Selamat Datang dan Semoga Bermanfaat,SILAHKAN ISI BUKU TAMU DAHULU YA,,, Blog Ini Untuk Menambah Wawasan Bimbingan Dan Konseling Lalu Motivasi Diri, Serta Mohon Komentar Agar Selalu Baik Dalam Menampilkanya. Email jatirinkriatmaja04@gmail.com atau 085220363757

Monday, 29 October 2012

Pengelolaan Sekolah Berkualitas

Sekolah merupakan suatu organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, yang merupakan salah atu faktor penentu mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Melalui lembaga ini para peserta didik, baik secara mental  maupun intelektual, digembleng agar dapat mencapi mutu sesuai target yang ditetapkan oleh sekolah. Sementara itu, apabila kita amati kondisi SDM kita, kualitas manusia Indonesia yang belum begitu memuaskan telah menjadi berita rutin. Setiap keluar laporan Human Development Index, posisi kualitas SDM kita selalu berada di bawah. Senarnya, salah satu penyebab sekaligus kunci utama rendahnya kualitas manusia Indonesia adalah kualitas pendidikan yang rendah. Kualitas sosial-ekonomi dan gizi-kesehatan yang tinggi tidak akan dapat bertahan tanpa adanya manusia yang memiliki pendidikan berkualitas.

Agar suatu organisasi memiliki daya saing yang tinggi dalam skala global, maka organisasi tersebut harus mampu melakukan pekerjaan secara lebih baik, efektif, dan efisien dalam menghasilkan output yang berkualitas tinggi dan dengan harga yang bersaing. Untuk menghasilkan output yang bersaing, maka pada masa mendatang bukan lagi mengandalkan keunggulan komparatif saja, melainkan juga harus meningkatkan keunggulan kompetitif. Pengelolaan sumber daya akan memiliki potensi yang tinggi untuk mengelolanya. Sekolah unggulan dipandang sebagai salah satu alternatif yang efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan sekaligus kualitas SDM.
Akan tetapi, benerkah sekolah-sekolah unggulan kita mampu melahirkan manusia-manusia unggul? Sebutan sekolah unggulan itu sendiri sebenarnya kurang tepat. Kata “unggul” menyiratkan adanya adanya superioritas dibanding dengan yang lain. Kata ini menunjukkanh adanya “kesombongan” intelektual yang sengaja ditanamkan di lingkungan sekolah. Di negera-negara maju, untuk menunjukkan sekolah yang baik tidak menggunakan kata unggul (excellent) melainkan effective, develop, accelerate, dan essential.
Dari sisi ukuran muatan keunggulan, sekolah unggulan di Indonesia bergerak untuk memenuhi syarat sebagai sekolah unggulan yang mampu mengukur sebagian kemampuan akademis dan nonakademis. Dalam konsep yang sesungguhnya, sekolah yang secara terus-menerus meningkatkan kinerjanya dan menggunakan sumber daya yang memilikinya secara optimal untuk menumbuhkan kembangkan prestasi akademis siswa secara menyeluruh. Ini berarti bukan hanya prestasi akademis saja yang ditumbuh kembangkan, melainkan potensi psikis, fisik, etik, moral, religi, emosi, spirit, adversity, dan inteligensi.
Sekolah unggulan yang sebenarnya adalah sekolah yang dibangun secara bersama-sama oleh seluruh warga sekolah, bukan hanya oleh pemegang otoritas pendidikan. Dalam konsep sekolah unggulan yang saat ini diterapkan, untuk menciptakan prestasi siswa yang tinggi, harus dirancang kurikulum yang baik yang diajarkan oleh guru-guru berkualitas tinggi. Pada hal, sekolah unggulan yang sebenarnya, keunggulan akan dapat dicapai apabila seluruh sumber daya sekolah dimanfaatkan secara optimal. Artinya, tenaga administrasi, pengembang kurikulum di sekola, kepala sekolah, dan penjaga sekolah pun harus dilibatkan aecara aktif, karena semua sumber daya tersebut akan  menciptakan iklim sekolah yang mampu membentuk keunggulan sekolah.
Keunggulan sekolah terlebatak pada bagaimana cara sekolah merancang -  bangunan sekolah sebagai organisasi. Maksudnya adalah bagaimana warga sekolah berpartisipasi, bagaimana setiap orang memiliki peran dan tanggung jawab yang sesuai, serta bagaimana terjadinya pelimpahan dan pendelegasian wewenang yang disertai tanggung jawab. Semua itu bermuara pada kunci utama sekolah unggulan, yaitu keunggulan dalam pelayanan kepada siswa dengan memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensinya.
Menurut Suyanto, program kelas (baca: sekolah) unggulan di Indonesia secara pedagogis menyesatkan, bahkan ada yang telah memasuki wilayah malpraktik dan akan merugikan pendidikan kita dalam jangka panjang. Kelas-kelas unggulan diciptakan dengan cara mengelompokankan siswa menurut kemampuan akademisnya tanpa didasari filosofi yang benar. Pengelompokkan siswa ke dalam kelas-kelas menurut kemampuan akademisnya tidak sesuai dengan hakikat kehidupan di masyarakat. Sementara, kita ketahui bahwa kehidupan di masyarakat tak ada yang memiliki karakteristik homogen.
Pengembangan sekolah unggulan pada dasarnya berpijak di atas empat strategi dasar kebijakan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam GBHN 1993, yaitu pemerataan kesempatan, relevansi, kualitas, dan efisiensi.
Namun, jika boleh mengkritisi, pelaksanaan sekolah unggulan di Indonesia memiliki banyak kelemahan selain yang telah dikemukakan di depan. Pertama, sekolah unggulan membutuhkan legitimasi, dari pemerintah, bukan atas inisiatif masyarakat atau pengakuan masyarakat. Sehingga, penetapan sekolah unggulan cenderung bermuatan politis daripada muatan edukatifnya. Apabila sekolah unggulan didasari ada pengakuan masyarakat, maka pemerintah tidak pernah mengucurkan dana lebih kepada sekolah unggulan, karena masyarakat akan menanggung semua biaya atas keunggulan sekolah itu.
Kedua, sekolah unggulan hanya melayani golongan kaya, sementara golongan miskin tidak mungking mampu mengikuti sekolah unggulan walaupun secara akademis memenuhi syarat. Untuk mengikuti kelas unggulan, selain harus memiliki kamampuan akademis tinggi, juga harus menyediakan uang jutaan rupiah. Artinya, penyelenggaraan sekolah unggulan bertentangan dengan prinsip equity, yaitu menyediakan uang jutaan rupiah. Artinya, penyelenggaraan pendidikan amat penting agar kelak melahirkan manusia-manusia unggul yang memiliki hati nurani yang berkeadilan.
Ketiga, profil sekolah unggulan kita hanya dilihat dari karakteristik prestasi yang tinggi berupa NEM, input siswa yang memiliki NEM tinggi, ketegangan berkualitas, sarana prasarana yang lengkap, dana sekolah yang kesemuanya sudah unggul. Bila bahan masukannya bagus, lalu diproses di tempat yang baik dengan cara yang baik pula, maka wajar saja kalau hasil  keluarannya bagus. Yang seharusnya disebut sekolah unggul adalah apabila masukan biasa-biasa saja atau kurang baik pula sehingga keluarannya bagus.
Oleh karena itu, penyelenggarakan sekolah unggulan harus segera direstrukturiasi agar benar-benar bisa lahirkan manusia unggul yang bermanfaat bagi negeri ini. Bibit-bibit manusia unggul di Indonesia cukup besar karena prevalensi akan berbakat sekitar 2% yang artinya setiap 1.000 terdapat 20 anak berbakat.
Berdasarkan prakiraan Lembaga Demografi UI (1991), penduduk usia sekolah di Indonesia tahun 2000 diperkirakan sebesar 76.478.249, maka kita akan memiliki anak berbakat sebanyak 1.529.565 orang. jumlah itu cukup untuk memenuhi kebutuhan pimpinan dari tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan kecamataan.
Konsep sekolah unggulan yang tidak unggul, seperti yang telah dipaparkan di atas, haru segera direstrukturisasi. Restrukturisasi sekolah unggulan yang ditawarkan adalah sebagai berikut.
Pertama, program sekolah unggulan tidak perlu memisahkan antara anak yang memiliki bakat keunggulan dengan anak yang tidak memiliki bakat keunggulan.
Kedua,  dasar pemilihan keunggulan tidak hanya didasarkan pada kemampuan intelegensi dalam lingkup sempit yang berupa kemampuan logika-matematika seperti yang diwujudkan dalam test IQ. Keunggulan seseorang dapat dijaring melalui berbagai keberbakatan, seperti yang kini telah dikenal ada 8 jenis.
Ketiga, sekolah unggulan jangan hanya menjaring anak yang kanya saja, tetapi menjaring semua anak yang memiliki bakat keunggulan dari semua kalangan. Berbagai sekolah unggulan yang dikembangkan di Amerika justru untuk membela kalangan miskin. Misalnya, Effective School yang dikembangkan awal 1980-an oleh Ronald Edmonds di miskin karena prestasinya tak kalah dengan anak dari keluarga kaya. Demikian pula dengan School Development Program yang dikembangkan oleh James Comer disetujukan untuk meningkatkan pendidikan bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin. Essential School yang diciptakan oleh Theodore Sizer dari Brown University juga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan siswa kurang mampu.
Keempat, sekolah unggulan harus memiliki model manajemen sekolah yang unggul, yaitu yang melibatkan partisipasi semua stakeholder sekolah, memiliki kepemimpinan yang kuat, memiliki budaya sekolah yang kuat, mengutamakan pelayanan pada siswa, menghargai prestasi setiap siswa berdasarkan kondisinya masing-masing, serta terpenuhinya harapan siswa dan berbagai pihak terkait dengan memuaskan.
Itu semua akan tercapai apabilal pengelolaan sekolah trelah mandiri di atas pundaksekolah sendiri, bukan ditentukan oleh birokrasi yang lebih tinggi. Saat ini amat tepat untuk mengembangkan sekolah unggulan karena terdapat dua suprastruktur yang mendukung.
Pertama,dikeluarkannya UU Pendidikan No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, di mana pendidikan termasuk salah satu bidasng yang didesentralisasikan. Dengan adanya kedekatan birokrasi antara sekolah dan Kabupaten/Kota, diharapkan perhatian pemerintah daerah terhapat pengembangan sekolah unggulan semakin serius. Kedua, adanya UU No. 25 Tahun 2000 yang didalamnya memuat bahwa salah satu program pendidikan prasekolah, pendidikan dasar dan pendidikan menengah adalah terwujudnya pendidikan berbasis masyarakat/sekolah. Melalui pendidikan berbasis masyarakat/sekolah inilah warga sekolah akan memiliki kekuasaan penuh dalam mengelola sekolah. Setiap sekolah akan menjadi sekolah unggulan apabila diberi wewenang untuk mengelola dirinya sendiri dan diberi tanggung jawab penuh.
Selama sekolah-sekolah hanya dijadikan alat oleh birokrasi di atasnya (baca: kementerian pendidikan), maka sekolah tidak akan pernah menjadi sekolah ungggulan. Bisa saja semua sekolah menjadi sekolah unggulan yang berbeda-beda berdasarkan potensi dan kebutuhan warganya. Apabila semua sekolah telah menjadi sekolah unggulan maka tidak sulit bagi negeri ini untuk bangkit dari keterpurukannya.

No comments:

Post a Comment