Selamat Datang dan Semoga Bermanfaat,SILAHKAN ISI BUKU TAMU DAHULU YA,,, Blog Ini Untuk Menambah Wawasan Bimbingan Dan Konseling Lalu Motivasi Diri, Serta Mohon Komentar Agar Selalu Baik Dalam Menampilkanya. Email jatirinkriatmaja04@gmail.com atau 085220363757

Saturday 30 May 2015

Teori Kognitif Sosial Albert Bandura


BIOGRAFI ALBERT BANDURA
Albert Bandura tumbuh sebagai anak laki-laki satu-satunya dari keluarga dengan lima kakak perempuan dan dia dilahirkan pada 4 Desember 1925, di Mundare.Setelah lulus dari sekolah menengah atas, Bandura melewatkan musim panas di Yukon, bekerja diperusahaan penggalian jalan raya, di highway Alaska. Pengalaman ini membawanya berkenalan dengan sesama pekerja, kebanyakan dari mereka melarikan diri dari kreditor dan hutang. Selain itu, beberapa rekan kerjanya menunjukkan berbagai bentuk psikopatologi dengan kadar yang berbeda-beda. Walaupun observasinya terhadap sesama pekerja mulai menumbuhkan minatnya dalam psikologi klinis, ia tidak memutuskan menjadi psikolog sampai ia memasuki University of  British Columbia di Vancouver. Dia menerima gelar sarjana muda dalam waktu tiga tahun dibidang psikologi dari University of British Columbia tahun 1949. Kemudian dia masuk University of Iowa, tempat dimana dia meraih gelar Ph.D tahun 1952. Baru setelah itu dia menjadi sangat berpengaruh dalam tradisi behavioris dan teori pembelajaran.

Waktu dia Iowa, dia bertemu dengan Virginia Varns, seorang instruktur sekolah perawat. Mereka kemudian menikah dan dikaruniai dua orang puteri. Setelah lulus, dia melanjutkan pendidikannya pascaprogram doktor di Wichita Guidance Center, Wichita, Kansas. Pada tahun 1953, dia mulai mengajar di Standford University. Di sini, dia kemudian bekerja sama dengan salah seorang anak didiknya, Richard Walters. Buku pertama hasil kerja sama mereka berjudul Adolescent Aggression terbit tahun 1959. Sayangnya, Walters meninggal dalam usia muda karena kecelakaan sepeda motor. Sejak terbit buku pertama, Bandura terus menerbitkan beragam buku dengan subjek yang bervariasi, sering kali berkolaborasi dengan mahasiswa pascasarjana. Buku-bukunya paling berpengaruh adalah Social Learning Theory (1977), Social Foundation of Tought and Action (1986), dan Self-Efficacy: The Exercise of Control (1997).
Bandura menjadi presiden American Psychological Association (APA) tahun 1974, dan menerima APA Award atas jasa-jasanya dalam Distinguished Scientific Contributions tahun 1980, ketua Western Psychological Association (1980), dan ketua kehormatan Canadian Psychological Association (1999).

B.     BELAJAR
Salah satu asumsi awal dan dasar teori kognisi sosial Bandura adalah bahwa manusia cukup fleksibel dan mampu mempelajari berbagai sikap, kemampuan, dan perilaku, serta cukup banyak dari pembelajaran tersebut yang merupakan hasil dari pengalaman tidak langsung. Walaupun manusia dapat dan memang belajar dari pengalaman langsung, banyak dari apa yang mereka pelajari didapatkan dengan mengobservasi orang lain. Bandura (1986) menyatakan bahwa “apabila pengetahuan dapat diperoleh hanya melalui akibat dari tindakan seseorang, proses kognitif dan perkembangan sosial akan sangat terbelakang, dan juga akan menjadi sangat melelahkan”.
1.      Pembelajaran Melalui Observasi
Bandura yakin bahwa observasi memberikan jalan pada manusia untuk belajar tanpa harus melakukan perilaku apa pun. Manusia mengobservasi fenomena alami, tumbuhan, hewan, air terjun, pergerakan bulan dan bintang-bintang, dan lainnya; tetapi yang terpenting bagi teori kognitif sosial adalah asumsi bahwa mereka belajar melalui observasi perilaku orang lain. Dalam hal ini, Bandura berbeda dengan Skinner, yang berargumen bahwa perilaku aktif adalah dasar ilmu psikologi. Ia juga berbeda dari Skinner dalam keyakinannya bahwa penguatan tidak terlalu penting dalam proses belajar. Walaupun penguatan dapat memfasilitasi pembelajaran, Bandura mengatakan bahwa penguatan bukanlah kondisi yang penting untuk hal tersebut. Sebagai contoh, manusia dapat belajar dengan mengobservasi seorang model yang diberikan penguatan.
a.       Modeling
Inti dari pembelajaran melalui proses observasi adalah modeling. Pembelajaran melalui modeling meliputi menambahi atau mengurangi suatu perilaku yang diobservasi dan mengeneralisasi dari satu observasi ke observasi yang lainnya. Dengan perkataan lain. modeling meliputi proses kognitif dan bukan sekadar melakukan imitasi Modeling lebih dari sekadar mencocokan perilaku dari orang lain, melainkan merepresentasikan secara simbolis suatu informasi dan menyimpannya untuk digunakan di masa depan (Bandura, 1986,1994).
b.      Proses Yang Mengatur Pembelajaran Melalui Observasi
Bandura (1986) menemukan empat proses yang mengatur pembelajaran melalui observasi; perhatian» representasi» produksi perilaku, dan motivasi
Perhatian Sebelum kita dapat melakukan modeling terhadap orang lain, kita harus memperhatikan orang tersebut Apa faktor-faktor yang mengontrol perhatian? Pertama, karena kita mempunyai kecenderungan untuk mengobservasi seseorang yang sering kita asosiasikan dengan diri kita, kita lebih mungkin untuk memperhatikan orang-orang tersebut Kedua, model yang atraktif dan menarik lebih mungkin untuk diobservasi daripada model yang tidak menarik sosok-sosok populer di televisi, di bidang olahraga, di film lebih sering diperhatikan dengan cermat Selain itu, sifat dasar dari perilaku yang ditiru memengaruhi perhatian kita-kita mengobservasi perilaku yang kita rasa penting atau bernilai.
Representasi  Agar sebuah observasi dapat mengarahkan pada pola respons yang baru pola tersebut harus dapat direpresentasikan secara simbolis di dalam ingatan. Representasi simbolik tidak perlu dalam bentuk verbal, karena beberapa observasi dipertahankan dalam bentuk gambaran dan dapat dimunculkan tanpa adanya model secara fisik. Proses ini penting terutama dalam tahapan bayi, saat kemampuan verbal belum berkembang.
Produksi Perilaku Setelah memperhatikan seorang model dan mempertahankan apa yang telah diobservasi, kemudian kita memproduksi perilaku tersebut. Dalam proses mengubah representasi kognitif ke dalam tindakan yang tepat, kita harus bertanya pada diri kita beberapa pertanyaan mengenai perilaku yang akan ditiru. Pertama, kita akan bertanya, “Bagaimana saya dapat melakukan hal ini?” Setelah secara simbolis mengulang respons-respons yang relevan, kita mencoba perilaku baru tersebut Selama melakukannya, kita memonitor diri lata dengan pertanyaan, “Apa yang sedang saya lakukan?” Terakhir, kita mengevaluasi performa lata dengan bertanya, “Apakah saya melakukannya dengan benar” Pertanyaan terakhir ini tidak selalu mudah untuk dijawab, terutama apabila perilaku yang dilakukan mengutamakan kemampuan motorik, seperti menari balet atau loncat indah, ketika kita tidak dapat melihat diri kita sendiri Untuk alasan tersebut, beberapa atlet menggunakan kamera video untuk membantu mereka mendapatkan atau meningkatkan kemampuan motorik mereka.
Motivasi Pembelajaran melalui observasi paling efektif terjadi apabila pihak yang belajar ter motivasi untuk melakukan perilaku yang ditiru. Perhatian dan representasi dapat berakibat pada pengumpulan informasi untuk belajar, namun performa difasilitasi oleh motivasi untuk melakukanan perilaku tertentu. Walaupun observasi dari orang lain mengajari kita bagaimana melakukan sesuatu, kita dapat saja tidak mempunyai hasrat untuk melakukan tindakan tertebat Seseorang dapat melihat orang bin menggunakan gergaji mesin atau penghisap debu dan tidak termotivasi untuk mencoba salah satu aktivitas tersebut. Kebanyakan pengawas yang ada di tepi jalan tidak ingin mengulang perilaku yang ditunjukkan oleh pekerja konstruksi yang diobservasinya.
2.      Pembelajaran Aktif
Setiap respons yang dibuat oleh seseorang akan diikuti oleh suatu konsekuensi Beberapa dari konsekuensinya ini dapat memuaskan, beberapa tidak memuaskan, dan yang lainnya bahkan tidak mendapatkan perhatian secara kognitif sehingga hanya mempunyai efek yang kecil. Bandura yakin bahwa perilaku manusia yang komplekx dapat dipelajari saat seseorang memikirkan dan mengevaluasi konsekuensi perilaku mereka.


C.    PRINSIP-PRINSIP TEORI ALBERT BANDURA
Adapun prinsip-prinsip yang mendasari teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Bandura, yaitu:
1.      Prinsip Faktor-Faktor Yang Saling Menentukan
Bandura menyatakan bahwa diri seorang manusia pada dasarnya adalah suatu sistem (sistem diri/self system). Sebagai suatu sistem bermakna bahwa perilaku, berbagai faktor pada diri seseorang, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam lingkungan orang tersebut, secara bersama-sama saling bertindak sebagai penentu atau penyebab yang satu terhadap yang lainnya.
Teori belajar sosial menekankan observational learning sebagai proses pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang mempelajari perilaku dengan mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain.Dalam teori menjelaskan hubungan timbal balik yang saling berkesinambungan antara kognitif , perilaku ,dan lingkungan.
Kondisi lingkungan sekitar kita sangat berpengaruh terhadap perilaku kita.Lingkungan kiranya memberikan posisi yang besar dalam kehidupan sosial kita sehari hari.Lingkungan dapat pula membentuk kepribadian kita. Dalam skema diatas dapat kita lihat,bahwa antara behavioral, environment, dan perception sangatlah memberikan andil dalam proses pembelajaran sosial kita. Apa yang kita pikirkan akan mempengaruhi perilaku kita,dan perilaku pribadi kita akan menimbulkan reaksi dari orang lain. Begitu pula dengan lingkungan, keadaan lingkungan sekitar kita akan mempengaruhi perilaku kita.Keadaan lingkungan akan menimbulkan reaksi-reaksi tersendiri dari individu tersebut.Yang dapat memberikan stimulus terhadap individu untuk melakuka sesuatu berdasarkan apa yang mereka lihat, cermati, dalm lingkungan tersebut.
Kemudian reaksi-reaksi yang ditunjukkan oleh individu tersebut akan memberikan penilaian tersendiri terhadap dirinya sendiri,dan karakteristik dari individu tersebut akan memberikan penilaian tersendiri dari orang lain. Dari keadaan lingkungan sekitar yang kita lihat dan reaksi – reaksi dari individu akan  memberikan pengaruh terhadap persepsi dan aksi kita akan stimulus yang diperlihatkan di dalam lingkungan tersebut. Persepsi timbul karena ada stimulus dari orang lain maupun dari lingkungan sekitar kita. Jadi antara behavioral, environment, dan perception sangatlah bergantung satu sama lain,ketiga komponen tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Namun antar ketiga komponen itu saling memberikan pengaruh atau saling memberikan perannnya dalam terlaksananya teori pembelajaran sosial. Komponen-komponen tersebut salimg berhubungan antar komponen yang lain ,dan saling timbal balik, menerima dan memberi.Tidak akan tercipta pembelajaran sosial jika tidak ada lingkungan , individu , dan aksi reaksi sebagai akibat dari adanya stimulus yang ada.
2.      Kemampuan Untuk Membuat Atau Memahami Simbol/Tanda/ Lambang
Bandura menyatakan bahwa orang memahami dunia secara simbolis melalui gambar-gambar kognitif, jadi orang lebih bereaksi terhadap gambaran kognitif dari dunia sekitar dari pada dunia itu sendiri. Artinya, karena orang memiliki kemampuan berfikir dan memanfaatkan bahasa sebagai alat untuk berfikir, maka hal-hal yang telah berlalu dapat disimpan dalam ingatan dan hal-hal yang akan datang dapat pula “diuji” secara simbolis dalam pikiran. Perilaku-perilaku yang mungkin diperlihatkan akan dapat diduga, diharapkan, dikhawatirkan, dan diuji cobakan terlebih dahulu secara simbolis, dalam pikiran, tanpa harus mengalaminya secara fisik terlebih dahulu. Karena pikiran-pikiran yang merupakan simbul atau gambaran kognitif dari masa lalu maupun masa depan itulah yang mempengaruhi atau menyebabkan munculnya perilaku tertentu.
3.      Kemampuan Berpikir Ke Depan
Selain dapat digunakan untuk mengingat hal-hal yang sudah pernah dialami, kemampuan berpikir atau mengolah simbol tersebut dapat dimanfaatkan untuk merencanakan masa depan. Orang dapat menduga bagaimana orang lain bisa bereaksi terhadap seseorang, dapat menentukan tujuan, dan merencanakan tindakan-tindakan yang harus diambil untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Inilah yang disebut dengan pikiran ke depan, karena biasanya pikiran mengawali tindakan.
4.      Kemampuan Untuk Seolah-Olah Mengalami Apa Yang Dialami Oleh Orang Lain
Orang-orang, terlebih lagi anak-anak mampu belajar dengan cara memperhatikan orang lain berperilaku dan memperhatikan konsekuensi dari perilaku tersebut. Inilah yang dinamakan belajar dari apa yang dialami orang lain.
5.      Kemampuan Mengatur Diri Sendiri
Prinsip berikutnya dari belajar sosial adalah orang umumnya memiliki kemampuan untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri. Seberapa giat orang bekerja dan belajar, berapa jam orang tidur, bagaiamana bersikap di muka umum, apakah orang mengerjakan pekerjaan kuliah dengan teratur, dsb, adalah contoh prilaku yang dikendalikan. Perilaku ini tidak dikerjakan tidak selalu untuk memuaskan orang lain, tetapi berdasarkan standar dan motivasi yang ditetapkan diri sendiri. Tentu saja orang akan berpengaruh oleh perilaku orang lain, namun tanggung jawab utama tetap berada pada diri se8ndiri.
6.      Kemampuan Untuk Berefleksi
Prinsip terakhir ini menerangkan bahwa kebanyakan orang sering melakukan refleksi atau perenungan untuk memikirkan kemampuan diri mereka pribadi. Mereka umumnya mampu memantau ide-ide mereka dan menilai kepantasan ide-ide tersebut sekaligus menilai diri mereka sendiri. Dari semua penilaian diri sendiri itu, yang paling penting adalah penilaian terhadap beberapa komponen atau seberapa mampu mereka mengira diri mereka dapat mengerjakan suatu tugas dengan sukses.

                          
D.    PANDANGAN TENTANG INDIVIDU/PERSON
1.      Kemampuan Simbolisasi
Teori kognitif sosial menyepakati peran sentral pada proses kognitif, seolah-olah mengalami sendiri (vicarious), pengaturan diri (self regulatory), dan refleksi-diri (self-reflective). Dengan kemampuan luar biasa melakukan simbolisasi, manusia memiliki alat untuk memahami lingkungan mereka serta menciptakan dan mengatur kegiatan lingkungan pada hampir setiap aspek. Sebagian besar hal-hal eksternal memengaruhi perilaku afektif individu melalui proses kognitif daripada secara langsung. Melalui simbol, individu memberikan makna, bentuk, dan kontinuitas sesuai pengalaman mereka sehingga dapat berkomunikasi dengan orang lain pada jarak dalam ruang dan waktu.
2.      Kemampuan Pengaturan-Diri (Self-Regulatory)
Setiap individu tidak hanya berperan sebagai pihak yang memiliki pengetahuan (knowers) dan melakukan (performers), namun juga memiliki reaksi-diri sesuai kemampuan mengarahkan-diri (self-direction). Pengaturan diri terhadap motivasi, afek, dan tindakan sebagian beroperasi melalui standar internal dan reaksi untuk mengevaluasi perilaku diri sendiri. Standar internal yang berfungsi sebagai dasar untuk mengatur perilaku individu memiliki stabilitas atau kemantapan yang lebih besar. Individu tidak cepat berubah menyangkut apa yang dia anggap benar atau salah, baik atau buruk.
Ketika mengadopsi standar moralitas, individu memiliki mekanisme sanksi internal atas tindakan melanggar standar pribadi. Pelaksanaan kebebasan moral memiliki dua aspek, pengekangan dengan menahan diri berperilaku tidak manusiawi dan proaktif dengan berperilaku manusiawi.
3.      Kemampuan Refleksi-Diri (Self-Reflective)
Kemampuan merefleksikan diri merupakan atribut lain manusia yang menonjol dalam teori kognitif sosial. Individu bukan hanya agen tindakan tetapi juga menguji dirinya sendiri (self examiners). Ketika melakukan verifikasi yang melibatkan refleksi diri, individu menghasilkan ide-ide serta bertindak terhadap ide tersebut, atau memrediksi kejadian. Empat cara verifikasi pemikiran, yaitu enactive atau kemampuan untuk menetapkan sesuatu, vicarious seolah-olah mengalami sendiri, sosial, dan logis. Verifikasi enactive bergantung pada kesesuaian pikiran individu dan tindakan yang dilakukan. Dalam verifikasi vicarious, individu mengamati transaksi individu lain dengan lingkungan dan efek yang dihasilkan mengonfirmasi kebenaran pemikirannya. Dalam verifikasi sosial, individu menguji pandangannya menggunakan apa yang dipercayai orang lain. Dalam verifikasi logis, individu memeriksa kesalahan-kesalahan pemikiran mereka dengan menyimpulkan dari pengetahuan.
4.      Kemampuan Memosisikan Sebagai Orang Lain (Vicarious)
Teori-teori psikologis secara tradisional menekankan belajar melalui efek dari tindakan orang lain. Hampir semua perilaku, kognitif, dan afektif belajar dari pengalaman langsung dapat dicapai dengan cara vicarious atau mengamati tindakan individu-individu lain dan konsekuensinya bagi mereka. Pembelajaran sosial banyak terjadi dari lingkungan terdekat seseorang. Namun, informasi tentang nilai-nilai kemanusiaan, gaya berpikir, dan pola perilaku juga diperoleh dari simbol-simbol dari media massa.  Akibatnya, konsepsi tentang realitas dipengaruhi pengalaman vicarious melalui apa yang mereka lihat, dengar, dan baca, tanpa koreksi melalui pengalaman langsung. Semakin besar ketergantungan individu mengenai realitas pada simbol media massa, semakin besar adalah dampak sosialnya.
a.       Mekanisme Mengatur Pembelajaran Observasi
Pembelajaran observasional diatur oleh empat subfungsi, yang diringkas dalam Gambar 6. Subfungsi pertama, proses perhatian menentukan seleksi apa yang diamati dalam pengaruh dan informasi apa yang diambil dari kejadian yang sedang berlangsung. Sejumlah faktor memengaruhi eksplorasi dan pemahaman, seperti keterampilan kognitif, prasangka, dan preferensi nilai yang dianut oleh pengamat. Begitu pula, salience (tanda yang penting atau menonjol), daya tarik, dan nilai fungsional dari kejadian.
b.      Abstraksi Model
Modeling bukan hanya proses meniru perilaku. Modeling juga berpengaruh menyampaikan aturan untuk perilaku secara umum dan inovatif. Pengaturan nilai dan tindakan diatur berbeda untuk mewujudkan aturan dasar yang sama. Sebagai contoh, model mungkin menghadapi konflik moral yang berbeda tetapi menerapkan standar moral yang sama. Dalam bentuk ini lebih tinggi dari abstraksi model, pengamat mengambil aturan yang mengatur penilaian atau tindakan tertentu yang ditunjukkan oleh orang lain. Setelah mempelajari aturan, mereka dapat menggunakannya untuk menilai atau menyimpulkan kejadian perilaku baru melampaui apa yang pernah mereka lihat atau dengar.
c.       Efek Motivasi
Melihat tindakan orang lain mendapatkan hasil yang diinginkan dapat memunculkan harapan yang berfungsi insentif positif, sedangkan hasil yang tidak dinginkan dapat memunculkan harapan yang berfungsi sebagai insentif negatif atau disinsentif. Hasil yang sama dapat berfungsi sebagai hadiah atau hukuman tergantung pada perbandingan sosial antara hasil yang diamati dan pengalaman secara pribadi. Sebagai contoh, kenaikan gaji yang sama memiliki valensi negatif bagi orang-orang yang telah bekerja keras, tapi valensi positif pada orang yang kurang bekerja keras.
Perilaku transgresif diatur oleh dua sumber utama sanksi, yaitu sanksi sosial dan sanksi diri. Kedua mekanisme kendali beroperasi anticipatorily. Penggambaran media massa dapat mengubah sanksi sosial. Misalnya, agresi televisi sering dicontohkan dengan cara-cara yang cenderung melemahkan pengekangan atas perilaku agresif. Dalam representasi televisi perselisihan manusia, agresi fisik adalah solusi yang lebih disukai untuk konflik antar pribadi; ini diterima dan relatif sukses; dan ada sanksi sosial dari superhero yang menang atas kejahatan dengan cara-cara kekerasan. Penggambaran itu melegitimasi, mengagungkan, dan meremehkan kekerasan manusia.
5.      Konstruksi Sosial Realitas
Representasi televisi terhadap realitas sosial mencerminkan ideologis dalam penggambaran atas sifat manusia, hubungan sosial, dan norma-norma serta struktur masyarakat (Adoni & Mane, 1984; Gerbner, 1972). Terpaan berat untuk dunia simbolik ini akhirnya membuat citra televisi nampak otentik untuk urusan manusia. Televisi membentuk pandangan manusia terhadap realitas kepercayaan dan konsep akibat penekanan atau penayangan simbol-simbol tertentu.
Beberapa perselisihan tentang yang mewakili teori kultivasi telah muncul terhadap hasil temuan dari studi korelasional dengan menggunakan indeks global yang didasarkan pada seberapa lama menonton televisi (Gerbner, Gross, Morgan & Signorielli, 1981; Hirsch, 1980). Penggambaran media cetak juga membentuk konsepsi sosial yang serupa. Penggambaran melalui pesan ini bisa mengakibatkan miskonsepsi sosial mengenai pekerjaan, kelompok etnis minoritas, usia, aturan gender, dan aspek kehidupan lainnya yang dikultivasi melalui simbolisasi stereotype.
6.      Dorongan Sosial Terhadap Perilaku Manusia
Tindakan orang lain juga dapat berfungsi sebagai petunjuk sosial untuk perilaku yang dipelajari sebelumnya bahwa pengamat dapat melakukan tetapi belum melakukannya karena belum cukup dibujuk, bukan karena pembatasan. Efek dorongan sosial dibedakan dari pembelajaran observasional dan kurangnya pengendalian diri karena tidak ada perilaku baru yang diakuisisi, dan proses kekurangan pengendalian diri tidak terlibat karena perilaku elisitasi (berkelompok) secara sosial dapat diterima dan tidak dibebani oleh pembatasan.
Pengaruh model dalam mengaktifkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku orang lain banyak didokumentasikan baik pada laboratorium dan studi lapangan (Bandura, 1986). Dengan demikian, jenis model yang mendominasi dalam lingkungan sosial sebagian menentukan kualitas manusia, di antara banyak alternatif, secara selektif diaktifkan.
7.      Arus Pengaruh Dual-Link Versus Banyak Pola
Mode yang berbeda dari pengaruh manusia terlalu beragam untuk memiliki jalur tetap dari pengaruh atau kekuatan. Kebanyakan perilaku adalah hasil dari beberapa faktor penentu yang beroperasi. Dalam kasus perilaku yang tidak khas, biasanya dihasilkan oleh konstelasi penentu yang unik, sehingga jika salah satu dari mereka tidak hadir maka perilaku tidak akan terjadi. Tergantung pada kualitas dan koeksistensi penentu lainnya, pengaruh media yang mungkin subordinat, sama, atau lebih besar daripada pengaruh nonmedia.
Watt dan Van Den Berg (1978) menguji beberapa teori alternatif tentang bagaimana media komunikasi berhubungan dengan sikap dan perilaku masyarakat. Penjelasan pembanding termasuk konsepsi bahwa media mempengaruhi orang secara langsung; media mempengaruhi opinion leaders yang kemudian mengafeksi orang lain; media tidak memiliki efek yang independen; media membentuk agenda pulik untuk diskusi dengan mendesain apa yang penting namun tidak mempengaruhi publik; dan akhirnya, media hanya merefleksikan sikap dan perilaku publik daripada membentuk mereka.
8.      Difusi Sosial Melalui Model Simbolik
Diskusi sebelumnya banyak membahas model pada tingkat individu. Sebelumnya juga dicatat, bahwa keunikan dari model ini adalah mampunya ia mengantarkan informasi terbatas yang beragam ke banyak orang secara simultan melalui medium model simbolik. Kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi komunikasi mengubah karakter, cakupan, kecepatan dan lokus (area) dari pengaruh manusia (Bandura, 2001b). Teknologi yang berkembang secara radikal inilah yang mengubah proses penyebaran (difusi) sosial. Video memungkinkan satelit telekomunikasi menjadi “kendaraan” yang sangat penting dalam menyebarkan simbol-simbol. Praktik-praktik sosial tidak hanya secara luas disebarkan melalui masyarakat, tetapi ide, nilai-nilai, dan perilaku juga dimodelkan secara mendunia.
a.       Difusi Model Determinan
Pemodelan simbolik biasanya berfungsi sebagai pengantar yang penting dari inovasi kepada area yang luas dan berpencar. Hal ini khususnya terjadi pada tingkat awal dari penyebaran. Koran, majalah, radio dan televisi memberikan informasi kepada masyrakat tentang berita, risiko dan keuntungan. Ditambah, internet memungkinkan akses komunikasi yang instan ke seluruh dunia. Adopter awal, adalah mereka yang memiliki akses yang cukup baik terhadap sumber media dan informasi.
b.      Adoption Determinants
Faktor-faktor yang menentukan individu untuk mengadopsi sebuah perilaku Insentif yang diperoleh dari perilaku tersebut, baik secara material, sosial, maupun hasil evaluasi diri. Adanya keinginan untuk memperoleh apresiasi sosial dan dorongan status. Seorang individu tidak mutlak mengadopsi nilai-nilai dari luar, tetapi juga mengolah dan menyesuaikan dengan konsep diri mereka.

E.     TRIADIC RECIPROCAI CAUSATION
Kita melihat Skinner meyakini bahwa perilaku adalah fungsi dari lingkungan, yaitu perilaku utamanya dapat berasal dari dorongan di luar diri seseorang. Ketika kemungkinan dalam lingkungan berubah, maka perilaku berubah. Akan tetapi, apa yang memunculkan perubahan dalam lingkungan? Skinner mengedepankan bahwa perilaku manusia dapat memberikan suatu bentuk kontrol balik terhadap lingkungan» namun ia bersikeras bahwa, dalam analisis final, perilaku ditentukan oleh lingkungan. Pakar teori lainnya, seperti Gordon Allport (Bab 13) dan Hans Eysenck (Bab 14) menekankan pentingnya sifat atau disposisi personal dalam pembentukan perilaku. Secara umum, para pakar teori ini memegang prinsip bahwa faktor pribadi berinteraksi dengan lingkungan untuk membentuk perilaku.
1.      Sebuah Contoh Triadic Reciprocal Causation
Perhatikan contoh triadic reciprocal causation berikut Seorang anak memohon pada ayahnya untuk memberikannya potongan kue yang kedua, yang berdasarkan sudut pandang ayahnya, adalah suatu kejadian dalam lingkungan. Apabila sang ayah secara otomatis (tanpa berpilar) memberikan potongan kue kedua pada anaknya, maka keduanya akan mengondisikan perilaku satu sama lain berdasarkan logika dari Skinner. Perilaku sang ayah akan dikontrol oleh lingkungannya; namun perilakunya kemudian akan mempunyai efek kontrol balik terhadap lingkungannya, yaitu anaknya. Akan tetapi, dalam teori Bandura, sang ayah mampu berpikir mengenai konsekuensi dari memberikan atau tidak menghiraukan perilaku anaknya. Ia mungkin dapat berpikir, "Apabila saya memberikan potongan kue yang kedua, ia akan berhenti menangis untuk sementara, namun di masa depan, ia mungkin akan tetap bertahan sampai saya menyerah padanya. Oleh karena itu, saya tidak akan memberikan kue yang kedua". Oleh karena itu, sang ayah mempunyai dampak, baik pada lingkungannya (anaknya) maupun perilakunya sendiri (menolak permohonan anaknya). Selanjutnya, perilaku anak (lingkungan sang ayah) akan membantu membentuk kognisi dan perilaku sang ayah. Apabila anaknya berhenti meminta, sang ayah mungkin akan mempunyai pikiran yang lain. Misalnya, ia mungkin akan mengevaluasi perilakunya dengan berpikir, "Saya adalah ayah yang baik karena saya melakukan hal yang benar." Perubahan dalam lingkungan juga membiarkan sang ayah melakukan perilaku yang berbeda. Oleh karena itu, perilaku berikutnya akan ditentukan sebagian oleh interaksi timbal-balik dari lingkungan, kognisi, dan perilakunya.
2.      Pertemuan secara Kebetulan dan Peristiwa Tidak Disengaja
Walaupun manusia dapat dan benar-benar melakukan sejumlah kontrol terhadap hidupnya, mereka tidak dapat memprediksikan atau mengantisipasi semua kemungkinan atas perubahan lingkungan. Bandura adalah satu satunya pakar teori kepribadian yang dengan serius memperhitungkan pentingnya kemungkinan dari pertemuan yang kebetulan dan peristiwa yang tidak disengaja.
Bandura (1998a) mendefinisikan pertemuan yang kebetulan sebagai "pertemuan yang tidak sengaja dari orang-orang yang tidak saling mengenal satu sama lain" (hlm. 95). Kejadian yang tidak disengaja adalah pengalaman dari lingkungan yang tidak terduga dan tidak disengaja. Kehidupan sehari-hari manusia dipengaruhi dalam kadar yang besar atau kecil oleh orang-orang yang kebetulan mereka temui dan oleh peristiwa-peristiwa acak yang tidak dapat mereka prediksikan. Pasangan hidup seseorang, pekerjaan, dan tempat tinggal kemungkinan besar merupakan hasil dari pertemuan yang tidak disengaja, yang tidak direncanakan dan tidak terduga.

F.     AGEN MANUSIA
Teori kognisi sosial mengambil sudut pandang yang bersifat agensi terhadap kepribadian, yaitu manusia mempunyai kapasitas untuk melakukan kontrol atas hidup mereka (2002b). Agen manusia adalah esensi dari kemanusiaan. Bandura (2001) yakin bahwa manusia bersifat meregulasi diri sendiri, proaktif, merefleksikan diri, dan dapat mengatur diri sendiri serta mempunyai kekuatan untuk memengaruhi tindakan mereka sendiri untuk menghasilkan konsekuensi yang diinginkan. Agensi manusia tidak berarti  bahwa manusia mempunyai suatu homuncolus yaitu suatu agen otonom yang membuat keputusan yang konsisten dengan pandangan mereka terhadap diri. Tidak juga berarti bahwa manusia bereaksi secara otomatis terhadap peristiwa eksternal dan internal Agen manusia bukanlah suatu benda, melainkan proses aktif dari mengeksplorasi, memanipulasi, dan memengaruhi lingkungannya untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan.
1.      Apek-aspek Inti Agen Manusia
Bandura (2001,2004) mendiskusikan empat aspek inti dari agensi manusia: intensionalitas, visi, reaktivitas diri, dan refleksi diri.
Intensionalitas merujuk kepada tindakan yang dilakukan seseorang secara bertujuan. Suatu intensi meliputi adanya perencanaan, tetapi juga meliputi tindakan, “Hal tersebut tidak hanya sebuah ekspektasi atau prediksi mengenai tindakan di masa depan, namun juga komitmen yang proaktif untuk mewujudkannya” (2001, hlm. 6). Intensionalitas tidak berarti bahwa semua rencana seseorang dapat membuahkan hasil Manusia terus mengubah rencana mereka saat menyadari konsekuensi dari tindakan mereka.
Manusia juga mempunyai visi untuk dapat menentukan tujuan, mengantisipasi kemungkinan hasil dari tindakan mereka, dan memilih perilaku yang akan menghasilkan pencapaian yang diinginkan dan menghindari yang tidak diinginkan. Visi memberikan manusia kemampuan untuk membebaskan diri dari kungkungan lingkungan. Apabila perilaku sepenuhnya merupakan fungsi dari lingkungan, maka perilaku akan lebih bervariasi dan tidak konsisten karena kita akan terus bereaksi terhadap beragam stimulus lingkungan. “Apabila suatu tindakan ditentukan hanya oleh penghargaan dan hukuman yang bersifat eksternal, maka manusia akan berperilaku selayaknya penunjuk angin” (Bandura, 1986, hlm. 335). Akan tetapi, manusia tidak berperilaku layaknya penunjuk angin, "selalu berganti arah untuk menyesuaikan diri dengan apa pun pengaruh yang kebetulan mengintervensi mereka saat itu" (Bandura, 2001, hlm. 7).
2.      Efikasi Diri
Bagaimana manusia bertindak dalam suatu situasi bergantung pada hubungan timbal-balik dari perilaku, lingkungan, dan kondisi kognitif, terutama faktor-faktor kognitif yang berhubungan dengan keyakinan bahwa mereka mampu atau tidak mampu melakukan suatu perilaku yang di perlukan untuk menghasilka pencapaian yang diinginkan dalam suatu situasi. Dalam model triadic reciprocal causal yang mempostulasikan bahwa lingkungan,perilaku, dan manusia mempunyai pengaruh yang interaktif terhadap satu sama lain, efikasi diri merujuk pada faktor manusia.

a.       Apakah Itu Efikasi Diri?
Efikasi diri bukan merupakan ekspektasi dari hasil tindakan kita. Bandura (1986, 1997) membedakan antara ekspektasi mengenai efikasi dan ekspektasi mengenai hasil Efikasi merujuk pada keyakinan diri seseorang bahwa orang tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan suatu perilaku, sementara ekspektasi atas hasil merujuk pada prediksi dari kemungkinan mengenai konsekuensi perilaku tersebut. Hasil tidak boleh digabungkan dengan keberhasilan dalam melakukan perilaku tersebut; hasil merujuk pada konsekuensi dari perilaku, bukan penyelesaian melakukan tindakan tersebut Sebagai contoh, seorang pelamar kerja harus mempunyai kepercayaan diri bahwa dia dapat memberikan performa yang baik saat melakukan wawancara kerja, mempunyai kemampuan untuk menjawab berbagai kemungkinan pertanyaan, tetap santai dan terkontrol, serta menunjukkan perilaku bersahabat dengan kadar yang tepat Oleh karena itu, dia mempunyai efikasi diri yang tinggi mengenai wawancara keria.
b.      Hal-hal yang Memengaruhi Efikasi Diri
Efikasi personal didapatkan, ditingkatkan, atau berkurang melalui salah satu atau kombinasi dari empat sumber: (1) pengalaman menguasai sesuatu {mastery experiences),, (2) modeling sosial, (3) persuasi sosial, serta (4) kondisi fisik dan emosional (Bandura, 1997). Dengan setiap metodenya, informasi mengenai diri sendiri dan lingkungan akan diproses secara kognitif dan bersama-sama dengan kumpulan pengalaman sebelumnya, akan mengubah persepsi mengenai efikasi diri.
Pengalaman Menguasai Sesuatu Sumber yang paling berpengaruh dari efikasi diri adalah pengalaman menguasai sesuatu, yaitu performa masa lalu (Bandura, 1997). Secara umum, performa yang berhasil akan meningkatkan ekspektasi mengenai kemampuan; kegagalan cenderung akan menurunkan hal tersebut Pernyataan umum ini mempunyai enam dampak. Pertama, performa yang berhasil akan meningkatkan efikasi diri secara proporsional dengan kesulitan dari tugas tersebut. Pemain tenis dengan keterampilan yang tinggi akan mengalami peningkatan efikasi diri yang sedikit saat mengalahkan lawan yang jelas-jelas inferior, tetapi pemain tersebut akan lebih mengalami peningkatan efikasi diri dengan menunjukkan performa yang baik menghadapi lawan yang lebih superior. Kedua, tugas yang dapat diselesaikan dengan baik oleh diri sendiri akan lebih efektif daripada yang diselesaikan dengan bantuan dari orang lain. Dalam olahraga, pencapaian dalam tim tidak meningkatkan efikasi personal daripada pencapaian individu. Ketiga, kegagalan sangat mungkin untuk menurunkan efikasi saat mereka tahu bahwa mereka telah memberikan usaha terbaik mereka. Kegagalan yang terjadi ketika kita tidak sepenuhnya berusaha, tidak lebih memengaruhi efikasi dibandingkan kegagalan saat kita memberikan usaha terbaik kita. Keempat, kegagalan dalam kondisi rangsangan atau tekanan emosi yang tinggi tidak terlalu merugikan diri dibandingkan kegagalan dalam kondisi maksimal Kelima, kegagalan sebelum mengukuhkan rasa menguasai sesuatu akan lebih berpengaruh buruk pada rasa efikasi diri daripada kegagalan setelannya. Dampak keenam dan yang berhubungan adalah kegagalan yang terjadi kadang-kadang mempunyai dampak yang sedikit terhadap efikasi diri, terutama pada mereka yang mempunyai ekspektasi yang tinggi terhadap kesuksesan.
Modeling Sosial Sumber kedua dari efikasi diri adalah modeling sosial, yaitu vicarious experiertces. Efikasi diri meningkat saat kita mengobservasi pencapaian orang lain yang mempunyai kompetensi yang setara, namun akan berkurang saat kita melihat rekan sebaya kita gagal Saat orang lain tersebut berbeda dari kita, modeling sosial akan mempunyai efek yang sedikit dalam efikasi diri kita* Seorang pengecut tua yang tidak aktif yang melihat seorang pemain sirkus muda yang aktif dan pemberani berhasil berjalan di atas tambang tinggi, akan diragukan untuk mempunyai peningkatan ekspektasi dalam melakukan ulang ha) tersebut
Secara umum, dampak dari modeling sosial tidak sekuat dampak yang diberikan oleh performa pribadi dalam meningkatkan level efikasi diri, tetapi dapat mempunyai dampak yang kuat saat memperhatikan penurunan efikasi diri. Melihat seorang perenang dengan kemampuan yang setara gagal untuk melewati sungai yang bergejolak akan membuat orang yang mengobservasi mengurungkan niat untuk melakukan hal yang sama. Dampak dari pengalaman tidak langsung ini, bahkan mungkin dapat bertahan seumur hidup.
Persuasi Sosial Efikasi diri dapat juga diperoleh atau dilemahkan melalui persuasi sosial (Bandura, 1997). Dampak dari sumber ini cukup terbatas, tetapi di bawah kondisi yang tepat, persuasi dari orang lain dapat meningkatkan atau menurunkan efikasi diri Kondisi pertama adalah bahwa orang tersebut harus memercayai pihak yang melakukan persuasi Kata-kata atau kritik dari sumber yang terpercaya mempunyai daya yang lebih efektif dibandingkan dengan hal yang sama dari sumber yang tidak terpercaya. Meningkatkan efikasi diri melalui persuasi sosial dapat menjadi efektif hanya bila kegiatan yang ingin didukung untuk dicoba berada dalam jangkauan perilaku seseorang. Sebanyak apa pun persuasi verbal dari orang lain tidak dapat mengubah penilaian seseorang mengenai kemampuan dirinya untuk berlari 100 meter dalam waktu di bawah 8 detik.
Bandura (1986) berhipotesis bahwa daya yang lebih efektif dari sugesti berhubungan langsung dengan status dan otoritas yang dipersepsikan dari orang yang melakukan persuasi. Status dan otoritas tentu saja tidak identik. Sebagai contoh, saran dari seorang psikoterapis kepada pasien fobia bahwa mereka dapat naik ke dalam lift yang penuh, akan lebih mungkin meningkatkan efikasi diri daripada dukungan dari pasangan atau anak seseorang. Akan tetapi, apabila psikoterapis yang sama memberitahukan pasien-pasien bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk mengganti saklar lampu yang rusak, pasien ini mungkin tidak akan mendapatkan peningkatan efikasi diri kegiatan Ini Selain itu, persuasi sosial juga paling efektif saat dikombinasikan dengan performa yang sukses. Persuasi dapat meyakinkan seseorang untuk berusaha dalam suatu kegiatan dan apabila performa yang dilakukan sukses baik pencapaian tersebut maupun penghargaan verbal yang mengikutinya akan meningkatkan efikasi di masa depan.
Kondisi fisik dan emosional Sumber terakhir dari efikasi adalah kondisi fisiologis dan emosional dari seseorang (Bandura, 1997). Emosi yang kuat biasanya alun mengurangi performa saat seseorang mengalami ketakutan yang kuat. kecemasan akut, atau tingkat stres yang  tinggi kemungkinan akan mempunyai ekpektasi efikasi yang rendah.
3.      Agen Proxy
Proxy meliputi kontrol yang tidak langsung atas kondisi sosial yang dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari. Bandura (2001) mengatakan bahwa "tidak ada orang yang mempunyai waktu, energi, dan sumber daya untuk dapat menguasai semua aspek kehidupan sehari-hari Untuk dapat berfungsi dengan sukses, seharusnya melibatkan kombinasi ketergantungan pada agen proxy dalam beberapa area fungsi" (hlm. 13). Dalam masyarakat Amerika modern, manusia akan mendekati keputusasaan apabila hanya bergantung pada pencapaian pribadi untuk dapat mengelola hidupnya. Kebanyakan orang tidak mempunyai efikasi personal untuk memperbaiki pendingin ruangan, kamera, atau mobil mereka. Akan tetapi, melalui agen proxy, mereka akan dapat mencapai tujuan dengan bergantung pada orang lain untuk memperbaiki objek-objek tersebut Manusia berusaha untuk mengubah kehidupan mereka sehari-hari dengan menghubungi representasi mereka dalam kongres atau orang-orang berpengaruh lainnya; mencari mentor yang dapat membantu mereka belajar keterampilan yang berguna; menyewa tetangga yang masih muda untuk memotong rumput halaman mereka; bergantung pada layanan berita internasional untuk mengetahui kejadian-kejadian yang baru terjadi; mempertahankan pengacara mereka untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum mereka; dan lain sebagainya.
Akan tetapi, proxy mempunyai sisi kelemahan. Dengan bergantung terlalu banyak terhadap kompetensi dan kekuatan orang lain, seseorang dapat mengurangi efikasi pribadi dan kolektif mereka. Seseorang dapat menjadi bergantung terhadap pasangannya untuk merawat dan mengatur rumah tangga; anak-anak berusia remaja akhir atau dewasa muda dapat berharap orang tua mereka untuk merawat mereka; dan penduduk dapat mulai bergantung pada pemerintah untuk menyediakan kebutuhan hidup mereka.
4.      Efikasi Kolektif
Bentuk ketiga dari agen manusia adalah efikasi kolektif. Bandura (2000) mendefinisikan efikasi kolektif sebagai "keyakinan yang dimiliki manusia mengenai efikasi kolektif mereka untuk mencapai hasil yang diinginkan" (him. 75). Dengan perkataan lain, efikasi kolektif adalah kepercayaan orang-orang bahwa usaha mereka bersama akan membawa suatu pencapaian kelompok Bandura (2000) mengajukan dua teknik untuk mengukur efikasi kolektif Pendekatan pertama adalah dengan mengombinasikan evaluasi individual dari dua anggota mengenai kemampuan pribadi mereka untuk melakukan perilaku yang dapat menguntungkan kelompok. Sebagai contoh, para aktor dalam suatu drama akan mempunyai efikasi kolektif yang tinggi apabila mempunyai keyakinan terhadap kemampuan pribadi mereka untuk dapat memainkan peranan dengan baik. Pendekatan kedua yang diajukan oleh Bandura adalah untuk mengukur kepercayaan yang dimiliki setiap orang mengenai kemampuan kelompok untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Sebagai contoh, para pemain bisbol mungkin memiliki kepercayaan yang rendah terhadap masing-masing rekan satu timnya, namun memiliki kepercayaan yang tinggi bahwa tim mereka akan memberikan performa yang cukup baik Kedua pendekatan yang sedikit berbeda atas efikasi kolektif ini memerlukan teknik pengukuran yang berbeda.

G.    REGULASI DIRI
Saat manusia mempunyai efikasi diri yang tinggi, yakin terhadap ketergantungan mereka akan proxy-proxy, dan mempunyai efikasi kolektif yang solid, mereka akan mempunyai kapasitas yang baik untuk dapat meregulasi perilaku mereka. Bandura (1994) yakin bahwa manusia menggunakan strategi proaktif maupun reaktif untuk melakukan regulasi diri Hal tersebut berarti bahwa mereka secara reafaif berusaha untuk mengurangi perbedaan antara pencapaian dan tujuan mereka; tetapi setelah mereka dapat menutupi perbedaan tersebut, mereka secara proaktif akan menentukan tujuan yang baru dan lebih tinggi untuk diri mereka sendiri. "Manusia memotivasi dan mengarahkan tindakan mereka melalui kontrol proaktif dengan membuat tujuan yang bernilai, yang dapat menciptakan suatu keadaan yang disekuilibrium, dan kemudian menggerakkan kemampuan serta usaha mereka berdasarkan estimasi yang bersifat antisipatif mengenai apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut* (him. 63). Pendirian bahwa manusia mencari suatu kondisi disekuilibrium serupa dengan keyakinan Gordon Allport bahwa manusia dapat termotivasi untuk menciptakan ketegangan sebanyak usaha mereka untuk menguranginya (lihat Bab 13).
Proses apa yang berkontribusi terhadap regulasi diri? Pertama, manusia mempunyai kemampuan yang terbatas untuk dapat memanipulasi faktor eksternal yang memberikan input terhadap paradigma interaktif timbal-balik. Kedua, manusia mampu untuk memonitor perilaku mereka dan mengevaluasi hal tersebut dalam konteks tujuan yang dekat dan jauh. Oleh karena itu, perilaku muncul dari pengaruh timbal-balik antara faktor internal dan eksternal.
1.      Faktor-faktor Eksternal Regulasi Diri
Faktor-faktor eksternal memengaruhi regulasi diri setidaknya dalam dua cara. Pertama, faktor-faktor tersebut memberikan kita suatu standar untuk mengevaluasi perilaku kita. Standar tersebut tidak muncul hanya dari dorongan internal. Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh personal, membentuk standar individual untuk evaluasi Untuk prinsip dasar» kita belajar dari orang tua dan guru-guru mengenai nilai kejujuran dan perilaku bersahabat; melalui pengalaman pribadi, kita belajar untuk menempatkan nilai yang lebih untuk berada dalam kondisi yang kering dan hangat daripada dingin dan basah; serta melalui observasi terhadap orang lain, kita membentuk berbagai standar untuk mengevaluasi perfoma diri Dari setiap contoh tersebut» faktor personal memengaruhi apa saja standar yang akan kita pelajari» tetapi dorongan dari lingkungan juga memiliki peranan.
2.      Faktor-faktor Internal Regulasi Diri
Faktor-faktor eksternal berinteraksi dengan faktor-faktor internal atau pribadi dalam regulasi diri. Bandura (1986, 1996) menyebutkan tiga kebutuhan internal dalam proses melakukan regulasi diri yang terus menerus; yaitu (1) observasi diri, (2) proses penilaian, dan (3) reaksi diri.
a.       Observasi diri
Faktor internal pertama dalam regulasi diri adalah observasi diri dari performa. Kita harus dapat memonitor performa kita walaupun perhatian yang kita berikan padanya belum tentu tuntas ataupun akurat Kita harus memberikan perhatian secara selektif terhadap beberapa aspek dari perilaku kita dan melupakan yang lainnya dengan sepenuhnya. Apa yang kita observasi bergantung pada minat dan konsepsi diri lainnya yang sudah ada sebelumnya. Dalam situasi yang melibatkan suatu pencapaian, seperti melukis suatu gambar, bermain suatu permainan, atau mengerjakan suatu ujian, kita memperhatikan kualitas, kuantitas, kecepatan, dan orisinalitas dari pekerjaan kita. Dalam situasi interpersonal, seperti bertemu dengan kenalan baru atau melaporkan suatu kejadian, kita akan memonitor kemampuan b ersosiaiiasi dan moralitas dari perilaku kita.


b.      Proses Penilaian
Observasi diri sendui tidak memberikan dasar yang cukup untuk dapat meregulasi perilaku. Kita juga harus mengevaluasi performa kita. Proses kedua, proses penilaian, membantu kita meregulasi perilaku kita melalui proses mediasi kognitif. Kita tidak hanya mampu untuk menyadari diri kita secara reflektif, tetapi juga menilai seberapa berharga tindakan kita berdasarkan tujuan yang telah kita buat untuk diri kita.
c.       Reaksi Diri
Faktor internal ketiga dan terakhir dalam regulasi diri adalah reaksi diri. Manusia berespons secara positif dan negatif terhadap perilaku mereka bergantung pada bagaimana perilaku tersebut memenuhi standar personal mereka. Manusia mencintakan insentif untuk tindakan mereka melalui penguatan diri atau hukuman diri Sebagai contoh, seorang murid yang rajin yang telah menyelesaikan suatu tugas bacaan dapat membelikan penghargaan pada dirinya sendiri dengan menonton program televisi favoritnya.
3.      Regulasi Diri Melalui Agen Moral
Manusia juga meregulasi tindakan mereka melalui standar moral dari perilaku. Bandura (1999a) melihat agen moral mempunyai dua aspek: (1) tidak menyakiti orang lain dan (2) membantu orang lain secara proaktif. Mekanisme regulasi diri kita tidak memengaruhi orang lain sampai kita bertindak sesuatu pada mereka. Kita tidak mempunyai agen kontrol internal yang otomatis, seperti kesadaran atau superego, yang dengan konsisten mengarahkan perilaku kita terhadap nilai-nilai yang konsisten dengan moral Bandura (2002a) bersikeras bahwa prinsip moral dapat memprediksikan perilaku moral hanya apabila prinsip tersebut diubah menjadi tindakan. Dengan perkataan lain, pengaruh regulasi diri tidak terjadi secara otomatis, namun berfungsi hanya apabila mereka diaktifkan, suara konsep yang disebut Bandura sebagai aktivasi selektif.

a.       Mendefinisikan Ulang Perilaku
Dengan mendefinisikan tiang suatu perilaku, orang menjustifikasi suatu perilaku yang salah dengan melakukan restrukturisasi kognitif, yang membuat mereka mampu meminimalisasi atau lepas dari tanggung jawab. Mereka dapat melepaskan diri dari tanggung jawab perilaku mereka melalui setidaknya tiga teknik (lihat kotak yang berada di kiri atas pada Figur 16.2).
Metode pertama adalah justifikasi moral, yaitu perilaku yang salah dibuat seolah-olah dapat dibela ataupun malah menjadi terlihat benar. Bandura (1986) mengutip contoh dari pahlawan Perang Dunia I, Sersan Alvin York, sebagai penentang yang keras, yakni bahwa membunuh salah secara moral. Setelah kepala batalionnya mengutip dari Alkitab mengenai kondisi-kondisi ketika membunuh dapat dijustifikasi secara moral dan setelah memanjatkan doa yang panjang, York kemudian yakin bahwa membunuh tentara musuh dapat dibela secara moral. Mengikuti pendefinisian ulangnya terhadap konsep membunuh, York kemudian membunuh dan menangkap lebih dari 100 tentara Jerman dan akhirnya menjadi salah satu pahlawan perang terbaik dalam sejarah Amerika.
b.      Tidak Menghiraukan ataupun Mendistorsi Konsekuensi dari Perilaku
Metode kedua menghindari tanggung jawab meliputi mendistorsi atau mengaburkan hubungan antara perilaku dan konsekuensi merusak dari hal tersebut (lihat kotak yang berada di bagian atas tengah Figur 16.2). Bandura (1986,1999a) mengenali setidaknya tiga teknik dari melakukan distorsi atau mengaburkan konsekuensi buruk dari tindakan seseorang. Pertama, manusia dapat meminimalisasi konsekuensi dari perilaku mereka. Sebagai contoh, seorang pengemudi menerobos lampu merah dan menabrak seorang pejalan kaki. Saat pihak yang terluka tergeletak di trotoar, tidak sadarkan diri dan mengalami pendarahan, pengemudi tersebut berkata, “Cederanya tidak terlalu parah, la akan baik-baik saja.”
Kedua, manusia dapat tidak menghiraukan konsekuensi dari tindakannya, saat mereka tidak dapat secara langsung melihat dampak buruk perilaku mereka. Pada masa perang, pimpinan negara dan para jenderal tentara sering kali tidak melihat seluruh kerusakan dan kematian yang dihasilkan oleh keputusan mereka.
c.       Dehumanisasi atau Menyalahkan Korban
Ketiga, manusia dapat mengaburkan tanggung jawab atas tindakan mereka dengan melakukan dehumanisasi atas korban atau mengatribusikan kesalahan pada mereka (lihat kotak di bagian atas kanan Figur 16.2). Pada masa perang, manusia sering melihat musuh tidak sebagai manusia sepenuhnya, sehingga mereka tidak perlu merasa bersalah untuk membunuh tentara musuh. Pada masa-masa yang berbeda sepanjang sejarah AS, orang-orang Yahudi, Afrika-Amerika, Hispanik, Indian, Asia-Amerika, homoseksual, dan orang miskin telah menjadi korban yang mengalami dehumanisasi. Orang-orang yang sebetulnya baik, pengertian, dan lembut telah melakukan tindakan-tindakan kekerasan, penghinaan, atau tindakan buruk lainnya terhadap kelompok-kelompok ini untuk dapat menghindari tanggung jawab atas perilaku mereka sendiri.
d.      Memindahkan atau Mengaburkan Tanggung Jawab
Metode keempat melepaskan tindakan dari konsekuensinya adalah dengan memindahkan atau mengaburkan tanggung jawab {lihat kotak di bagian bawah pada Figur 16.2). Dengan melakukan pemindahan, orang dapat meminimalisasi konsekuensi dari tindakannya dengan menempatkan tanggung jawab pada sumber eksternal. Contohnya, seorang pekerja yang mengatakan bahwa pimpinannya yang bertanggung jawab terhadap ketidakefisienan kerjanya, dan seorang mahasiswa yang menyalahkan dosennya atas nilainya yang rendah.
Prosedur terkait adalah dengan mengaburkan tanggung jawab menyebarkannya sehingga tidak ada saru pun orang yang bertanggung jawab. Seorang pegawai negeri sipil dnpat mengaburkan tanggung jawab atas tindakannya kepada keseluruhan birokrasi dengan mengatakan, “Seperti inilah sistem yang bekerja di sini" atau Itu hanyalah suatu kebijakan”.

H.    PERILAKU DIFUNGSI
Konsep Bandura mengenai triadic reciprocal causation mengasumsikan bahwa perilaku dipelajari sebagai hasil interaksi mutual antara (1) manusia, termasuk proses kognisi dan fisiologis; (2) lingkungan, termasuk hubungan interpersonal dan kondisi sosial ekonomi; dan (3) faktor perilaku, termasuk pengalaman terdahulu dengan penguatan. Tidak terkecuali juga dengan perilaku disfungsi. Konsep Bandura atas perilaku disfungsi lebih banyak membahas mengenai reaksi depresif, fobia, dan perilaku agresif.
1.      Depresi
Standar dan tujuan personal yang tinggi dapat berakibat pada pencapaian dan kepuasan diri. Akan tetapi, saat manusia menempatkan suatu tujuan yang terlalu tinggi, mereka memiliki kemungkinan untuk gagal yang lebih tinggi. Kegagalan sering berakibat terhadap depresi, dan orang-orang depresi sering menurunkan nilai pencapaian mereka sendiri Hasilnya adalajb kesedihan kronis, perasaan tidak berharga, perasaan tidak memiliki tujuan, dan depresi yang bertahan. Bandura (1986,1997) yakin bahwa depresi disfungsi dapat terjadi dalam salah satu dari tiga subfungsi regulasi diri: (1) observasi diri, (2) proses penilaian, dan (3) reaksi diri
Pertama, pada saat observasi diri, orang dapat salah dalam menilai perfoma mereka sendiri atau mendistorsi ingatan mereka mengenai pencapaian di masa lalu. Orang-orang depresi cenderung untuk membesar-besarkan kesalahan mereka di masa lalu, dan mengecilkan pencapaian mereka terdahulu, suatu kecenderungan yang akan meningkatkan depresi mereka.
2.      Fobia
Fobia adalah ketakutan yang cukup kuat dan cukup bertahan untuk mempunyai efek yang cukup parah dan melumpuhkan dalam kehidupan sehari-hari seseorang. Sebagai contoh, fobia terhadap ular menahan orang untuk melakukan berbagai pekerjaan dan menikmati berbagai aktivitas rekreasi Fobia dan ketakutan dipelajari melalui kontak langsung, generalisasi yang tidak tepat, dan terutama melalui pengalaman observasi (Bandura, 1986). Mereka sulit untuk dihilangkan karena orang yang mengalami fobia sering kali menghindari objek yang mengancam. Apabila objek yang ditakuti tidak dihadapi, fobia akan bertahan selamanya.
Bandura (1986) mengasumsikan bahwa televisi dan media informasi lainnya menciptakan banyak ketakutan kita. Kasus-kasus pemerkosaan, pencurian bersenjata, atau pembunuhan yang dipublikasikan secara hias dapat meneror suatu komunitas, membuat orang hidup dalam keterbatasan di balik pintu terkunci. Kebanyakan orang tidak pernah diperkosa, dirampok, ataupun dilukai dengan sengaja; tetapi banyak yang hidup dalam ketakutan akan diserang oleh kriminalitas» Undakan kriminal kejam yang terlihat acak dan tidak dapat diprediksikan lebih mungkin untuk meningkatkan reaksi fobia.
3.      Agresi
Perilaku agresif saat terjadi pada titik ekstrem dapat juga menjadi disfungsi Bandura (1986) menyatakan bahwa perilaku agresif didapatkan melalui observasi dari orang lain, pengalaman langsung dengan penguatan negatif dan positif, latihan atau intsruksi, dan keyakinan yang abstrak
I.       TERAPI
Menurut Bandura, perilaku menyimpang muncul atas dasar prinsip pembelajaran kognisi sosial dan bertahan karena, dalam sejumlah cara, terus memenuhi suatu tujuan. Oleh karena itu, perubahan terapeutik menjadi sulit dilakukan karena mengikutsertakan penghilangan beberapa perilaku yang memuaskan untuk seseorang. Sebagai contoh, merokok, makan terlalu banyak* atau minum minuman beralkohol, secara umum mempunyai efek positif pada awalnya, dan konsekuensi jangka panjang yang tidak diinginkan, yang dihasilkan dari kegiatan tersebut tidak cukup untuk membentuk perilaku menghindar.
Tujuan utama dari terapi kognisi sosial adalah regulasi diri (Bandura, 1986). Untuk mencapai tujuan ini, terapis memperkenalkan strategi-strategi yang dirancang untuk memunculkan perubahan perilaku yang spesifik, mengeneralisasi perubahan tersebut dalam kondisi yang berbeda, dan mempertahankan perubahan tersebut dengan menghindari kemungkinan untuk kembali melakukan kegiatan yang sama.
Langkah pertama dari terapi yang berhasil adalah untuk memulai beberapa perubahan dalam perilaku. Sebagai contoh, apabila seorang terapis mampu untuk menghilangkan ketakutan atas ketinggian pada seseorang yang sebelumnya memiliki acrofobia, maka perubahan telah dimunculkan dan orang tersebut tidak akan memiliki ketakutan untuk memanjat tangga setinggi 20 kaki. Tingkatan terapi yang lebih penting adalah untuk mengeneralisasi perubahan spesifik. Sebagai contoh, orang yang acrofobia (takut terhadap ketinggian) tidak hanya dapat menaiki sebuah tangga, tetapi juga mampu untuk naik pesawat atau melihat keluar jendela dari bangunan yang tinggi Beberapa terapis memunculkan perubahan dan memfasilitasi generalisasi, namun seiring berjalannya waktu, dampak dari terapi akan hilang dan orang tersebut dapat kembali menunjukkan perilaku disfungsinya. Kekambuhan ini lebih mungkin terjadi saat seseorang menghilangkan kebiasaan maladaptif, seperti merokok atau makan terlalu banyak. Terapi yang paling efektif mencapai tingkatan ketiga dari pencapaian, yaitu mempertahankan perilaku fungsional yang baru didapatkan.
Bandura (1986) telah mengajukan beberapa pendekatan perawatan dasar. Pendekatan pertama meliputi modeling tidak langsung atau yang bersifat terlihat Orang yang mengobservasi model secara langsung atau rekaman mengenai melakukan suatu kegiatan

J.      RISET TERKAIT
Teori kognisi sosial Albert Bandura terus menghasilkan sejumlah besar penelitian dalam beberapa area psikologi, sedangkan konsep efikasi diri telah memunculkan beberapa ratus studi sendiri dalam satu tahun., Efikasi diri telah diaplikasikan terhadap beragam area, termasuk perfoma akademis, produktivitas kerja, depresi, menghindari keterlantaran, menghadapi terorisme, dan perilaku yang berkaitan dengan kesehatan. Di bawah ini kami telah memilih dua dari berbagai aplikasi yang menarik dari konsep efikasi diri yang diusung Albert Bandura: menghadapi ancaman terorisme dan mengelola penyakit diabetes tipe 2.
1.      Efikasi Diri dan Terorisme
            Terorisme telah lama menjadi ancaman masyarakat modern, tetapi seperti siapa pun yang mengenang 11 September 2001, terorisme telah mencapai level baru dalam hal ancaman dan memunculkan ketakutan pada manusia diseluruh dunia. Psikolog, terutama dalam area-area didunia yang terkena dampak terorisme, telah lama tertarik atas bagaimana seseorang amsuk dalam budaya teroris dan bagaimana manusia tidak bersalah menghadapi ancaman terorisme yang bersifat konstan akan tetapai ketertarikan pada terorisme meningkat pesat setelah 2001, dan baru setelah peristiwa 9/11, sebuah kerangka berfikir mulai muncul ketika beberapa peneliti mulai memperhitungkan bagaimana efikasi diri dapat membantu manusia menghadapi terorisme.
2.      Efikasi Diri dan Diabetes
            Salah satu cara teori kognisi sosial Albert Bandura memberikan dampak yang besar dalam kehidupan sehari-hari seseorang adalah dalam promosi kesehatan dan pencegahan penyakit. Bandura sendiri telah menulis mengenai kegunaan teorinya untuk mendorong, orang agar terlibat dalam perilaku yang sehat, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan, kesehatan, dan hidup yang lebih panjang secara menyeluruh (Bandura, 1998b).
            Baru-baru ini, William Sacco dan kolega (2007) mempelajari konstruk efikasi diri Bandura dan hubungannya dengan penyakit diabetes tipe 2. Diabetes adalah penyakit kronis yang memerlukan pengelolaan yang sangat hati-hati, termasuk pola makan yang.khusus dan rutinitas olahraga. Diabetes menyebabkan orang memiliki berbagai keterbatasan fisik, namun penyakit ini juga diasosiasikan dengan tantangan dalam kesehatan mental. Pada kenyataannya, prevalensi depresi di antara mereka yang menderita diabetes dua kali lebih banyak daripada populasi umum (Anderson, Freedland, Clouse, & Lustman, 2001). Salah satu sifat yang menonjol dari depresi adalah kurangnya motivasi dan, dengan diet yang ketat serta pola olahraga yang harus diikuti oleh pasien diabetes, hal tersebut menjadi sangat problematik bagi mereka yang berusaha mengelola diabetes. Semakin sedikit mereka mengikuti rancangan pengelolaan penyakit mereka, semakin tinggi gejala diabetes yang akan terjadi, yang akan mengakibatkan penurunan dalam implikasi kesehatan fisik dan mental mereka.

K.    KRITIK TERHADAP TEORI ALBERT BANDURA
Albert Bandura telah mengembangkan teori kognisi sosialnya dengan menyeimbangkan dua konipofleii dasai dan pembangunan suatu teori spekulasi yang inovatif dan observasi yang akurat Spekulasi teoretisnya sangat jarang berada jauh dari data yang ia miliki, tetapi telah ditingkatkan dengan sangat hati-hati, dalam jarak yang hanya satu langkah di depan observasinya. Prosedur ilmiah yang teliti ini meningkatkan kemungkinan bahwa hipotesisnya akan memberikan hasil yang positif, dan teorinya akan menghasilkan hipotesis tambahan yang mampu dikaji.
Kegunaan dari teori kepribadian Bandura, seperti teori-teori lainnya, berada pada kemampuannya untuk menghasilkan penelitian, menawarkan untuk dilakukan pengkajian ulang, dan untuk mengorganisasikan pengetahuan. Selain itu, teori tersebut harus dapat berfungsi sebagai panduan praktis terhadap tindakan dan konsisten secara internal serta tidak bertele-tele. Bagaimana teori Bandura dinilai berdasarkan keenam kriteria ini?
Teori Bandura telah menghasilkan beberapa ribu penelitian sehingga mendapatkan nilai yang sangat tinggi dalam kapasitasnya untuk menghasilkan penelitian. Bandura dan kolega muridnya telah melakukan banyak dari pekerjaan tersebut tetapi peneliti lainnya juga telah banyak tertarik atas teori ini Bandura mungkin adalah penulis yang paling rajin daripada pakar teori kepribadian lainnya. Formulasi yang dikonstruksikan dengan sangat hati-hati oleh Bandura, telah memberikan banyak pengaruh terhadap formulasi dari banyak hipotesis yang dapat dikaji.

DAFTAR REFERENSI
Alwisol. 2006. Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. UMM Press : Malang
Feist, Jest & Gregory, J. Feist. 2011. Theories of Personality. McGraw Hill : New York
Hall, S. Calvin & Gardner Lindzey. 1978. Theories of Personality (Third Edition). John Wiley & Sons : USA

1 comment:

  1. trimakasih pak jati.. sangat bermanfaat sekali .. matur suwun :)

    ReplyDelete