komentar Agar Selalu Baik Dalam Menampilkanya. Email jatirinkriatmaja04@gmail.com atau 085220363757

Monday 20 October 2014

Persoalan Pokok dan Dinamika Kelompok Dalam BK di Sekolah


Kelompok dapat diartikan sebagai sejumlah orang yang berkumpul bersama untuk mencapa suatu tujuan. Kelompok itu ada untuk suatu alasan. Orang membentuk kelompok untuk mencapai tujuan yang tidak dapat mereka capai sendiri. (Johnson, 2012: 7) 
Sementara itu menurut Sitti Hartinah dalam bukunya yang berjudul Konsep Dasar Bimbingan Kelompok menuliskan bahwa Bimbingan kelompok yang baik adalah apabila dalam kelompok tersebut diwarnai oleh semangat tinggi, dinamis, hubungan yang harmonis, kerjasama yang baik, dan mantap, serta rasa saling mempercayai diantara anggota-anggotanya. Namun kenyataannya, dalam proses Bimbingan dan Konseling terkadang tidak ada terjadi dinamika kelompok. Atau ketika terjadi dinamika kelompok dalam Bimbingan dan Konseling Kelompok tidak mengindahkan sebuah nilai dalam kelompok itu sendiri. 


A. Unsur-unsur budaya dalam kelompok
Budaya dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem terpola dari norma-norma yang berasal dari tradisi, yang mempengaruhi perilaku. Norma kultural adalah proses sebuah keadaan perubahan konstan (Nelson, 2012: 334). Budaya adalah sekelompok orang yang mengidentifikasikan atau berasosialisasi satu dengan yang lain berdasarkan pada kesamaan tujuan., kebutuhan atau latar belakang. Elemen bersama suatu budaya adalah pengalaman belajar, kepercayaan dan nilai.  Aspek-aspekbudaya seperti ini adalah jejaring signifikan yang memberi koherensi dan arti terhadap kehidupan. Sementara sebuah budaya mendefinisikan diri secara parsial dalam kaitannya dengan kesamaan fisik yang lain mungkin menekankan kesamaan sejarah dan filosofi dan yang lain lagi mungkin mengkombinasikan keduanya ( Mungin Edddy Wibowo,2013: 6).
Pertemuan antar individu yang sekaligus antar karakter budaya. Akibatnya adalah persoalan benturan budaya yang semakin mengemuka dan menuntut perhatian. Persoalan yang tidak sekedar menuntut pemecahan melainkan lebih kepada pemahaman dan kesadaran akan keberagaman budaya yang membawa pada kemampuan beradaptasi,menerima perbedaan,membangun hubungan yang luasdan mengatasi konflik yang berakar pada perbedaan budaya serta penanganan komunikasi.
Konseling mencakup bekerja dengan banyak orang dan hubungan yang mungkin bersifat pengembangan diri, dukungan terhadap krisis, pencegahandanpemecahan masalah. Tugas konseling adalah memberikan kesempatan kepada konseli untuk  mengeksporasi, menemukan dan menjelaskan cara hidup lebih memuaskan dan cerdas dalam menghadapi sesuatu. Konseling didisain untuk menolong konseli memahami dan menjelaskan pandangan mereka terhadap kehidupan dan untuk mencapai tujuan penentuan diri mereka melalui pilihan yang telah diinformasikan dengan baik serta bermakna bagi mereka dan melalui pemecahan masalah emosional atau karakter interpersonal (Burks dan Steffler, 1979: 14 : Mungin Eddy Wibowo, 2013: 5).
Kita hidup di sebuah masyarakat multibudaya. Sehari-hari kita berinteraksi di banyak lingkungan kelompok multi budaya. Karena itu, sangat jelas konseling kelompok bagi populasi multubudaya mestinya diorganisasikan dengan kepekaan terhadap berbagai budaya yang ditampilkan. Para konselor kelompok juga harus memahami latar belakang budaya dan nilai mereka sendiri. Dikondisi tertentu, mereka mestinya menghimbau klien-klien multibudaya untuk berpartisipasi didalam kelompok.
Konseling atau bimbingan kelompok dapat memberikan bagi konselor tantangan sekaligus peluang untuk memajukan kesadaran dan kepekaan multibudaya bagi kelompok yang menjadi klien mereka. Asumsi ini didasarkan kepada pengakuan bahwa: (a). Kesempatan yang ditawarkan kelompok dapat memajukan hubungan multibudaya yang positif,( b). Peluang bagi konselor sendiri untuk memodelkan dan dirasakan sebagai pribadi yang sadar, sensitif dan memahami beragam populasi dengan mendekati mereka secara tepat. Menunjuk wakil pemimpin kelompok dari salah satu minoritas budaya akan banyak membantu suksesnya konseling kelompok multibudaya ini (Gibson & Mitchell, 2011: 311).
Setiap konselor harus menyadari latar belakang budayanya sendiri dan bagaimana latar belakang itu memengaruhi persepsi dan perilakunya terhadap klien. Para konselor, apapun latar belakang budayanya,harus mempersiapkan diri dengan penuh kesadaran untuk bekerja dengan beragam kelompok budaya yang datang meminta bantuannya. Berikut adalah unsur-unsur budaya yang harus dipahami dalam situasi kelompok, merujuk pada suatu bangsa yang majemuk : 
1.      Bahasa
Bahasa adalah unsur pendukung identitas nasional. Bahasa dipahami sebagai sistem perlambang yang secara arbiter dibentuk dari unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia (Mungin Eddy Wibowo, 2013: 9).  Kebudayaan yang beragam sangat berpengaruh pada bahasa yang dipakainya. Setiap daerah,  khususnya Indonesia memiliki beragam bahasa dengan dialek yang khas. Dalam situasi kelompok yang multikultural, setiap angggota harus mampu memahami pesan yang disampaikan melalui bahasa yang digunakan. Hal ini penting agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam komunikasi antar anggota kelompok. Sekali lagi karena setiap daerah memiliki pola bahasa yang berbeda-beda serta dialek yang dibawa dari penggunaan bahasa itu sendiri. Contoh: penyampaian pesan kepada beberapa yang menggunaka bahasa Indonesia bercampur bahasa daerah dalam situasi kelompok, tentu akan menjadi hal yang membingungkan anggota lain yang berbeda bahasa apabila bahasa daerah yang digunakan tidak dimengerti. Maka akan terjadi pengulangan dalam komunikasiyang menyebabkan proses komunikasi menjadi lambat, karena kelalaian salah satu anggota.
2.      Agama
Bangsa Indonesia dikenal masyarakat yang agamais. Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di Nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Selayaknya dalam situasi kelompok sadar akan menghormati kepercayaan masing-masing agar tercipta dinamika kelompok yang damai dan mencapai tujuan yang diinginkan bersama.
3.      Gender
Menurut Liliweri (2011: 124) dalam hal berkomunikasi ada perbedaan pola-pola perilaku yang dibedakan berdasarkan gender. Komunikasi dalam situasi kelompok dimana etika komunikasi tiap-tiap daerah yang berbeda-beda  antara laki-laki dan perempuan, mempengaruhi pola tingkah laku dalam situasi kelompok.
4.      Suku Bangsa
Golongan sosial yang khusus bersifat askriptif (ada sejak lahir) yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang tiga ratus dialek bahasa.
5.      Kebudayaan
Pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan segabai rujukan atau pedoman untuk bertindak sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
Fokus yang paling menonjol dari multikulturalisme adalah keunikan dan konsep kelompok yang terpisah yang memfasilitasi perhatian pada perbedaan individual. Oleh karena itu, mengharuskan situasi kelompok peka dan tanggap terhadap adanya keberagaman budaya dan adanya perbedaan budaya antar kelompok yang satu dengan yang lainnya. 

B. Variari Kegiatan Kelompok Ditinjau dari Segi Budaya
Budaya memang sudah menjadi bagian yang banyak dipelajari dan banyak diperbincangkan karena memeberi pengaruh yang berarti dalam sebuah pelaksanaan tertentu dan termasuk dalam pelaksanaan bimbingan konseling kelompok, anggota adalah manusia budaya yang dimana setiap anggota memiliki asupan budaya yang berbeda-beda tergantung kepada dimana dan bagaimana proses yang ia peroleh sepanjang usianya di lingkungan dan keluarga.
Kegiatan konseling kelompok adalah kegiatan yang sangat berpengaruh bagaimana keberfungsian seorang pimpinan kelompok , bagaimana pimpinan kelompok dalam menjadi driver apakah cara bawaannya halus atau teliti maka ini akan berdampak bagi hasil dari pelaksanaannya.
Variasi kegiatan kelompok memang menjadi hal yang sangat dibutuhkan dalam menjalankan sebuah kerja kelompok atau konseling dengan tujuan kenyamanan anggota kelompok dalam mengikuti kegiatan kelompok menimbang kompleknya karakter, budaya, dan bawaan individu lainnya kedalam kelompok.
DeLucia-Waack (1996) menyatakan bahwa konteks multikultural dalam kegiatan kelompok memerlukan sebuah perhatian untuk digunakan dalam dua hal yaitu: (1) untuk mengaplikasikan dan memodifikasi teori atau teknik dalam konseling kelompok dalam kaitanya dengan keberagaman budaya para peserta konseling kelompok, (2) melakukan pengembangan teori dan praktek kegiatan kelompok yang memiliki keragaman budaya sebagai cara untuk memfasilitasi perubahan dan pertumbuhan individu. Keberagaman budaya selalu melekat dalam kegiatan kelompok, dan keunikan manusia sebagai suatu individu merupakan suatu faktor kunci dalam pelaksanaan kegiatan kelompok.
Selain pemahaman terhadap berbagai kesamaan budaya klien serta perbedaannya, kelompok konselor harus bersedia untuk memahami budaya klien serta mempu mengemasnya dalam tampilan struktur kelompok, tujuan, teknik, dan dalam praktek. Langkah awal yang bisa dilakukan oleh konselor adalah dengan mempelajari kembali pengaruh  budaya dalam setiap teori utama mengingat besarnya peranan budaya dalam kesuksesan kegiatan kelompok.
Menurut Corey dalam Richard (2011) bahwa spesialis multikultural telah menegaskan bahwa teori konseling dan psikoterapi merupakan pandangan dunia yang berbeda- beda tentang dunia, masing-masing dengan nilai, bias, dan asumsinya tentang perilaku manusia. Bahwa terdapat pandangan yang berbeda-beda dan juga tentang pandangannya terhadap pola tingkah laku manusia, sehingga disini setiap perilaku yang ditampilkan oleh satu anggota dalam  kelompok memiliki nilai yang berbeda bagi setiap anggota lainnya tergantung kepada budaya yang dianutnya sehingga bagian ini lah yang menjadi pengetahuan dalam kelompok.
Faktor budaya memberikan pengaruh ynag signifikan terhadap proses dan sisi pelayanan konseling, sehingga dalam pembekalan seorang untuk menjadi pimpinan kelompok dibutuhkan persiapan materi seperti konseling lintas budaya sehingga dalam pelasanaan konseling konselor dapat memperhatikan variasi budaya yang melatar belakangi klien terutama di masyarakat.
Menyelami dunia klien budaya adalah salah satu perahu yang bisa kita naiki untuk sampai keseberang maka variasi kegiatan kelompok dari ditinjau dari segi budaya memang menuntut pimpinan kelompok harus cerdas dalam membawa jalannya kegiatan kelompok tersebut sehingga bentuk-bentuk dapat dilakukan dengan hal seperti memasukkan nilai budaya dalam kelompok melalui kegiatan seperti:
1. Mengkaji kembali nilai –nilai yang sangat dijunjung oleh masyarakat dalam budaya.
2. Memahami beberapa karakter dalam cerita rakyat
3. Memasukkan istilah atau kata-kata bijak yang terdapat dalam beberapa budaya suatu etnis tertentu
4. Melakukan praktek atau contoh permainan tradisional
Memasukkan nilai budaya dalam kelompok tentunya setelah pimpinan kelompok dapat membentuk kelompok dengan melakukan serangkaian kegiatan awal. 

 B.  Etika Dalam Kegiatan Kelompok
Dalam setiap sesi kehidupan ini memang sudah memiliki aturan dan ketetapannya masing-masing sejak kehidupan ini dimulai. Etik meliputi “ membuat keputusan yang bersifat moral tentang manusia dan dan interaksi mereka dalam masyarakat”kitchener(dalam Galading, 2012), dalam etik terdapat aturan yang mengikat manusia dalam interaksi dan perilakunya. Selanjunta atik secara umum didefinisikan sebagai “ilmu filsafat mengenai tingkah laku manusia dan pengambilan keputusan moral” Van Hoose dan Kottler dalam Galding (2012, 66).
Etik bersifat normatif dan berfokus pada prinsip-prinsip dan standar yang mengatur hubungan antara individu. Sehingga dalam konteks ini yaitu hubungan konselor dengan klien. Kode etik erat kaitannya dengan moralitas, menentukan baik atau tidak, benar atau salah, dan layak atau tidaknya tingkah laku yang dilakukan seseorang. Disamping itu kode etik tidak hanya bisa melindungi sebuah profesi tetapi juga menjadi pedoman tingkah laku bagi para anggotanya, jika bertanya apa penting etika dalam profes ? Maka jawaban  adalah “sangat penting”. Menurut Van Hoose dan Kottler dalam Galding (2012, 68) menyatakan bahwa terdapat tiga alasan dari keberadaan kode etik:
1.  Melindungi dari pemerintah, dalam artian profesi bisa mandiri dan dan menghindari kendali oleh pihak lain seperti UUD.
2.  Memelihara kestabilan dalam profesi untuk menghindari dari hal-hal yang membuat pertengkaran, dan lain-lain.
3.  Kode etik melindungi praktisi dari publik, khususnya tuduhan malpraktek.
Kode etik profesi merupakan salah satu aspek standarisasi profesi BK sebagai kesepakatan profesional mengenai rujukan etika perilaku. Pekerjaan bimbingan dan konseling tidak bisa lepas dari nilai-nilai yang berlaku. Atas dasar nilai yang dianut oleh Pembimbing/konselor dan terbimbing/klien, maka kegiatan layanan bimbingan dapat berlangsung dengan arah yang jelas dan atas keputusan-keputusan yang berlandaskan nilai-nilai. Para pembimbing/konselor seyogianya berfikir dan bertindak atas dasar nilai-nilai, etika pribadi dan profesional, dan prosedur yang legal. Dalam hubungan inilah para pembimbing/konselor seharusnya memahami dasar-dasar kode etik bimbingan dan konseling.
Konseling kelompok bukan seperti kelompok kecil biasa yang sama seperti kelompok kerja lainnya. Oleh sebab itu untuk membedakan ini dengan kelompok lainnya ada total disiplin kerja kelompok. Sehingga dalam disiplin ini akan terjadi hal-hal yang bersifatnya mencegah, memperbaiki dan adanya rangkaian kesatuan dalam kelompok. Disamping itu dalam kelompok ini terdapat yang namanya kerja kelompok menurut Mungin (2005, 341) kerja kelompok mengacu pada interaksi dinamis antar sekumpulan individu untuk mencegah atau memperbaiki kesulitan –kesulitan atau untuk untuk peningkatan pengembangan diri melalui interaksi antar mereka yang saling bertemu dalam waktu tertentu dan mempunyai tujuan. Interaksi yang menjadi peran penting dalam kelompok ini menjadi langakah yang tidak bisa dihentikan dalam menacapi tujuan- tujuan.
Setelah kita mengenal kerja kelompok maka ada etika dalam kerja kelompok , Menurut Mungin (2005,341) etika kerja kelompok adalah etika-etika yang disetujui yang konsisten dengan komitmen atika dalam arti yang lebih luas (politik, moral, dan agama) yang kita anggap masuk akal dan yang bisa diterapkan oleh klien maupun pihak pemberi bimbingan. Corey (2009) menjelaskan beberapa bahasan penting dalam etika konseling, diantaranya:
  • Etika dalam menggunakan tape recorder dalam proses wawancara. Beberapa konselor kadang tidak menggunakan tape recorder karena befikiran akan menimbulkan ketidakpercayaan dan ketidaknyamanan pada klien. Hasil rekaman wawancara yang dihasikan dapat membantu klien dalam menurunkan sedikit kecemasan yang dialaminya.
  • Adanya kecenderungan pihak tertentu untuk lebih mengutamakan perlindungan hukum terhadap klien dibanding berusaha secara baik untuk membantu mereka melewati krisis. Pada poin ini sebetulnya menegaskan bahwa sebaiknya konselor mengkomunikasikan batasa-batasan proses konseling, sehingga klien dapat memutuskan sejauh mana informasi yang akan diberikan.
  • Proses konseling yang dijalani oleh klien sebaiknya dilakukan karena kemauan klien itu sendiri, tanpa ada unsur perintah ataupun paksaan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh konselor agar klien bersedia bekerjasama dengan baik dalam proses konseling yakni menghadirkan kemungkinan-kemungkinan kepada klien akan sesuatu yang akan dicapai dalam konseling.
Etika tidak bersifat statis tetapi dinamis dimana suatu saat bisa berubah sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan budaya. Namun terdapat beberapa etika yang  tetap bersifat statis dalam konseling kelompok dimana kode etik terseput dapat diterima disepanjang waktu yaitu:
a. Etika Kepemimpinan Kelompok
Pimpinan kelompok dapat diibaratkan sebagai drive yang membawa arah dan tujuan sehingga pimpinan harus mengacu pada kompetensi yang bisa membantu bagi semua anggota menurut Mungin (2005)dimana petunjuk tersebut adalah:
1.      PK harus  mempunyai kode etik yang dapat dietrima secara umum
2.      Pimpinan kelompok layaknya memiliki bukti telah memiliki pelatihan yang terkait
3.      Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai bukti bahwa kepemimpinannya efektif
4.      Pimpinan kelompok seharusnya mempunya model konseptual yang baik untuk menjelaskan perubahan –perubahan tingkah laku.
5.      Pimpinan kelompok yang tidak mempunyai surat  mandat kerja (profesional credentials)
6.      Pimpinan kelompok memiliki sertifikat atau surat ijin bukti kualifikasi.
7.      Pimpinan kelompok layaknya tetap harus melakukan pembaharuan yang seperti mengikuti kursus atau berupa seminar.
8.      Pimpinan kelompok mempunyai serangkaian dasar aturan dasar yang jelas yang menuntunya dalam melaksanakan tugas
9.      Pimpinan kelompok harus mengetahui hukum dan UUD yang mengatur tentang hal yang bersifat rahasia dan mengetahui batasan-batasan dalam rahasia
10.  Pimpinan kelompok mampu bersikap adil
11.  Pimpinan kelompok memiliki pemahaman yang jelas tentang hak-hak klien sehingga bisa melindungi anggota drai berbagai ancaman.
12.  Pimpinan kelompok mengetahui harapan dan permintaan dari anggota dengan mempehatikan loyalitas dan kerahasiaan.
13.  Pimpinan kelompok memiliki rencana yang jelas terhadap intervensi dan identifikasi bagi pasien yang berbahaya ex bunuh diri.
Demikian kode etik yang diperuntukkan wajib untuk dimiliki oleh seorang Pimpinan kelompok sehingga layanan ini benar sebuah kerja yang profesional.
b. Rekrutmen Peserta Kelompok
Berikut etika dalam rekrutmen peserta kelompok menutut Mungin (2005)
1.      Pengumuman seharusnya meliputi pernyataan ekplisit tujuan kelompok, rentang waktu, jangka waktu program serta jumlah partisipan yang bisa ikut.
2.      Pengumuman seharusnya meliputi pernyataan ekplisit tentang kualifikasi pimpinan untuk memimpin kelompok yang dimaksud
3.      Pengumuman seharusnya mencantumkan juga jasa atau honor secra ekplisit dan juga untuk jasa lanjutan.
4.      Anggota kelompok seharusnya dipaksa untuk masuk dalam satu kelompok oleh para superior (senior) atau Pimpinan kelompok.
5.      Pernyataan tidka puas yang tidka bisa ditunjukkan dengan bukti ilmiah seharusnya tidak dibuat.
6.      Persyaratan dalam kode etik ini lebih mengacu pada pengumuman yang bersifat iklan umum.
c. Penyaringan Peserta Kelompok.
1.      Calon anggota  kelompok seharusnya dihargai atas kemampuannya mendapatkan keuntungan tententu dari program yang diikuti.
2.      Calon anggota  kelompok seharusnya diinformasikan bahwa keikutsertaannya haruslah bersifat sukarela
3.      Calon anggota  kelompok diberitahu tentang apa yang diharapkan dari mereka, resiko yang mungkinmuncul, dan teknik apa yang akan pimpinan gunakan.
4.      Calon anggota  kelompok diberitahukan bahwa bisa tetap lanjut atau keluar dari kelompok.
5.      Calon anggota  kelompok berhak menerima atau menolak nasehat dari pimpinan kelompok
6.      Calon anggota  kelompok diberitahukan bahwa apakah kerahasiaan merupakan suatu syarat untuk kenaggotaan kelompok atau tidak.
7.      Calon anggota  kelompok menyampaikan terlebih dahulu tentang hal apa saja yang menjadi bahan yang tidak rahasia dalam kelompok
8.      Calon anggota  kelompok seharunya diberitahukan tentang riset apapun yang mungkin diselenggarakan berdasarkan kelompok tersebut dan pernyataaan atas kesediaannya dinyatakan secara tertulis
9.      Calon anggota  kelompok diberitahukan rekaman session dan agar bisa fokus pada session tersebut
10.  Calon anggota  kelompok memberitahukan bahwa akan ada pemindahan anggota jika mereka mengganggu yang lain.
11.  Calon anggota  kelompok seharusnya disnagsikan untuk menentuka apakah mereka dalam perlakuan yang sama
12.  Biasanya senior tidak ditempatkan dalam kelompok yunior
13.  Literatur menyerankan pemberitahuan tentang kapan anggota berfokus penuh untuk bisa mencapai tujuan yang diharapkan, mengenali resiko sehingga mengurangi kesalah pahaman
14.  Jika anggota kelompok tersebut terdiri dari orang yang belum dewasa, pimpina kelompok seharusnya paham betul akan UUD dan hukum yang berkaitan dengan perlunya peranan orang tua dan cir-ciri khusus
 tentang orang yang belum dewasa. Peranan orang tua sebagai alasan etika.
d. Kerahasiaan.
Ada kesepakatan umum diantara pimpinan kelompok bahwa kerahasiaan merupakan suatu syarat untuk pengembangan kepercayaan,kohesi dan kerja produktif dalam konseling kelompok . Berikut petunjuk dalam kerahasiaan :
1.      Pimpinan kelompok seharus menahan diri dan membuka data identitas anggota-anggota kelompok yang tidak perlu ketika mencari konsultasi. Bahasan yang hanya mencakup tentang tujuan kerja kelompok atau individu.
2.      Semua data yang didapat dari anggota kelompok untuk tujuan riset harus didapat hanya setelah anggota-anggota kelompok tersebut memberikan ijin tertulisnya
3.      Pimpinan kelompok harus menyamarkan semua data yang menginditifikasi anggota kelompok jika itu dipakai dalam publikasi
4.      Pimpinan kelompok secara berkala seharusnya mengingat anggota kelompok tanntang pentingnya kerahasiaan dalam kelompok konseling.
5.      Pimpinan kelompok seharusnya memberitahu anggota kelompok tentang batasan-batasan hukum kerahasiaan pimpinan dan anggota kelompok lainnya.
6.      Pimpinan kelompok seharusnya tahu bagaimana rekaman klien ditangani , oleh siapa, berapa lama rekaman tersebut harus disimpan, dimana rekaman bisa disimpan, siapa yang bisa memebrikan nilai terhadap rekaman dan apa saja yang akan terjadi suatu saat dikemudian hari tentang rakaman tersebut.
7.      Pimpinan kelompok mengetahui apakah klien telah membuat actatan tertulis dan prosedur apa yang digunakan klien dalam membuat catatan.
8.      Catatan tidak disebarluaskan tanpa sepengetahuan dan ijin klien
9.      Pimpinan kelompok harus berhati-hati dalam penyimpanan data dalam perangkat komputer.
10.  Jika sistem ganti rugi pihak ketiga digunakan, beri informasi seminim mungkin. Jangan pernah memebrikan catatan lengkap dan informasikkan klien tentang pemberian informaasi yang ada pada perusahaan asuransi.
11.  Pastikan untuk merusak atau menghapus audiotape dan atau videotape.
12.  Pimpinan kelompok harus memahami tingkat kerahasisaan yang mereka janjikan pada anak yang belum menginjak dewasa.
e. Penghentian dan Tindak Lanjutan
Dalam pelaksanaan konseling kelompok tidak selamanya selalu begitu saja hingga akhir pertemuan selesai tetapi akan ada saatnya pelaksanaan konsleing kelompok terpaksa harus terjadi penghentian dan tindak lanjut, hal ini bisa dikarenakan kondisi pimpinan kelompok jarak yang berjauhan dan sebagainya oleh sebab itu perlu dikathui bahwa penanganan situasi semacam ini berikut petunjuknya:
1.      Pimpinan kelompok seharusnya merencanakan upaya tindak lanjut bagi kelompok jangka pendek yang mempunyai keterbatasan waktu.
2.      Pimpinan kelompok seharusnya tahu dan mempunyai komitmen dari seorang profesional yang berkualitas keoada siapa ia bisa mengarahkan para peserta kelompok apabila pimpinan tersebut tidak dapat melanjutkan keterlibatanya secara profesional.
3.      Para peserta kelompok seharusnya diberitahu tentang nara sumber yang kompeten sehingga mereka bisa datang menemuinya apabila mereka membutuhkan bantuan.
f.  Kelompok tanpa pemimpin
Melaksanakan kerja kelompok, pertemuan kelompok dimana disana adalah pertemuan budaya sehingga sangat diharapkan diminimalkan tanpa pimpinan klompok ini.
g. Prosedur Umum Untuk menangani Tindakan Yang tercela, yang tidak      sesuai dengan Kode Etik.
Kode etik tidak hanya mengatur tentang arah dan prosedur tetapi juga merupakan kriteria hukum, maka dari itu kode etik mampu mengatur para profesional untuk mengetahui tanggung jawab etikanya dan menjalankan dengan baik.
Pada dasarnya pimpinan kelompok layaknya mampu menjaga kliennya dari pengaruh tindakan ynag tercela sesuai yang tercantum dalam funsi Bimbingan dan konseling itu sendiri yaitu pencegahan dari hal yang bersifat merusak, sehingga dalam pelaksanaan konseling kelompok pimpinan kelompok dapat memberikan peringatan tentang apa saja perbuatan klien ynag bersifat tidak etis untuk dapat memperbaikinya, dan membuat catatan kusus.
  
C.  Dinamika Kelompok
Dinamika kelompok adalah suatu lingkup pengetahuan sosial yang lebih berkonsentrasi pada pengetahuan tentang hakikat kehidupan berkelompok yang menunjukkan kemajuan. (Johnson, 2012: 4)
Robert L. Baker dalam The Social Work Dictionary mendefinisikan Group dynamic: the flow of information and exchanges of influence between members of a social collective. These exchange can be modified by group leaders or helping professionals and used to achieve certain predetermined objectives that may benefit the members (Dinamika kelompok adalah arus informasi dan pertukaran-pertukaran ini dapat diubah oleh para pemimpin kelompok atau para ahli pertolongan dan digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya yang telah menguntungkan bagi anggota-anggotanya).
Sementara itu W.S Wingkel dalam buku bimbingan dan konseling di Institusi Pendidikan mengatakan bahwa dinamika kelompok adalah beberapa cara, antara lain dengan studi tentang kekuatan-kekuatan sosial dalam suatu kelompok yang memperlancar atau menghambat proses kerjasama dalam kelompok, metode-metode dan teknik-teknik yang dapat diterapkan apabila jumlah orang bekerjasama dalam kelompok, misalnya bermain berperan (role playing) dan observasi, terhadap jalannya proses kelompok dan pemberian umpan balik (feed back), serta cara-cara mengenai organisasi dan pengelolaan kelompok-kelompok. Sedangkan Eysenck mengatakan dinamika kelompok adalah berkaitan dengan konteks sosial-budaya suatu masyarakat yang berfungsi untuk membantu individu dan kelompok, sehingga memungkin mereka secara bersama memiliki pola-pola merasakan, menilai, berpikir, dan bertindak.
Selanjutnya Cartwright dan Zander mengemukakan bahwa dinamika kelompok adalah suatu cara yang berkaitan dengan ideologi politik dimana kelompok harus diorganisasikan dan dikelola. Ideologi ini menekankan pentingnya kepemimpinan demokrasi, partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan serta mewujudkan aktivitas kerja sama antara individu dengan masyarakat dalam kelompok. (Huraerah, Purwanto. 2010: 34)
Bimbingan kelompok yang baik adalah apabila dalam kelompok tersebut diwarnai oleh semangat tinggi, dinamis, hubungan yang harmonis, kerjasama yang baik dan mantap, serta ras saling mempercayai di antara anggota-anggotanya. Kelompok yang seperti ini akan terwujud apabila para anggota saling besikap sebagai kawan menghargai, mengerti, dan menerima tujuan bersama secara positif, setia ada kelompok, serta mau bekerja keras dan berkorban untuk kelompok. (Hartinah, 2009: 61)
Dinamika kelompok merupakan pengetahuan yang mempelajari gerak atau tenaga yang menyebabkan gerak tersebut. Biasanya, perkataan dinamika digunakan untuk menggambarkan hubungan sebab akibat. Dinamika kelompok adalah pengetahuan yang mempelajari masalah-masalah kelompok. Oleh karena itu, dinamika kelompok mencoba menerangkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kelompok dan mencoba menemukan serta mempelajari keadaan dan gaya yang dapat mempengaruhi kehidupan kelompok. Dinamika kelompok adalah suatu studi dalam mengembangkan berbagai kekuatan yang menentukan perilaku anggota dan perilaku kelompok yang menyebabkan terjadinya gerak perubahan dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan.
Dinamika merupakan suatu pola atau proses pertumbuhan, perubahan atau perkembangan dari suatu bidang tertentu, atau suatu sistem ikatan yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi antara unsur yang satu dengan unsur yang lain karena adanya pertalian yang langsung diantara unsur-unsur tersebut. Artinya, apabila salah satu dari sebuah organ mengalami gangguan atau perubahan, akan membawa perubahan pula pada unsur-unsur lainnya sehingga terjadi perubahan pada sistem atau kelompok secara keseluruhan.
Pengertian dinamika lebih menekankan pada gerakan dalam dirinya sendiri. Artinya, sumber geraknya  berasal dalam kelompok itu sendiri, bukan dari luar kelompok. (Hartinah, 2009: 63).
Kurt Lewin adalah inti dari perkembangan dinamika kelompok dan menjadi psikolog yang paling penting diabad dua puluh satu. Lewin dilahirkan pada tanggal 9 september 1890, di desa kecil Mogilno di Prussian provinsi Posen, dan sekarang termasuk bagian dari Polandia. Pada tahun 1914 Lewin menyelesaikan studi doktornya tentang filsafat dan psikolog di Universitas Berlin. Lewin kemudian bergabng dengan tentara kaiser sebagai prajurit infanteri dan berperang dalam perang dunia I, selama empat tahun.
Pada saat perang berakhir ia kembali ke Universitas Berlin untuk mengajar dan menjadi bagian dari Institusi Psikologi.
Dalam anjurannya tentang dinamika kelompok, lewin mencatat tiga hal: pengembangnnya terhadap teori yang ada, perjuangan awalnya dengan menggunakan metodologi penelitian, dan pertahanannya bahwa teori dan penelitian berpengaruh terhadap praktik sosial.
Kurt Lewin mengungguli semua penulis teori, masukan Lewin tentang teori Dinamika Kelompok termasuk: (1) suatu penekanan dalam membangun sistem yang terkonsep yang menjelaskan dinamika dalam kelompok dan (2) menciptakan suatu analisis teori dasar tntang bidang tersebut.
Lewin adalah seorang peneliti yang inovatif yang mempunyai pemikiran jenius tentang cara untuk meneliti idenya dengan melakukan percobaan. Dia yakin bahwa penggunaan metode percobaan dalam penelitian dinamika kelompok akan mengubah dasarnya.
Lewin melihat bahwa teori dinamika kelompok adalah satu cara untuk menjebatani perbedaan antara ilmu yang teoritis, kebijaksanaan umum dan praktik demokratis. (Johnson, 2012: 41)
Berikut ini akan dijelaskan beberapa aspek dinamika kelompok, yaitu komunikasi di dalam kelompok, konflik di dalam kelompok, kekuatan di dalam kelompok, kohesi kelompok, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah.
Ø  Komunikasi Kelompok
Faktor komunikasi di dalam kelompok sangatlah berperan pada dinamika yang terjadi dalam kelompok. Hal ini karena di dalam komunikasi, akan terjadi perpindahan ide atau gagasan yang di ubah menjadi simbol oleh seorang komunikator kepada komunikan melalui media. (Huraerah, Purwanto, 2010: 34)
1.      Tipe Komunikasi Formal
Pola komunikasi yang digunakan dalam suatu kelompok dapat pula mempengaruhi keberhasilan penyampian ide atau gagasan.
Tipe komunikasi dua arah merupakan proses timbal balik dimana setiap anggota kelompok mulai dengan mengirim berita dan berusaha untuk mengerti berita yang dikirim oleh anggota lain. Di dalam proses ini kedua belah pihak bebas saling bertukar ide dan informasi melalui diskusi yang produktif.
2.      Mengirim Berita Secara Efektif
Ada beberapa tindakan yang dapat menciptakan pengiriman berita secara efektif, yaitu:
a.       Menyusun berita secara sempurna dan spesifik. Penerima berita membutuhkan berita yang diterimanya secara komprehensif.
b.      Mengirimkan berita verbal dan nonverbal yang berhubungan satu dengan yang lainnya, artinya jangan sampai keduanya kontradiksi.
c.       Menggunakan lebih dari stu macam “channel” dan melakukan pengulangan pengiriman berita. Mengunakan lebih dari satu macam “channel” (misalnya berita dalam bentuk gambar dan suara) dan pengulangan pengiriman berita dapat membantu penerima berita. Lebih cepat dan lebih tepat berita yang diterimanya.
d.      Memperhatikan umpan balik dari berita yang dikirimkannya. Di dalam komunikasi yang efektif, pengirim berita harus menyadari dan memahami bagaimana penerima berita menginterpretasikan dan memproses berita yang diterimanya. Satu-satunya cara untuk menyadari dan memahami hal ini adalah melalui umpan balik.
e.       Menyusun berita sesuai dengan kerangka referensi penerima berita. Informasi yang sama dikirimkan dengan cara yang berbeda, apabila kerangka referensi penerima berita berbeda.
3.      Menerima Berita Secara Efektif
Ada dua keterampilan dasar di dalam menerima berita, yaitu:
a.       Mengerti ide dan perasaan pengirim berita.
b.      Mengerti dan menginterpretasikan ide dan perasaan pengirim berita.
Menerima berita dalam komunikasi adalah memahami dengan benar, bukan melakukan evaluasi berita. Hambatan prinsipal dalam bentuk komunikasi yang efektif adalah adanya kecenderungan dari semua orang untuk memutuskan, mengevaluasi, menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap berita yang diterimanya.
4.      Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi adalah sebagai berikut:
a.       Tingkat kecerdasan
Tingkatan kecerdasan seseorang dapat berperan dalam mengolah dan mengubah ide ke dalam simbol yang dapat digunakan dalam situasi komunikasi yang sedang berlangsung.
b.      Kepribadian
Faktor kepribadian seperti motivasi, emosi dan sebagainya turut pula mempengaruhi dalam berkomunikasi, sehingga pengolahan terhdap ide dan pesan dapat pula sesuai dengan situasi komunikasi.
c.       Latar belakang pendidikan
Tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi bagaimana seseorang dapat mengolah simbol-simbol komunikasi. Namun, hal ini bukanlah merupakan hubungan yang linier. Artinya, tidaklah berarti bahwa makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan lebih baik dalam menggunakan simbol-sibol komunikasi.
d.      Pengalaman masa lalu
Pengalaman masa lalu sangat berperan pula dalam komunikasi. Karena dengan pengalamannya ia dapat menggunakan simbol-simbol yang sesuai dalam komunikasi seseorang.
e.       Sosial-Budaya
Faktor Sosial-Budaya akan mempengaruhi pula proses dan situasi komunikasi. Pada siuasi tertentu, atau pada suatu organisasi ditentukan pula cara berkomunikasi yang seharusnya dilakukan. Dengan demikian hal tersebut menjadi norma dalam berkomunikasi pada masyarakat tersebut.
Ø  Konflik di Dalam Kelompok
Konflik adalah suatu proses sosial di mana individu-individu atau kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan. (Huraerah, Purwanto, 2010: 39)
Sedangkan sebab-sebab terjadinya konflik, antara lain:
1.      Adanya perbedaan pendirian atau perasaan antara individu, sehingga terjadi konflik di antara mereka.
2.      Adanya perbedaan kepribadian diantara mereka yang disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang kebudayaan.
3.      Adanya perbedaan kepentingan individuatau kelompok diantara mereka.
4.      Adanya perubahan-perubahan sosial yang cepat dalam masyarakat karena adanya perubahannilai/ sistem yang berlaku.
Ø  Kekuatan di Dalam Kelompok
Di dalam interaksi ada kekuatan atau pengaruh. Anggota kelompok menyesuaikan satu dengan yang lainnya dengan berbagai cara. Mereka mempercepat dan memperlambat aktivitasnya untuk dapat berkoordinasi di antara mereka. Anggota kelompok yang berinteraksi, secara teta mempengaruhi dan dipengaruhi oleh penggunaan kekuatan untuk mencapai tujuan dan memelihara kelompok. Keputusan tidak mungkin ditetapkan tanpa kekuatan anggota-anggota kelompok. Minat-minat yang bertentangan dan konflik tidak mungkin dapat diatur tanpa menggunakan kekuatan. Tidak ada komunikasi tanpa pengaruh, yang berarti tidak ada komunikasi tanpa kekuatan. Dengan demikian, kekuatan merupakan hal yang esensi bagi semua aspek keberfungsian kelompok.
Kekuatan tercermin pada kemampuan seseorang untuk membuat orang lain bertingkah laku tertentu. Jadi kekuatan itu adalah pengaruh. Apabila di dalam kelompok ada kondisi kooperatif dan tujuan kelompok memungkinkan untuk di capai, para anggota kelompok menggunakan kekuatannya ke arah yang sama, dan hanya ada sedikit atau bahkan tidak ada perlawanan untuk menerima pengaruh dari anggota lain.
Akan terjadi konflik dan adanya perlawanan untuk menerima pengaruh anggota lain. Perlawanan adalah kekuatan psikologis pada diri seseorang yang menolak pengaruh lain. (Huraerah, Purwanto, 2010: 41)
1.      Kekuatan personal
Kebutuhan dasar setiap anggota kelompok adalah memiliki pengaruh terhadap kelompok.
Ada beberapa langkah di dalam proses dimana kekuatan personal dimobilisasi untuk mencapai tujuan.
Langkah pertama di dalam memanfaatkan kekuatan anggota kelompok adalah menentukan terlebih dahulu tujuan personal yang ada pada dirinya.
Langkah kedua adalah menentukan sumber-sumber personal.
Langkah ketiga adalah menentukan kebutuhan gabungan yaitu menilai informasi dan sumber-sumber mana yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
Langkah keempat adalah melakukan kontrak, yaitu baim secara formal maupun tidak formal anggota kelompok menyusun rencana untuk mencapai tujuan.
2.      Basis kekuatan
Ada enam kemungkinan yang dapat mendasri kekuatan sseorang, yaitu:
a.       Kemampuan untuk memberikan ganjaran dan atau memaksa.
b.      Posisi di dalam kelompok atau organisasi
c.       Sebagai referensi
d.      Mempunyai keahlian
e.       Informasi
3.      Kekuatan dan pemecahan masalah
Kelompok yang bertujuan untuk memecahkan suatu masalah dapat meningkatkan keefektifannya, apabila: (a) kekuatan anggota kelompokrelatif seimbang, (b) kekuatan berdasarkan pada kompetisi, keahlian dan informasi.
Ø  Kohesi Kelompok
Aspek penting dari kelompok yang efektif adalah kohesi yang merupakan faktor utama dari keberadaan kelompok. Ketertarikan pada keanggotaan kelompok dari setiap anggota kelompok menggambarkan kohesi kelompok. Jadi kohesi kelompok dapat didefinisikan sebagai sejumlah faktor yang mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap menjadi anggota kelompok tersebut. (Huraerah, Purwanto, 2010: 44)
Ø  Pengambilan keputusan
Kelompok yang efektif dapat menghasilkan keputusan dengan kualitas baik. Keputusan yang dihasilkan merupakan produk kesepakatan anggota-anggota kelompok untuk melakukan sesuatu yang biasanya merupakan hasil pemilihan dari beberapa kemungkinan yang berbeda. Tidak semua keputusan berasal dari masalah yang sangat berat, beberapa masalah kecil pun menuntut penentuan keputusan (Huraerah, Purwanto, 2010: 47).
Ø  Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah merupakan fokus utama dari keterampilan kelompok. Masalah adalah pertentangan atau perbedaan antara yang seharusnya terjadi dengan yang sesungguhnya.
Pemecahan masalah adalah suatu proses menetukan jawaban atau sesuatu yang tidak diinginkan. Ada lima langkah di dalam proses memecahkan masalah (Huraerah, Purwanto, 2010: 52):
1.      Mendefinisikan masalah
2.      Melakukan diagnose besarnya masalah dan penyebabnya
3.      Merumuskan alternatif strategi atau merencanakan pemecahannya
4.      Menentukan dan melaksanakan strategi yang paling dikehendaki
5.      Mengevaluasi keberhasilan strategi yang digunakan.
Ø  Unsur-unsur Dinamika Kelompok
Pada bagian ini akan dibahas mengenai unsur-unsur dinamika kelompok, yang juga disebut dengan variabel-variabel dinamika kelompok atau juga disebut dengan dimensi-dimensi dinamika kelompok. Unsur-unsur dinamika kelompok tersebut, yaitu: (1) tujuan kelompok, (2) kekompakan kelompok, (3) struktur kelompok, (4) fungsi tugas kelompok, (5) pengembangan dan pemeliharaan kelompok, (6) suasana kelompok, (7) efektivitas kelompok, (8) tekanan kelompok, (9) maksud terselubung. (Hartinah, 2009: 75)
1.      Tujuan Kelompok
Setiap kelompok, apapun bentuknya tetap memiliki tujuan yang hendak dicapai dari aktivitas berkelompok tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut Johnson dan Johnson mengemukakan pengertian tujuan kelompok sebagai suatu keadaan di masa mendatang yang diinginkan oleh anggota-anggota kelompok dan oleh karena itu mereka melakukan berbagai tugas kelompok dalam rangka mencapai keadaan tersebut.
Suatu tujuan kelompok yang efektif harus memiliki aspek-aspek sebagai berikut:
a.       Tujuan tersebut dapat didefinisikan secara operasional, dapat diukur, dan dapat diamati.
b.      Tujuan tersebut mempunyai makna bagi anggota kelompok, relevan realistik, dapat diterima, dan dapat dicapai.
c.       Anggota-anggota kelompok mempunyai orientasi terhadap tujuan yang telah ditetapkan.
d.      Adanya keseimbangan tugas-tugas dan aktivitas-aktivitas dalam mencapai tujuan individu dan tujuan kelompok.
e.       Terjadinya konflik yang berkaitan dengan tujuan dan tugas-tugas kelompok yang dapat diselesaikan dengan baik.
f.       Tujuan tersebut bersifat menarik dan menantang serta mempunyai resiko kegagalan yang kecil dalam mencapainya.
g.      Tercapainya tingkat koordinasi diantara anggota-anggota.
h.      Tersedianya sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas dan tujuan-tujuan kelompok.
i.        Adanya kemudahan untuk menjelaskan dan mengubah tujuan kelompok.
j.        Berapa lama waktu yang diperlukan oleh suatu kelompok untuk mencapai tujuan kelompok. (Hartinah, 2009: 76)
2.      Kekompakan Kelompok
Cartwright dan Zander merumuskan pengertian kekompakan kelompok sebagai hasil dari semua tindakan yang memperkuat anggota kelompok untuk tetap tinggal berada dalam kelompok. (Huraerah, Purwanto, 2010: 58)
3.      Struktur kelompok
Shaw mengemukakan bahwa struktur kelompok adalah pola-pola hubungan diantara berbagai posisi dalam suatu susunan kelompok. Dalam menganalisis struktur kelompok terdapat tiga unsur penting yang terbaik dalam struktur kelompok yaitu, posisi, status, dan peranan pelu ditelaah.(Hartinah, 2009: 77)
4.      Fungsi tugas kelompok
Berkaitan dengan hal-hal yang perlu diperhatikan dan harus dilakukan oleh kelompok dalam usaha mencapai tujuan kelompok, maka kiranya perlu dijelaskan hal-hal yang perlu dilakukan oleh kelompok.
5.      Pengembangan dan pemeliharaan kelompok
Pengembangan dan pemeliharaan kelompok adalah berkaitan dengan “apa yang harus ada” dalam kelompok. Antara lain:
a.       Pembagian tugas yang jelas
b.      Kegiatan yang terus menerus dan teratur
c.       Ketersediaan fasilitas yang mendukung dan memadai
d.      Peningkatan partisipasi anggota kelompok
e.       Adanya jalinan komunikasi antar anggota kelompok
f.       Adanya pengawasan dan pengendalian kegiatan kelompok
g.      Timbulnya norma-norma kelompok
h.      Adanya proses sosialisasi kelompok
i.        Kegiatan untuk menambah anggota baru dan mempertahankan anggota yang lama.
6.      Suasana Kelompok
Suasana kelompok adalah suasana yang terdapat dalam suatu kelompok, sebagai hasil dari berlangsungnya hubungan-hubungan interpersonal atau hubungan antar anggota kelompok.
7.      Efektivitas kelompok
Pedoman untuk menciptakan kelompok yang efektif:
a.       Ciptakan tujuan kelompok yang jelas
b.      Ciptakan komunikasi dua arah yang efektif
c.       Patikan bahwa kepemimpinan dan keikutsertaan merata antara anggota kelompok.
d.      Pastikan bahwa penggunaan kekuasaan dibagi antar anggotanya.
e.       Sesuaikan metode pengambilan keputusan dengan: waktu, sumber daya yang tersedia, ukuran dan pentingnya keputusan, dan jumlah anggota yang hadir.
f.       Dorong perdebatan yang timbul ketika anggota kelompok menyampaikan pandangan mereka.
g.      Pastikan bahwa anggotanya menghadapi konflik dengan menggunakan negosiasi yang menyatukan dan jalan tengah untuk mmecahkan konflik tersebut secara membangun. (Johnshon 2012:27)
8.      Tekanan Kelompok
Peranan kelompok (group pressure) berbeda dengan kelompok tekanan (pressure group). Group pressure yaitu tekanan/ desakan yang berasal dari kelompok itu sendiri. Sedangkan presure goup mengacu pad tekanan/ desakan yang berasal dari luar kelompok atau adanya kelompok tandingan berupa desakan-desakan kelompok lain terhadap suatu kelompok. Dapat pula dalam bentuk harapan-harapan masyarakat pada anggota kelompok. (Hartinah, 2009: 82)
9.      Maksud terselubung
Johnson dan Johnson, mengemukakan bahwa maksud-maksud terselubung adalah tujuan perorangan (pribadi yang tidak diketahui) oleh anggota-anggota kelompok lainnya dan tujuan tersebut seringkali berlainan atau berlawanan dengan tujuan kelompok yang dominan. (Hartinah, 2009: 83)


DAFTAR REFERENSI

Hartinah, Sitti. 2009, Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung: Refika         Aditama.
Huraerah, Abu. Purwanto. 2010, Dinamika Kelompok. Bandung: Refika Aditama.
Johnson, David. Johnson Frank. Alih Bahasa: Theresia SS. 2012, Dinamika            Kelompok. Jakarta: Indeks.

2 comments:

  1. mas mau tanya, disitu ada beberapa aspek dinamika kelompok sperti komunikasi, konflik dll. itu diambil dari teori tokoh siapa?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Coba Dilihat kembali dalam tulisan diatas apakah ada atau tidak dan menurut dari pandangan siapakah yang ada ditulisan jika tidak ada silahkan hubungi saya saja 085291616343 tapi sepertinya sudah saya jelasakn pada teori mau pun penjelasan yang pas dan menurut siapa dengan berbagai sumber yang ada begitu ya jika belum jelas bisa hubungi saya terimakasih

      Delete