Selamat Datang dan Semoga Bermanfaat,SILAHKAN ISI BUKU TAMU DAHULU YA,,, Blog Ini Untuk Menambah Wawasan Bimbingan Dan Konseling Lalu Motivasi Diri, Serta Mohon Komentar Agar Selalu Baik Dalam Menampilkanya. Email jatirinkriatmaja04@gmail.com atau 085220363757

Saturday 30 May 2015

Teori Person Centered Carl Rogers



A.    BIOGRAFI GORDON ALLPORT
Gordon Willard Allport lahir pada 11 November 1897 di Montezuma, Indiana, anak keempat dan bungsu dari John E. Allport dan Nellie Wise Allport. Ayah Allport pernah melakukan sejumlah petualangan bisnis sebelum menjadi dokter kira-kira pada waktu Gordon lahir. Karena tidak memiliki kantor yang memadai dan fasilitas klinis, dr. Allport mengubah rumahnya menjadi sebuah rumah sakit kecil-kecilan. Baik pasien maupun perawat bias ditemukan di rumahnya, di mana atmosfer yang bersih dan steril dipertahankan dengan baik.
Floyd Allport, kakak laki-lakinya yang 7 tahun lebih tua, yang menjadi psikolog terkenal juga, melukiskan ibu mereka sebagai perempuan saleh yang sangat menekankan pentingnya agama (F.Allport, 1974). Karena sebelumnya pernah menjadi guru sekolah, dia mengajarkan Gordon kebajikan dari bahasa yang bersih dan hubungan yang tepat selain pentingnya pencarian jawaban-jawaban religius tertinggi.

Pada waktu Gordon berusia 6 tahun, keluarga mereka sudah berpindah tempat tiga kali, dan akhirnya menetap di Cleveland, Ohio. Allport muda mengembangkan ketertarikan awal terhadap persoalan-persoalan filosofis dan religius, dan memiliki fasilitas yang lebih banyak terhadap kata-kata daripada permainan. Dia menggambarkan dirinya “terisolasi” secara social untuk menunjukkan tingginya lingkaran aktivitasnya sendiri. Meskipun lulus dengan ranking kedua dari 100 siswa SMA-nya, Allport tidak menganggap dirinya pandai (Allport, 1967). Di musim gugur tahun 1915, Allport masuk Harvard, mengikuti jejak kakaknya, Floyd, yang sudah lulus 2 tahun sebelumnya dan yang saat itu menjadi asisten dosen psikologi. Dalam autobiografinya, Gordon Allport (1967, hlm. 5) menulis : “ Hampir setiap malam dunia saya dibentuk ulang. Nilai-nilai moral dasar saya, yang jelas, sudah terbentuk di rumah. Yang baru adalah cakrawala intelektual dan budaya yang sekarang membuat saya tertantang untuk mengeksplorasi ”. Pekerjaannya di Harvard juga menandai permulaan dari 50 tahun kerja samanya dengan universitas tersebut, yang hanya dua kali terpotong dengan singkat. Saat menerima gelar sarjananya pada 1919 dengan topic tentang filsafat dan ekonomi, dia masih tidak merasa pasti dengan karier ke depannya. Dia sudah mengambil kuliah psikologi dan etika social, dan kedua ilmu ini sudah memberikan kesan mendalam padanya. Ketika mendapat tawaran untuk mengajar di Turki, dia melihatnya sebagai kesempatan untuk menyelidiki apakah dia akan menikmati tugas mengajar itu. Dia menghabiskan tahun akademis 1919 – 1920 di Eropa dengan mengajarkan bahasa Inggris dan sosiologi di Robert College di Istambul.
Ketika tinggal di Turki, Allport ditawari studi persahabatan di Harvard. Dia juga menerima undangan dari kakaknya, Fayette, untuk tinggal bersamanya di Wina, di mana Fayette bekerja untuk komisi perdagangan AS. Di Wina, Allport bertemu pertama kali dengan Sigmund Freud. Pertemuan dengan Freud ini sangat mempengaruhi pengembangan ide-ide Allport berikutnya tentang kepribadian. Dengan penuh keberanian, Allport yang berusia 22 tahun menulis kepada Freud sebuah pemberitahuan bahwa dia sedang berada di Wina dan meminta kesempatan bertemu dengan bapak psikoanalisis itu. Pertemuan ini menjadi dasar hubungan seumur hidup keduanya. Karena tidak tahu apa yang akan dibicarakan, Allport muda mengingat satu peristiwa kecil dalam perjalanannya ke rumah Freud. Ada seorang anak kecil yang mengeluh kepada ibunya tidak mau dekat-dekat penumpang trem yang dianggapnya jorok. Allport mengaku insiden ini dipilihnya untuk mendapatkan reaksi Freud terhadap fobia anak kecil terhadap kekotoran.
Saat kembali ke Amerika Serikat, Allport memutuskan mengikuti program Ph.D. di Harvard. Dua tahun berikutnya dia ke Eropa untuk belajar di bawah bimbingan psikolog besar Jerman Max Wertheimer, Wolfgang Koehler, William Stern, Heinz Werner, dan yang lain di Berlin dan Hamburg. Pada tahun 1924, dia kembali lagi ke Harvard untuk mengajar, salah satunya adalah kuliah psikologi kepribadian. Allport menyatakan bahwa itu adalah kuliah psikologi kepribadian pertama yang dimiliki kampus se-Amerika. Kuliah ini mengombinasikan etika social dan pengajaran terhadap kebaikan dan moralitas dengan disiplin ilmiah psikologi. Ini juga merefleksikan disposisi pribadi Allport yang kuat tentang kebersihan dan moralitas. Dua tahun berikutnya setelah karier mendidiknya di Harvard, Allport mengambil sebuah posisi di Dartmouth College. Empat tahun kemudian, dia kembali lagi ke Harvard dan masih tetap tinggal di sana selama sisa karier profesionalnya.
Pada tahun 1925, Allport menikahi Ada Lufkin Gould, yang ditemuinya ketika masih menjadi mahasiswa pascasarjana. Ada Allport, yang menerima gelar master dalam psikologi klinik dari Harvard, memiliki pelatihan klinis yang tidak dimiliki suaminya. Dia adalah contributor yang penting bagi sejumlah karya Gordon, khususnya dua studi kasusnya yang sangat luas. (kasus Jenny Gove Masterson didiskusikan dalam studi tentang individu, dan kasus Marion Taylor yang tidak pernah diterbitkan (Barenbaum, 1997)).
Allport memiliki seorang putra, Robert, yang menjadi dokter anak, dan karenanya menjadi penghubung antara dua generasi dokter, sebuah fakta yang tampaknya sangat menyenangkan hati ayahnya (Allport, 1967). Allport banyak menerima penghargaan sepanjang hidunya. Pada 1939, dia dipilih sebagai presiden American Psychological Association (APA). Pada 1963, dia menerima Gold Medal Award dari APA. Pada 1964, dia memenangkan pengharagaan Distinguished Scientific Contribution Award dari APA. Pada 1966, mendapat penghargaan Richard Clarke Cabot Professor of Social Ethics yang pertama kali diadakan di Harvard. Pada 9 Oktober 1967 Allport seorang perokok berat, dan meninggal karena kanker paru-paru.  
Allport adalah seorang yang eklektis, membenarkan dan menerima ide-ide dari berbagai sumber. Dia mendefinisikan kepribadian sebagai pengorganisasian dinamis dalam diri individu di mana system psikofisiknya menentukan perilaku dan pikirannya. Manusia yang sehat secara psikologis sebagian besar termotivasi oleh prosese-proses sadar, memiliki konsep diri yang luas, berhubungan dengan orang lain dalam kehangatan, memiliki persepsi yang realistic terhadap dunia, dan memiliki wawasan, humor, dan filsafat hidup yang menyatukan. Posisi proaktif manusia, yaitu konsep bahwa manusia memiliki kapasitas besar untuk mengontrol secara sadar hidupnya.
Allport optimis dalam memandang kemanusiaan namun tetap realistic bahwa manusia memiliki kebebasan yang terbatas. Manuasia selalu berorientasi kepada tujuan, proaktif, dan dimotivasikan oleh beragam kekuatan, yang sebagian besar muncul dari wilayah bawah sadarnya. Pengalaman masa kanak-kanak awal tidak begitu penting, signifikan hanya jika terus bercokol ketika manusia sudah dewasa. Baik perbedaan maupun kemiripan di antara individu penting namun, perbedaan individu dan keunikannya menerima focus yang lebih besar dalam psikologi Allport.

B.     PRINSIP-PRINSIP TEORI GORDON ALLPORT
Berikut ini adalah Beberapa prinsip yang telah dikemukakan oleh Gordon Allport dalam kepribadian manusia adalah;
1.      Prinsip Motivasi
Menurut Allport, Masalah motivasi adalah pusat belajar dengan psikologi kepribadian, (Pola dan Pertumbuhan dalam Kepribadian, hal 196). Tampaknya ada sebuah penekanan yang berlebihan pada kualitas reaktif dalam teori motivasi, sedangkan kita perlu lebih proaktif teori motivasi.  terlalu overplayed dengan mengorbankan dinamika "pro" faktor motivasi internal dan, pada kenyataannya dalam gambar total psikologi.
Allport menjelaskan bebrapa argumentnya tentang motivasi, di mana faktor yang menyebabkan untuk memotivasi manusia, sebenarnya, hanya ada beberapa motif utama dalam setiap kepribadian yang utuh.
2.      Prinsip Belajar
Kecenderungan umum yang menekankan belajar dan pekerjaan terapeutik, Allport menekankan belajar sebagai faktor pengembangan kepribadian. Dia menemukan bahwa belajar adalah sangat terlibat sebagai modus motivasi. Aktualisasi (istilah filsafat adalah teleologis fungsi manusia) membantu untuk memajukan manusia menuju tujuannya;
a.       Determinisme Mekanis dan
b.      Aktualisasi Diri “Menjadi”
3.      Prinsip Kekinian
Allport sangat yakin bahwa manusia hidup dan berpikir di masa sekarang dan bukan masa lalu. Motivasi selalu kontemporer. Individu bermaksud untuk menuju masa depan pada yang terbaik dijelaskan dengan perilaku di masa sekarang. Hubungan antara masa lalu dan sekarang adalah sejarah fungsional.
Meskipun tidak menyangkal Allport secara kontinuitas sama sekali kali dengan masa lalu, masa lalu tidak memadai untuk menjelaskan pengalaman ini. Secara historis berkaitan dengan masa lalu, tetapi untuk menganggap bahwa tidak hidup untuk kegiatan saat ini dan perencanaan untuk kegiatan mendatang.
4.      Prinsip Keunikan
Beberapa teoretis kepribadian mempertimbangkan studi tentang manusia satu cara berbuah belajar lebih banyak tentang kepribadian manusia. Allport merasa sangat kuat tentang hal ini dan berdasarkan banyak karyanya pada aspek-aspek unik dari kepribadian setiap manusia. Keunikan setiap manusia adalah dasar dalam kerangka teoritisnya .
Prinsip-prinsip yang menekankan teori tertentu yang membuat karir sepanjang dan berpengaruh, Allport menyoroti aspek kesehatan secara terorganisir perilaku manusia. Penekanan ini terdapat kontras dengan prilaku yang menekankan kecemasan, (neurotic), dan aspek perilaku mekanistik.
5.      Prinsip Ego atau Diri
Dalam banyak hal Allport menggunakan istilah ego sebagai sinonim dengan istilah diri. Pertimbangan subjektif, atau perasaan tentang diri sendiri atau orang sendiri, yang paling sulit. Namun, para ahli teori kepribadian tidak bisa mengesampingkan masalah ini.
Menurut Allport's mungkin ada penekanan yang berlebihan pada diri sendiri. Dia mengambil risiko menebak bahwa banyak orang melewati satu hari tanpa sadar diri sama sekali. Masing-masing dapat melakukan tugas-tugas sehari-hari dengan cara yang agak otomatis, tanpa menghabiskan banyak saat-saat reflektif atas siapa dia, apa dia, mengapa dia, di mana dia berada, dan bagaimana ia sampai di sana. Hidupnya terdiri dari hal-hal kecil.
Allport mengakui bahwa, meskipun kesulitan menggambarkan sifat diri, konsep diri sangat penting dalam studi kepribadian. Secara historis ini mungkin disebabkan oleh pengaruh kuat dari karya Sigmund Freud, yang meninggal sebelum menyelesaikan teorinya tentang ego, Allport percaya. bahwa ego memiliki dalam dirinya suatu proses dinamis dari kekuatan positif besar; dalam konsep Freud ego adalah pembalap "di atas kuda." Ini mungkin diingat oleh para pembaca bahwa dalam pengertian Freudian ego duduk di atas id dan mencoba untuk mengendalikan itu sebagai pelaksana atau administrator dari impuls id. Dalam istilah Allport's, ego dan / atau diri adalah kekuatan pemersatu atau damar wangi untuk sakit kebiasaan, sifat, sikap, perasaan, dan kecenderungan manusia.Secara historis, psikologi telah pergi dari jiwa untuk diri sendiri kepada ego.
6.      Prinsip Discontinuity Continuity
Allport merasa bahwa ada kebingungan antara gejala dan proses. Di mana tampaknya ada sebuah kontinum, adalah sebuah kontinum gejala dan tidak proses. Penampilan bisa menipu.
Allport hampir menyarankan diskontinuitas antara struktur motivasi anak dan dewasa, yang menciptakan dalam efek dua teori kepribadian. Teori kepribadian untuk anak didasarkan pada pengurangan ketegangan, cf menghindari rasa sakit dan mencari kesenangan, dan model biologis. Dewasa kepribadian beroperasi dari matriks atau radix sifat diatur dan sangat terfokus. Orang dewasa, maka, tidak lagi kekuasaannya berasal dari organik, sumber primitif tetapi dari sistem otonomi fungsional memotivasi.
7.      Sifat Tren Tendensi Prinsip Temperamen
a.       Sifat
Allport menekankan ciri-ciri umum sebagai aspek penting dalam mempelajari perilaku manusia ke titik untuk mendefinisikan istilah dan kemudian memberikan dua statemen lain yang, dalam arti tertentu, adalah redefinitions dan bala bantuan dari definisi asli:
sifat-sifat umum adalah, kemudian, aspek-aspek kepribadian dalam hal yang kebanyakan orang dalam suatu budaya tertentu dapat menguntungkan dibandingkan. Sifat umum adalah kategori untuk mengklasifikasikan bentuk-bentuk fungsional setara dengan perilaku dalam populasi umum.
Suatu sifat umum untuk batas tertentu mencerminkan kecenderungan tulus dan sebanding dalam kepribadian banyak orang, karena sifat manusia umum dan budaya umum, mengembangkan cara serupa menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka, meskipun dengan derajat yang bervariasi
b.      Tren
Pertanyaan tentang tren dalam perilaku manusia agak identik dengan gaya hidup atau kecenderungan untuk bertindak, atau, seperti Allport akhirnya berhasil keluar, dengan kecenderungan pribadi setiap individu. saudara Gordon Allport's, Floyd H. Allport, sekarang sudah pensiun dari Sekolah Maxwell untuk Kewarganegaraan, Syracuse University dikreditkan dengan prinsip tujuan hidup atau tren teleonomic. Ide di sini adalah bahwa tema pokok atau tren atau konstruksi yang sangat terlibat dalam kehidupan yang diberikan. Untuk Gordon Allport mungkin solusi terbaik untuk apa yang bisa menguntungkan unit digunakan dalam mempelajari kepribadian terletak dalam mengidentifikasi tren dinamis unik khas struktur setiap kehidupan individu.
c.       Temperamen
Allport menemukan istilah temperamen berguna dan didefinisikan dalam cara berikut. Temperamen merujuk pada fenomena karakteristik alam emosional individu, termasuk kerentanan untuk stimulasi emosional, kekuatan adat dan kecepatan respon, kualitas suasana yang berlaku, dan semua kekhususan fluktuasi. Temperamen sebagai faktor keturunan tidak bisa diabaikan meskipun berubah, seperti juga semua pertimbangan dari Allport tentang kepribadian.


C.    PENDEKATAN GORDON ALLPORT BAGI TEORI KEPRIBADIAAN
Menurut Allport kepribadian adalah sesuatu yang terorganisasikan dan terpolakan. Kepribadian bukanlah pengorganisasian yang statis, dia terus bertumbuh atau berubah. Istilah “psikofisik” menekankan pentingnya aspek-aspek kepribadian yang sifatnya psikologis sekaligus fisik. Kepribadian bukan hanya topeng yang kita kenakan, tidak juga hanya sekedar perilaku. Dia mengacu kepada individu di belakang tampilan, pribadi di belakang tindakan. Dengan istilah “karakteristik” Allport berharap dapat menunjukkan “individualitas” atau “keunikan”.
Definisi komprehensif Allport tentang kepribadian ini menunjukkan bahwa manusia adalah produk sekaligus proses yang memiliki sejumlah struktur yang berorganisasikan, sementara di waktu yang sama memiliki kemampuan untuk berubah. Ringkasnya, kepribadian bersifat fisik sekaligus psikologis mencakup perilaku yang tampak dan pikiran yang terungkap.
1.      Peran dari motivasi
Allport menekankan pentingnya motivasi yang di sadari. Penekanannya terhadap motivasi yang disadari ini bermula dari pertemuannya dengan Freud di Wina dan reaksi emosionalnya terhadap pertanyaan Freud: “Andakah anak kecil itu?”. Respon Freud mengandung implikasi bahwa tamunya yang berusia 22 tahun itu secara tak sadar membicarakan kemuakannya sendiri terhadap kebersihan saat mengisahkan cerita tentang anak kecil yang suka kebersihan. Jika Freud mengasumsikan sebuah pemaknaan bawah sadar yang melandasi cerita anak kecil, Allport cenderung menerima pernyataan diri apa pun adanya.Namun begitu, Allport (1961) tidak mengabaikan eksistensi atau bahkan pentingnya proses bawah sadar.
2.      Ciri pribadi yang sehat
Gordon Allport (1937) membuat hipotesis tentang sifat-sifat kepribadian yang dewasa. Beberapa asumsi umum di butuhkan agar kita bisa memahami konsepsi Allport tentang pribadi yang dewasa:
a.       Pribadi yang dewasa secara psikologis dicirikan oleh sikap proaktif, yaitu tidak hanya bereaksi kepada stimuli eksternal, tetapi juga sanggup bertindak dengan sadar terhadap lingkungannya dengan cara-cara yang baru dan inovatif, sehingga lingkungan pun bereaksi kepada mereka juga.
b.      Kepribadian yang dewasa tampaknya lebih termotivasikan oleh proses-proses sadar dari pada kepribadian yang terdistorsi, menjadikan mereka lebih fleksibel dan mandiri dari pada pribadi sehat yang masih terus di dominasioleh motif-motif bawah sadar yang mncul dari pengalamanmasa kanak-kanak. Individu yang sehat secara psikologis adalah pribadi unik bukan karena tidak pernah berbuat kekeliruan dan kesalahan.
c.       6 kriteria bagi kepribadian yang dewasa :
1)      Perluasan konsep diri, pribadi yang dewasa terus berusaha mengidentifikasikan dan berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa di luar diri mereka
2)      Pribadi yang dewasa dicirikan oleh “hubungan hangat dirinya dengan orang lain”, mereka memiliki kemampuan untuk mencintai orang lain dengan cara yang intim dan penuh kasih.
3)      Rasa aman emosional atau penerimaan diri, individu yang dewasa menerima diri apa adanya dan memiliki apa yang Allport (1961) muatan emotif (emotional poise).
4)      Pribadi yang sehat secara psikologi memiliki persepsi yang realistis tentang lingkungan sekitarnya.
5)      Kedalaman wawasan dan humor, pribadi dewasa mengenal dirinya sehingga tidak perlu melimpahkan kesalahan dan kelemahan mereka kepada orang lain
6)      Kedewasaan adalah memiliki filsafat hidup yang menyatukan, pribadi yang sehat memiliki konsep yang jelas tentang tujuan hidup


D.    STRUKTUR KEPRIBADIAAN
Struktur Kepribadian merujuk pada komponen-komponen dasar atau element-elementnya. Bagi Freud komponen dasarnya adalah insting, sedangkan Eysenck, komponen dasarnya adalah faktor yang ditentukan secara matematis. Menurut Allport, struktur terpenting adalah yang dapat mendeskripsikan orang tersebut dalam konteks karakteristik individual, yang disebutnya sebagai disposisi personal.
1.      Disposisi Personal
Allport sangat hati-hati dalam membedakan antara sifat umum (common traits) dan sifat individual. Sifat umum adalah karakteristik umum yang dimiliki oleh banyak orang. Sifatnya tersebut ditemukan dengan cara melakukan kajian analisis faktor seperti yang dilakukan oleh Eysenck dan para pengagas teori lima faktor (bab lima), atau melalui inventori kepribadian lainnya. Sifat umum memberikan gambaran atas cara hidup manusia yang ada dalam suatu budaya dan dapat dibandingkan satu sama lain.
Sementara sifat umum sangat penting untuk kajian perbandingan antar manusia, disposisi personal mempunyai tingkatan kepentingan yang lebih tinggi karena membantu peneliti mempelajari seseorang. Allport (1961) mendefinisikan disposisi personal sebagai “Struktur Neuropsikis umum (khas bagi individu) yang mempunyai kapasitas untuk memberikan respon terhadap banyak stimulus yang berfungsi ekuivalen, serta untuk memulai dan mengarahkan bentuk prilaku adaptif dan ekspresif yang konsisten (setara, hlm 373). Perbedaan utama antara disposisi personal dan sifat umum diindikasikan dalam pernyataan “khas bagi individu”. Disposisi personal bersifat individual, sedangkan sifat umum dimiliki oleh beberapa orang.
Untuk mengidentifikasikan disposisi personal, Allport dan Henry Odbert (1936) menghitung hampir 18.000 (tepatnya 17.953) kata yang mendeskripsikan pribadi manusia dalam Webster’s New International Dictionary edisi 1925, dan hampir serepempatnya mendeskripsikan karakteristik kepribadian. Beberapa dari istilah tersebut biasa dirujuk sebagai sifat, mendeskripsikan karakteristik yang relative stabil, seperti “mudah bergaul” atau “introver” ; istilah lainnya biasanya merujuk pada kondisi yang mendeskripsikan karakteristik temporer, seperti senang atau marah, yang lainnya mendeskripsikan karakter yang bersifat evaluative, seperti “tidak menyenagkan” atau “menakjubkan”, dan masih ada lagi yang merujuk pada karakteristik fisik, seperti “jangkung” atau “kegemukan”.
Seberapa banyak disposisi personal yang dimiliki oleh individu? Pertanyaan ini tidak dapat dijawab tanpa refrensi dari taraf dominasi setiap disposisi personal dalam kehidupan individu tertentu. Apabila kita menghitung disposisi personal yang utama bagi seseorang, maka setiap orang kemungkinan mempunyai 10 atau kurang. Akan tetapi, apabila semua kecenderungan juga dimasukkan, maka setiap orang mungkin mempunyai ratusan disposisi personal.
2.      Tingkat Disposisi Personal
Disposisi pokok, beberapa orang mempunyai karakteristik yang sangat kuat atau emosi kuat yang bersifat mengatur dan sangat menonjol, sehingga hal tersebut mendominasi hidup orang-orang tersebut. Allport (1961) menyebut disposisi personal ini sebagai disposisi pokok. Disposisi ini sangat jelas terlihat sehingga tidak dapat disembunyikan; hampir setiap tindakan dalam hidup seseorang berkutat disekitar disposisi pokok. Kebanyakan orang tidak mempunyai disposisi pokok, namun beberapa orang yang memilikinya biasanya dikenal dengan karakteristik individual tersebut.
Allport mengidentifikasikan beberapa orang dalam sejarah dan karakter fiksi yang mempunyai disposisi yang sangat menonjol, sehingga mereka memberikan kata-kata baru dalam bahasa yang kita gunakan. Beberapa contoh disposisi utama, antara lain idealistis, heroic, narsisme, sadistis, seorang Don Juan, dan lainnya, meraka disposisi personal ini bersifat individual dan tidak dimiliki oleh orang lain, hanya Don Quixote yang benar-benar idealis ; hanya Narsicus yang sepenuhnya narsisme ; serta hanya Maquise de Sade yang mempunyai disposisi utama sadistis. Ketika nama-nama ini digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik seseorang, maka akan menjadi sifat umum.
Disposisi Sentral, hanya sedikit orang yang mempunyai disposisi pokok, namun semua orang mempunyai beberapa disposisi sentral, yang mencakup 5-10 karakteristik paling menonjol dimana hidup seseorang terfokus disekitarnya. Allport (1961) mendeskripsikan disposisi sentral sebagai hal-hal yang akan dicantumkan dalam sebuah surat rekomendasi yang ditulis oleh seseorang yang sangat mengenal individu yang dikirimi surat tersebut. Dalam bagian berjudul kajian tentang individual, kita akan melihat rangkaian surat-surat yang ditujukan kepada Gordon dan Allport, yang ditulis oleh seorang wanita yang mereka sebut dengan Jenny. Isi dari surat tersebut menjadi sumber yang kaya akan informasi mengenai penulisannya. Kita juga melihat tiga analisis yang berbeda dari surat-surat tersebut, yang mengungkapkan bahwa Jenny dapat didiskrpsikan oleh sekitar delapan disposisi sentral, yaitu karakteristik yang cukup kuat untuk dapat dideteksi oleh ketiga prosedur yang berbeda ini. Allport yakin bahwa seperti Jenny, kebanyakan orang mempunyai 5-10 disposisi sentral yang akan disetujui oleh teman-teman dan kenalan dekat mereka sebagai sesuatu yang mendeskrepsikan orang tersebut.
Disposisi Sekunder, tidak sejelas disposisi sentral, namun lebih banyak dalam kuantitas. Semua orang mempunyai disposisi sekumder yang tidak krusial bagi kepribadian, namun sering muncul dan bertanggung jawab atas prilaku spesifik seseorang.
Ketiga tingkatan disposisi personal ini, tentu saja merupakan batasan-batasan subjektif dalam skala berkelanjutan dari yang paling pantas hingga yang paling tidak pantas. Disposisi pokok yang paling menonjol dalam diri sesesorang menaungi disposisi sentral, yang tidak terlalu mendominasi, namun tetap menandai kekhasan orang tersebut. Disposisi sentral yang mengarahkan kebanyakan prilaku adaptif dan ekspresif seseorang, kemudian berbaur menjadi disposisi sekunder yang tidak terlalu mendeskripsikan orang tersebut. Akan tetapi, kita tidak dapat mengatakan bahwa disposisi sekunder seseorang tidak lebih mendalam daripada disposisi sentral orang lain. Perbandingan antar pribadi tidak sepantasnya digunakan untuk membandingkan disposisi personal, dan usaha-usaha apapun dalam melakukan perbandingan tersebut akan mengubah disposisi personal menjadi sifat umum (Allport, 1961).
3.      Disposisi Motivasi dan Ekspresif
Semua disposisi personal merupakan sesuatu yang dinamis, yaitu memiliki kekuatan motivasi. Akan tetapi, beberapa disposisi akan lebih terasa daripada yang lainnya, Allport menyebut disposisi yang dialami dengan sangat kuat sebagai disposisi motivasi. Disposisi yang terasa sangat kuat ini mendapatkan motivasinya dari kebutuhan dan dorongan dasar. Allport (1961) merujuk pada disposisi personal yang dialami tidak terlalu kuat sebagai disposisi ekspresif walaupun disposisi tersebut juga mempunyai kekuatan motivasi. Disposisi Ekspresif mengarah tindakan, disposisi motivasi memunculkan tindakan. Contohnya dari disposisi ekspresif adalah penampilan seseorang yang rapi dan sempurna. Orang termotivasi untuk berpakaian karena kebutuhan dasar untuk mempertahankan kehangatan, namun cara kita berpakaian ditentukan oleh disposisi personal yang bersifat ekspresif. Disposisi motivasi memiliki kemiripan dengan konsep Maslow mengenai perilaku coping, sementara disposisi ekspresif memiliki kemiripan dengan gagasan Maslow mengenai perilaku ekspresif (Bab 10).
Tidak seperti Maslow yang memberikan batasan yang jelas antara perilaku coping dan ekspresif, Allport tidak melihat perbedaan yang jelas antara disposisi motivasi dan disposisi ekspresif. Walaupun beberapa disposisi merupakan disposisi ekspresif, ternyata yang lainnya termasuk disposisi motivasi karena berdasarkan pada kebutuhan yang terasa sangat kuat. Sebagai contoh, kesopanan merupakan disposisi ekspresif, sementara makan cenderung pada disposisi motivasi. Bagaimana seseorang makan (gaya mereka), sebagian bergantung pada tingkat kelaparan mereka, serta kekuatan dari disposisi ekspresif mereka. Seseorang yang biasanya sopan, namun ketika sangat lapar, dapat mengesampingkan tata krama saat makan sendirian. Akan tetapi, jika kehadiran orang lain dan disposisi kesopanan cukup kuat , maka orang tersebut akan makan dengan menggunakan etika dan kesopanan walaupun sedang kelaparan.
4.      Proprium 
Baik disposisi motivasi ataupun ekspresif, beberapa diantaranya lebih dekat dengan inti kepribadian, sementara yang lainnya berada di bagian perifer. Disposisi yang berada dipusat kepribadian dialami oleh manusia sebagai bagian yang terpenting dari dirinya. Disposisi tersebut merupakan karakteristik uang dirujuk seseorang dengan pertanyaan-pertanyaan seperti “Itulah saya” atau “Hal ini adalah milik saya”. Semua karakteristik yang “Khusus milik saya” berada dalam proprium (Allport, 1961).
Allport mengunakan istilah proprium untuk merujuk perilaku dan karakteristik yang dianggap manusia sebagai sesuatu yang penting, sentral dan hangat dalam kehidupan mereka. Proprium bukanlah keseluruhan dari kepribadiaan, karena banyak dari perilaku dan karakteristik seseorang yang tidak hangat ataupun sentral, malah berada pada bagian perifer kepribadiaan. Perilaku yang tidak bersifat proprium meliputi (1) dorongan dan kebutuhan dasar yang biasanya dapat dipenuhi dan terpuaskan tanpa banyak kesulitan (2) kebiasaan-kebiasaan umum, seperti menggunakan pakaian, mengucapkan “halo” pada orang lain, dan menyetir pada bagian yang benar dari jalan tersebut, serta (3) perilaku sehari-hari, seperti merokok atau mengosok gigi, yang dilakukan secara otomatis dan tidak krusial dalam pembentukan rasa diri seseorang.
Sebagai pusat kepribadian yang hangat, proprium meliputi aspek-aspek kehidupan yang dianggap penting oleh seseorang dalam merasakan identitas diri dan peningkatan dari Allport. Proprium mencakup nilai-nilai seseorang, sebagaimana bagian kesadaran yang bersifat pribadi dan konsisten dengan keyakinan pribadi yang matang. Kesadaran yang tergeneralisasi yang dimiliki oleh kebanyakan orang dalam suatu kebudayaan atau kultur tertentu, mungkin hanya berada di bagain perifer dari rasa seseorang atas dirinya, sehingga berada diluar proprium orang tersebut.

E.     MOTIVASI
Allport menyakini bahwa kebanyakan orang termotivasi oleh dorongan yang dirasakannya daripada dengan kejadian-kejadian yang terjadi pada masa lalu, serta menyadari apa yang mereka lakukan dan mempunyai pengetahuan atas alasan mengapa mereka melakukannya.
Allport juga menyatakan bahwa teori motivasi harus mempertimbangkan pula perbedaan antara motif sekunder (peripheral motives) dan usaha kuat yang bersifat sentral (propriate strivings). Motif sekunder adalah motif-motif yang menurunkan kadar tekanan sementara usaha kuat yang bersifat sentral yaitu untuk mempertahankan kadar tekanan dan kondisi disekuilibrium.
1.      Teori Motivasi
Allport percaya bahwa teori kepribadian yang memiliki kegunaan, berlandaskan pada asumsi bahwa manusia tidak hanya bereaksi terhadap lingkungan, tetapi membentuk pula lingkungan dan membuatnya bereaksi terhadap mereka. Kepribadian adalah suatu sistem yang berkembang, yang memperkenankan elemen-elemen baru untuk masuk dan mengubah orang tersebut.
Allport percaya bahwa banyak teori kepribadian terdahulu yang tidak memperbolehkan adanya suatu kemungkinan untuk berkembang. Psikoanalisis dan beragam teori belajar pada dasarnya merupakan teori yang bersifat homeostatis atau reaktif, karena berpandangan bahwa manusia pada dasarnya termotivasi oleh kebutuhan untuk menurunkan tekanan dan untuk kembali pada suatu kondisi ekuilibrium.
Allport beranggapan bahwa teori kepribadian yang adekuat harus memperolehkan adanya prilaku proaktif. Teori tersebut harus dapat memahami bahwa manusia bertindak secara sadar dalam lingkungannya, dalam cara-cara yang mengakomodasi pertumbuhan menuju kesehatan psikologis. Teori yang komprehensif tidak hanya memasukkan penjelasan mengenai teori reaktif, namun harus juga memasukkan teori proaktif yang menekankan pada perubahan dan pertumbuhan. Dengan perkataan lain, Allport mengagas suatu bentuk psikologi yang pada satu sisi mempelajari pola umum dari perilaku dan hokum-hukum yang umum (psikologi tradisional), dan pada sisi lain, mempelajari pertumbuhan dan individualitas.
Allport berpendirian bahwa teori mengenai motif yang tidak berubah, tidak cukup lengkap karena hanya membatasi pembahasan pada prilaku reaktif. Akan tetapi, pribadi yang matang tidak hanya termotivasi untuk mencari kesenagan dan mengurangi rasa sakit, melainkan untuk mendapatkan sistem-sistem baru dari motivasi yang secara fungsional tidak bergantung pada motif awal mereka.
2.      Otonomi Fungsional
Konsep otonomi fungsional merepresentasikan gagasan Allport paling berbeda dan paling kontroversial. Konsep ini merupakan penjelasan Allport (1961) mengenai banyak motif manusia yang kelihatannya tidak dijelaskan oleh prinsip-prinsip hedonisme dan reduksi-dorongan (drive-reduction). Otonomi fungsional mereprentasikan sebuah teori mengenal perubahan dan merupakan pencapaian tertinggi dari ide-ide Allport mengenai motivasi.
Konsep otonomi fungsional memiliki pandangan bahwa beberapa namun tidak semua, motif yang dimiliki manusia tidak bergantung secara fungsional pada motif awal yang bertanggung jawab atas suatu perilaku. Apabila suatu motif otonom secara fungsional, maka motif tersebut menjadi penjelasan dari sebuah prilaku, dan seseorang tidak perlu mencari lebih jauh penyebab lain yang lebih utama atau tersembunyi. Dengan perkataan lain, apabila mengumpulkan uang merupakan motif yang otonom secara fungsional, maka prilaku seseorang yang pelit tidak akan terlacak sampai pengalaman masa kecilnya dengan pelatihan menggunakan toilet (toilet trening) atau dengan penghargaan dan hukuman. Orang pelit hanya menyukai uang, dan hanya penjelasan inilah yang diperlukan. Gagasan bahwa prilaku manusia didasari oleh keinginan masa kini dan pilihan-pilihan yang didasari, selaras dengan keyakinan umum dari kebanyakan orang yang berpandangan bahwa mereka melakukan sesuatu hanya karena mereka menyukainya.
Otonomi fungsional adalah reaksi yang Allport sebut sebagai teori dari motif yang tidak berubah, seperti prinsip kesenangan Freud dan hipotesis reduksi-dorongan dari psikologi stimulus-respons. Allport beranggapan bahwa kedua teori terfokus pada fakta historis daripada fakta fungsional. Ia percaya bahwa motif orang dewasa dibangun berlandaskan system kontemporer, kesadaran dan mempertahankan diri (self sustaining). Otonomi fungsional mereprentasikan usaha Allport untuk menjelaskan sesuatu yang sadar, motivasi kontemporer yang mempertahankan diri.
Allport mengakui bahwa beberapa motivasi manusia bersifat tidak sadar dan beberapa yang lainnya adalah hasil dari reduksi-dorongan, sehingga teori dari motif yang tidak berubah tidak cukup adekuat karena beberapa prilaku otonum secara fungsional. Allport membuat empat persyaratan untuk teori motivasi adekuat, yaitu:
1)      Teori Motivasi yang adekuat “akan mengakui sifat kontemporer dari suatu motif”. Dengan perkataan lain, “apapun yang mengerakkan kita, harus bergerak saat ini”. (Allport 1961,  hlm 220). Oleh karena itu, masa lalu tidak penting. Sejarah dari seseorang hanya signifikan atau penting hanya apabila ia mempunyai dampak pada motivasi masa kini.
2)      “Akan menjadi teori yang bersifat majemuk, memberi tempat pada tipe-tipe motivasi yang beragam” (Allport 1961, hlm 221) pada kriteria ini, Allport sangat mengkritik Freud dengan teori dua instingnya, Adler dengan konsep usaha yang kuat dalam mencapai sukses, serta semua teori yang menekankan akualisasi diri dan motif utama. Allport dengan tegas menentang pandangan yang bermaksud mereduksi semua motivasi manusia kepada satu dorongan utama. Ia beranggapan bahwa secara mendasar, motivasi orang dewasa berbeda dengan motivasi anak-anak dan motivasi individu neurotik tidak sama dengan motivasi individu normal. Selian itu, beberapa motivasi bersifat sadar, yang lainnya tidak sadar ; beberapa tidak terlihat yang lainnya berulang-ulang, beberapa bersifat sekunder, yang lainnya mempertahankan. Motif yang terlihat berbeda sesungguhnya memang berbeda, tidak hanya dalam bentuk, tetapi juga secara substansi.
3)      “Memberi atribusi pada doronga yang dinamis untuk proses kongnitif, misalnya untuk berencana dan berintensi” (Allport 1961, hlm 222). Allport berargumen bahwa kebanyakan manusia sibuk menjalani hidup mereka untuk masa depan, namun banyak teori psikologi yang sibuk melacak kehidupan dengan melihat ke masa lalu. Dan sementara kita melihat bahwa diri kita aktif secara spontan, banyak psikolog yang menyatakan bahwa kita hanya bersifat reaktif (hlm 206). Walaupun intensi juga terlibat dalam setiap motivasi, persyaratan ketiga ini merujuk pada intensi jangka panjang. Seorang gadis menolak suatu tawaran menonton film karena lebih memilih belajar anatomi. Pilihan tersebut konsisten dengan tujuannya untuk mendapatkan nilai yang baik dikelasnya, dan berhubungan dengan rencananya untuk masuk ke sekolah kedokteran yang penting untuk memenuhi intensinya menjadi seorang dokter. Kehidupan dari manusia dewasa yang sehat berorientasi pada masa depan, meliputi pilihan, tujuan, rencana dan intensi. Proses ini, tentu saja tidak selalu sepenuhnya rasional, misalnya saat manusia membiarkan kemarahan mereka untuk mendominasi rencana dan intenitas mereka.
4)      Teori motivasi yang adekuat adalah teori yang “memberikan tempat pada kekhasan yang kongkrit dari motif-motif “(Allport, 1961, hlm 225). Motif yang kongkrit dan khas berbeda dengan motif yang abstrak dan umum. Motif yang abstrak dan umum mempunyai dasar pada teori yang telah ada sebelumnya dari pada motivasi actual seseorang. Contoh dari motif tersebut terdapat pada diri Derrick, yang sangat berminat meningkatkan kemampuan bermain bowling. Motif yang dimiliki Derrick sangat kongkrit dan caranya meningkatkan kemampuannya merupakan sesuatu yang khas bagi dirinya. Beberapa teori motivasi akan menjelaskan perilaku Derrick pada kebutuhan agresif, dorongan seksual yang tertahan, maupun dorongan sekunder yang dipelajari dengan dasar dorongan primer. Allport hanya akan menjelaskan bahwa Derrick ingin meningkatkan kemampuan bermain bowling karena ingin meningkatkan kemampuannya. Hal tersebut merupakan motif milik Derrick yang khas, kogkrit, dan otonom secara fungsional.
Kesimpuannya, motif yang otonom secara fungsional bersifat kontemporer dan dapat mempertahankan dirinya sendiri; muncul dari motif yang telah ada sebelumnya, namun secara fungsi, tidak bergantung dari motif sebelumnya. Allport (1961) mendefinissikan otonomi fungsional sebagai “ setiap system motivasi yang diperoleh ketika terdapat tekanan di dalamnya, tidak sama dengan tekanan terdahulu pada system yang dapat berkembang” (hlm 229). Dengan perkataan lain, motif seseorang dapat berkembang menjadi sesuatu yang baru, yang berkelanjutan secara historis dengan motif terdahulu, namun otonom secara fungsional. Sebagai contoh seseorang dapat saja menanami suatu taman untuk memuaskan dorongan rasa laparnya, namun akhirnya menjadi berminat bercocok tanam, ditanami demi kepentingannya sendiri.
3.      Otonomi Fungsional Yang Bersifat Memelihara
Tingkatan yang paling dasar dari dua tingkatan otonomi fungsional adalah yang bersifat memelihara (Perserative Functional Autonomy). Allport meminjam kata ini dari kata “pemeliharaan” (perservation) yang merupakan kecenderungan atas suatu impresi untuk meninggalkan pengaruh pada pengalaman selnjutnya. Otonomi fungsional ini ditemukan pada hewan dan manusia, serta didasari oleh prinsip neurologis yang sederhana. Sebagai contoh, saat seekor tikus belajar berlari didalam sebuah labirin untuk mendapatkan makanan, namun terus berlari, bahkan setelah tikus tersebut merasa puas. Mengapa tikus tersebut terus berlari? Allport akan berkata bahwa tikus tersebut terus berlari karena senang melakukan hal tersebut.
Allport (1961) memberikan contoh lain yang terdapat pada manusia. Contoh pertama adalah ketergantungan minuman beralkohol, rokok, dan obat-obatan lainnya saat tidak ada kebutuhan fisiologis untuk hal-hal tersebut. Pecandu alkohol terus minum minuman beralkohol walaupun motivasi saat ini, secara fungsional tidak bergantung lagi dengan motif awal mereka.
4.      Otonomi Fungsional yang Bersifat Sentral
Sistem utama motivasi yang mendiskusikan mengenai keutuhan pada kepribadian adalah otonomi fungsional yang bersifat sentral, yang merujuk pada motif yang terus bertahan dan berhubungan dengan propium. Potongan puzzle dan alcohol jarang sekali diakui sebagai “khusus milik saya”. Kedua hal tersebut bukanlah bagian perifer suatu kepribadian. Sementara itu, pekerjaan, hoby, dan minat lebih dekat dengan inti kepribadiandan banyak dari motivasi yang berkaitan dengan ketiga hal tersebut menjadi otonom secara fungsional. Sebagai contoh, seorang wanita mungkin menerima suatu pekerjaan karena membutuhkan uang. Awalnya, pekerjaan tersebut tidak menarik, dan bahkan sangat tidak menyenangkan. Akan tetapi, setelah beberapa tahun, ia mulai mengembangkan suatu minat yang mendalam terhadap pekerjaan tersebut, bahkan mungkin dapat mengembangkan suatu hobi yang berhubungan dengan pekerjaannya.
5.      Kriteria Otonomi Fungsional
Secara umum, motivasi yang ada saat ini bersifat otonom secara fungsional sampai motivasi tersebut mulai mencari tujuan baru, yang berarti bahwa suatu perilaku akan terus terjadi, bahkan saat motivasi atas perilaku tersebut berubah. Sebagai contoh, seorang anak pertama kali belajar berjalan karena termotivasi oleh dorongan untuk berkembang, namun selanjutnya ia akan berjalan untuk meningkatkan mobilitas dan membangun kepercayaan dirinya. Serupa dengan hal tersebut, seorang ilmuan yang awalnya berdedikasi mencari alasan untuk masalah-masalah yang sulit, mungkin akan lebih mendapatkan kepuasan dari pencariannya dari pada jawaban yang didapatkannya. Pada titik tersebut, motivasinya secara fungsional akan menjadi independen dari motivasi awalnya untuk mencari jawaban. Bahkan, ilmuan tersebut mungkin akan mencari ranah lain yang dapat dipertanyakan walaupun ranah tersebut berbeda dengan ranah sebelumnya. Masalah-masalah baru akan mengarahkan untuk mendapatkan tujuan-tujuan baru dan mencari impian yang lebih tinggi.  
6.      Proses-Proses yang Tidak Otonom secara Fungsional
Otonomi fungsional bukanlah penjelasan dari semua motivasi manusia. Allport (1961) menyebutkan delapan proses yang tidak otonom secara fungsional: (1) dorongan biologis, seperti makan, bernafas, tidur, (2) motif yang berkaitan langsung dengan reduksi dorongan dasar, (3) tindakan reflex seperti mengedipkan mata, (4) bagian-bagian dari struktur manusia, seperti fisik, intelegensi dan tempramen, (5) kebiasaan yang sedang dalam proses pembentukan, (6) pola perilaku yang memerlukan penguat primer, (7) produk sublimasi yang terkait dengan keinginan seksual masa kecil, (8) gejala neurotic atau patologi.
Kedelapan proses tersebut (termasuk gejala neurotik dan patologi) dapat melibatkan motif yang otonom secara fungsional ataupun tidak. Sebagai contoh dari gejala kompulsif yang tidak otonom secara fungsional, Allport (1961) memberikan kasus dari seorang gadis yang berusia 12 tahun yang mempunyai suatu kebiasaan yang mengganggu, yaitu membuat bunyi mengecap dengan bibirnya beberapa kali dalam semenit. Kebiasaan tersebut mulai terbentuk sejak 8 tahun yang lalu, saat ibunya memberitahu bahwa apa yang dihirupnya merupakan udara bersih dan apa ang dikeluarkan merupakan udara kotor. Oleh karena itu gadis tersebut percaya bahwa ia telah membuat udara menjadi kotor karena telah menghembuskannya keluar, ia memutuskan untuk memberi ciuman agar udaranya menjadi bersih kembali. Perilaku ini tidak otonom secara fungsional, namun hasil dari kebutuhan kompulsif untuk mencegah udara bersih berubah menjadi kotor.
Allport memberikan salah satu kriteria yang membedakan antara perilaku kompulsif yang otonom secara fungsional dan yang bukan. Sebagai contoh, perilaku kompulsif yang dapat dihilangkan melalui terapi maupun modifikasi peilaku, tidak otonom secara fungsional, sementara perilaku-perilaku yang sangat resisten terhadap terapi berarti bertahan dan otonom secara fungsional. Saat terapi membuat gadis tersebut menemukan alasan mengenai kebiasaannya, ia mampu untuk berhenti membunyikan bibirnya. Disisi lain, beberapa gejala patologi lain mungkin memberikan gaya hidup kontemporer dan otonom secara fungsional dari pengalaman terdahulu yang memulai patologi itu sendiri. Sebagai contoh, seorang anak kedua yang berusaha untuk mengalahkan kakak laki-lakinya, mungkin akan menjalani kehidupan yang kompulsif, suatu kehidupan yang ditandai oleh usaha kuat yang tidak disadari untuk mengalahkan semua lawannya. Hal tersebut memenuhi kriteria Allport dan termasuk otonom secara fungsional, karena neurosis yang sangat mendalam seperti itu mungkin tidak dapat diubah oleh terapi.
                  
F.     RISET TERKAIT
Gordon Allport tetap mempertahankan ketertarikannya atas studi ilmiah tentang agama dan memperkenalkan enam perkuliahan atas topik tersebut dibawah judul the individual and his religion. Allport adalah seorang penganut episkopalian yang taat dan untuk hampir 30tahun ia menawarkan suatu rangkaian meditasidi Appleton Chapel, di Harvard University.
1.      Orientasi religius intrinsik versus ekstrinsik
Allport percaya bahwa komitmen mendalam atas agama adalah suatu tanda kematangan pribadi, namun ia percaya bahwa tidak semua orang yang pergi ke gereja mempunyai orientasi religius yang matang. Orang-orang akan merasa nyaman dan mendapatkan pembenaran diri dengan sikap berprasangkannya dan kehadirannya ke geraja.Contoh dari item ekstrinsik agama  antara lain “tujuan utama berdoa adalah untuk mendapatkan kelegaan dan perlindungan “, “Agama banyak menawarkan kenyamanan ketika saya mengalami kesedihan dan ketidakberuntungan”, dan “alasan saya untuk menjadi anggota gereja adalah membantu saya mengukuhkan seseorang dalam komunitas
Orang-orang yang pergi ke gereja mungkin saja cenderung merawat diri dengan lebih baik daripada orang-orang yang tidak pergi ke gerejaatau mungkin ada sesuatu yang unik mengenai agama yang menyebabkan kesehatan menjadi lebih baik. Aktivitas yang memiliki motivasi intrinsik biasanya lebih baik daripada yang memiliki motivasi ekstrinsik.oleh karena itu peneliti memprediksikan bahwa mereka yang mempunyai nilai religius yang lebih terinternalisasi (orientasi intrinsik) akan lebih baik daripada yang menggunakan agama untuk mencapai suatu tujuan (orientasi ekstrinsik).
2.      Cara mengurangi prasangka
Gordon Allport pertama kali tertarik dengan perbedaan antara orientasi religius intrinsik dan ekstrinsik karena ia menyadari banyak orang yang teridentifikasi sebagai orang yang sangat religius juga cukup berprasangka. Allport mrngutarakan untuk mengurangi prasangka adalah kontak, apabila anggota dari kelompok mayoritas dan minoritas lebih berinteraksi dibawah kondisi optimal maka prasangka akan berkurang

G.    KRITIK TERHADAP TEORI GORDON ALLPORT
Bagi Allport kebanyakan orang paling baik dianggap sebagi pribadi yang sadar, melihat kedepan dan mencari ketegangan. Bagi mereka yang yakin bahwa teori deterministik telah kehilangan padangannya mengenai manusia yang proaktif, pandangan kemanusiaan Allport secara filosofi menjadi sangat menyegarkan. Akan tetapi sama dengan teori-teori lainnya, pandangan tersebut harus dievaluasi dengan basis ilmiyah.
1.      Teori kepribadian Allport lebih berdasarkan spekulasi filosofi dan logika awam daripada investigasi ilmiah.
2.      Teorinya terbatas, memberkan penjelasan terhadap suatu aspek kepribadian yang cukup sempit, yaitu beberapa jenis motifasi.
3.      Teori ini hanya memberikan organisasi dari hasil observasi yang bermanfaat untuk orang dewasa yang sempit.
4.      Sebagai panduan untuk praktisi, teori Allport mempunyai kegunaan yang sedang.
5.      Dalam kriteria kemampuan untuk dikaji ulang, teori Allport mendapatkan nilai rendah.
Dalam dua kriteria teori yang bermanfaat, psikologi individual Allport dinilai tinggi. Penggunaan bahasa yang teliti dan akurat memberikan teori ini konsistensi internal dan kehematan.
DAFTAR REFERENSI
Alwisol. 2006. Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. UMM Press : Malang
Feist, Jest & Gregory, J. Feist. 2011. Theories of Personality. McGraw Hill : New York
Hall, S. Calvin & Gardner Lindzey. 1978. Theories of Personality (Third Edition). John Wiley & Sons : USA

No comments:

Post a Comment