BAB I
PENDAHULIAN
A. LATAR BELAKANG
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa
Pendidikan adalah suatu bentuk investasi jangka panjang yang penting bagi
seorang manusia. Pendidikan yang berhasil akan menciptakan manusia yang pantas
dan berkelayakan di masyarakat seta tidak menyusahkan orang lain. Masyarakat
dari yang paling terbelakang sampai yang paling maju mengakui bahwa pendidik /
guru merupakan satu diantara sekian banyak unsur pembentuk utama calon anggota
masyarakat. Namun, wujud pengakuan itu berbeda-beda antara satu masyarakat dan
masyarakat yang lain. Sebagian mengakui pentingnya peranan guru itu dengan cara
yang lebih konkrit, sementara yang lain masih menyangsikan besarnya tanggung
jawab seorang guru, termasuk masyarakat yang sering menggaji guru lebih rendah
daripada yang sepantasnya.
Profesi adalah pekerjaan yang
membutuhkan pelatihan dan
penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus.
Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus
untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer,teknikdan desainer.
Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu,
disebut profesional. Walaupun
begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima
bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju
profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya,
sementara olahraga tinju sendiri
umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.
Secara emplisit sesungguhnya telah tersimpul beberapa
ciri pokok yang membedakan suatu jenis pekerjaan yang telah dapat
diidentifikasi sebagai suatu profesi dari jenis kategori pekerjaan lainnanya.
Telah sejak lama permasalahan karekteristik keprofesian tersebut menjadi
perhatian dan fokus telaahan banyak pakar yang meminatinya. Tiada keseragaman
kesimpulan hasil kajian para pakar tersebut mengenai perangkat karekteristik
keprofesian tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
Bertitik tolak dari latar belakang Profesi adalah pekerjaan yang
membutuhkan pelatihan dan
penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus maka
kami mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1.
Seperti
apakah karakteristik orang yang memiliki profesi?
2.
Apa saja
yang menjadi syarat seseorang memeiliki profesi?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini secara formal adalah
untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah “Profesi Kependidikan”
tentang karakteristik dan syarat profesi.
Tujuan yang lainnya yaitu untuk mengetahui
karakteristik dan syarat-syarat seorang profesi untuk menjadi seorang yang
professional.
D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat dari penulisan makalah ini
adalah sebagai pelajaran kita sebagai calon guru untuk menjadi guru yang
professional yang menjungjung etika profesionalisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGANTAR
Secara emplisit sesungguhnya telah tersimpul beberapa
ciri pokok yang membedakan suatu jenis pekerjaan yang telah dapat
diidentifikasi sebagai suatu profesi dari jenis kategori pekerjaan lainnanya.
Telah sejak lama permasalahan karekteristik keprofesian tersebut menjadi
perhatian dan fokus telaahan banyak pakar yang meminatinya. Tiada keseragaman kesimpulan
hasil kajian para pakar tersebut mengenai perangkat karekteristik keprofesian
tersebut.
B. KARAKTERISTIK
PROFESI
Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan
adalah profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari
pekerjaan lainnya. Daftar karakterstik ini tidak memuat semua karakteristik
yang pernah diterapkan pada profesi, juga tidak semua ciri ini berlaku dalam
setiap profesi
Lieberman (1956), mengemukakan bahwa karakteristik
profesi kalau dicermati secara seksama ternyata terdapat titik-titik
persamaanya. Diantara pokok-pokok persamaannya itu iyalah sebagai berikut:
1.
Khas, Nyata, Dan, Pelayanannya Penting
Profesi itu merupakan suatu jenis pelayanan atau
pekerjaan yang unik (khas), dalam arti berbeda dari jenis pekerjaan atau
pelayanan apapun yang lainnya. Disamping itu, profesi juga bersifat definitif
dalam arti jelas batas-batas kawasan cakupan bidang garapannya (meskipun
mungkin sampai batas dan derajat tertentu ada kontingensinya dengan bidang
lainnya). Selanjutnya, profesi juga merupakan suatu pekerjaan atau pelayanan
yang sangat penting, dalam arti hal itu amat dibutuhkan oleh pihak penerima
jasa sementara pihaknya sendiri tidak memiliki pengetahuan, ketrampilan dan
kemampuan untuk melakukannya sendiri.
2.
Memerlukan Kemampuan Intelektual Dalam Melaksanakan Tugasnya
Pelayanan itu amat menuntut kemampuan kinerja
intellektual, yang berlainan dengan keterampilan atau pekerjaan manual
semata-mata. Benar, kemampuan profesi juga terkadang mempergunakan peralatan
manual dalam praktek pelayanannya, seperti seorang dokter bedah misalnya
menggunakan pisau operasi, namun proses penggunaannya dibimbing oleh suatu
teori dan wawasan intelektual.
3.
Memerlukan Pelatihan Yang Sangat Lama
Perolehan penguasaan dan pengetahuan intelektual
(wawasan atau visi dan kemampuan atau kompetensi serta kemahiran atau skills)
serta sikap profesional tersebut, seseorang akan memerlukan waktu yang sangat
lama. Untuk mencapai kualifikasi keprofesian sempurna lazimnya tidak kurang
dari lima tahun lamanya, ditambah dengan pengalaman praktek terbimbing hingga
tercapainya suatu tingkat kemandirian secara penuh dalam menjalankan
profesinya. Pendidikan keprosian termaksud lazimnya dilaksanakan pada jenjang
pendidikan tinggi, dengan proses pemagangannya sampai batas waktu tertentu
dalam bimbingan para seniornya.
4.
Profesinya Sudah Di Akui Oleh Kelompok Yang Bersangkutan
Kinerja pelayanan itu demikian cermat secara teknis
sehingga kelompok (asosiasi) profesi yang bersangkutan sudah sudah memberikan
jaminan bahwa anggotanya dipandang mampu untuk melakukannya sendiri tugas
pelayanan tersebut, apa yang seyogyanya dilakukan dan bagaimana menjalankannya,
siapa yang seyogyanya meberikan izin dan lisensi untuk melaksanakan kinerja
itu. Individu-individu dalam kerangka kelomok asosiasinya pada dasarnya
relatif bebas dari pengawasan, dan secara langsung mereka menangani prakteknya.
Dalam hal menjumpai sesuatu kasus yang berbeda diluar kemampuannya, mereka
membuat rujukan (referral) kepada orang lain dipandang lebih berwenang, atau
membawanya kedalam suatu panel atau konferensi kasus ( case converense).
5.
Pelaksana Praktisi Professional Harus Bertanggung Jawab Terhadap Tindakannya
Konsekuensi dari otonomi yang
dilimpahkan kedapa seorang tenaga praktisi profesional itu, maka berarti pula
ia memikul tanggung jawab pribadinya harus secara penuh. Apapun yang terjadi,
seperti dokter keliru melakukan diagnosis atau memberikan perlakuan terhadap
pasiennya atau seorang guru yang keliru menangani permasalahan siswanya, maka
kesemuanya itu harus dipertanggungjawabkannya, serta tidak selayaknya
mnudingkan atau melemparkan kekeliruannya kepada pihak lain.
6.
Pelayanan Yang Di Berikan Seorang Professional Harus Mementingkan Pelayanan
Mengingat pelayanan profesional itu merupakan hal yang
amat esensial (dipandang dari pihak masyarakat yang memerlukannya) maka
hendaknya kinerja pelayanan tersebut lebih mengutamakan kepentingan
pelayanan pemenuhan kebutuhan tersebut, ketimbang untuk kepentingan perolehan
imbalan ekonomis yang akan diterimanya. Hal itu bukan berarti pelayanan
profesional tidak boleh memperoleh imbalan yang selayaknya. Bahkan seandainya
kondisi dan situasi menuntut atsu memanggilnya, seorang profesional itu
hendaknya bersedia memberikan pelayanan tanpa imbalan sekalipun.
7.
Masyarakat Mengakui Organisasi Pelaksana Profesi
Mengingat pelayanan itu sangat teknis sifatnya, maka
masyarakat menyadari bahwa pelayanan semacam itu hanya mungkin dilakukan
penanganannya oleh mereka yang kompeten saja. Karena masyarakat awam yang
kompeten yang bersangkutan, maka kelompok(asosiasi) para praktisi itu sendiri
satu-satunya institusi yang seyogyanya menjalankan peranan yang ekstra, dalam
arti menjadi polisi atau dirinya sendiri, iyalah mengadakan pengendalian atas
anggotanya mulai saat penerimaannya dan memberikan sanksinya bilamana
diperlukan terhadap mereka yang melakukan pelanggaran terhadap kode etikanya.
8.
Pelaksana Profesi Haruslah Memengang Teguh Kode Etiknya
Otonomi yang dimiliki dan dinikmati oleh organisasi
profesi dengan para anggotanya seyogyanya disertai kesadaran dan iktikad yang
tulus baik pada organisasi maupun pada individual anggotanya untuk memonitor
perilakunya sendiri. Mengingat organisasi dan sekaligus juga anggotanya harus
menjadi polisi atas dirinya sendiri maka hendaknya mereka bertindak sesuai
dengan kewajiban dan tuntunan moralnya baik terhadapklien maupun masyarakatnya.
Atas dasar itu, adanya suatu perangkat kode etika yang telah disepakati bersama
oleh yang bersangkutan seyogyanya membimbing hati nuraninya dan mempedomani
segaa tingkah lakunya.
Dari
keterangan tersebut, maka pada intinya bahwa suatu pekerjaan itu dapat di
pandang sebagai suatu profesi apabila minimal telah memadai hal-hal sebagai
berikut :
1.
Memiliki kecakupan ranah kawasan pekerjaan atau
pelayanan khas, definitive dan sangat penting dan di butuhkan masyarakat.
2.
Para pengembang tugas pekerjaan atau pelayanan
tersebut telah memiliki wawasan , pemahaman dan penguasaan pengetahuan serta
perangkatteoritis yang relevan secara luas dan mendalam ; menguasai perangkat
kemahiran teknis kinerja pelayanan memadai persyaratan standarnya; memiliki
sikap keprofesian dan semangat pengabdian yang positif dan tinggi serta
kepribadian yang mantap dan mandiri dalam menunaikan tugas yang di embannya
dengan selalu mempedomani dan mengindahkan kode etika yang di gariskan
institusi (organisasi profesinya).
3.
Memiliki system pendidikan yang mantap dan mapan
berdasarkan ketentuan persyaratan standarnya bagi penyiapan (preeservice)
maupun pengembangan (in service continuing, evelopment) tenaga pengemban tugas
pekerjaan prepesional yang bersangkutan; yang lajimnya di selenggarakan pada
jenjang pendidikan tinggi berikut lembaga lain dan organisasi profesinya yang
bersangkutan.
4.
Memiliki perangkat kode etik professional yang telah
di sepakati dan selalu di patuhi serta di pedomani para anggota pengemban tugas
pekerjaan atau pelayanan professional yang bersangkutan. Kode etik profesiaonal
di kembangkan , di tetapkan dan di berdayakan keefektipannya oleh organisasi
profesi yang bersangkutan.
5.
Memiliki organisasi profesi yang menghimpun, membina,
dan mengembangkan kemampuan professional, melindungi kepentingan professional
serta memajukan kesejahteraan anggotanya dengan senantiasa mengindahkan kode
etiknya dan ketentuan organisasinya.
6.
Memiliki jurnal dan sarana publikasi professional
lainnya yang menyajikan berbagai karya sebagai karya penelitian dan kegiatan
ilmiah sebagai media pembimbinaan dan pengembangan para anggotanya serta
mengabdikan para anggota masyarakat dan khasanah ilmu pengetahuan yang menopang
profesinya.
7.
Memperoleh pengakuan dan penghargaan yang selayaknya
baik secara social (dari masyarakat) dan serta legal (dari pemerintah yang
bersangkutan atas keberadaan dan kemanfaatan profesi termaksud).
Ornstein dan
levin (soecipto dan kosasi, 2004:15) menyatakan bahwa profesi itu adalah
jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini :
1.
Melayani masyarakat merupakan karir yang akan di
aksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).
2.
Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan khusus di luar
jangkauan khalayak ramai.
3.
Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori
praktek (teori baru di kembangkan dari hasil penelitian).
4.
Memerlukan penelitiankhusus dengan waktu yang panjang.
5.
Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai
persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlikan izin tertentu
dan persyaratan khusus yang di tentukan untuk dapat mendudukinya).
6.
Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup
kerja tertentu (tidak diatur oleh orang luar).
7.
Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang d
iambi dan unjuk kerja yang di tampilkan dan brhubungan dengan layanan yang di berikan
(langsung tanggung jawab terhadap apa yang di putuskannya, tidak di pindahkan
keatasan atau instansi yang lebih tinggi).mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang
baku.
8.
Mempunyai komitmen terhadap dan jabatan klien, dengan
penekanan terhadap layanan yang akan di berikan.
9.
Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya,
reltif bebas dari suvervisi dalam jabatan.
10. Menpunyai
organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
11. Mempunyai asosiasi
profesi dan atau kelompok ‘elit’
untuk mengetahui dan mengakui kebrhasilan anggotanya.
12. Mempunyai
kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan menyangsikan yang
berhubungan dengan layanan yang di berikan.
13. Mempunyai
kepercayaan yang tinggi dari public dan kepercayaan dari setiap anggota.
14. Mempunyai
status social yang tinggi (bila dibandingakan dengan jabatan lain).
C. SYRAT-SYARAT
PROFESI
Robert w. Richey (Arikunto, 1990:235) mengemukakan
ciri ciri dan syrat-syarat profesi secara umum sebagai berikut:
1. Lebih mementingkan
pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan kepentingan pribadi.
2. Seorang pekerja
profesional, secara aktif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari
konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan kusus yang mendukung
keahliannya.
3. Memiliki kualifikasi
tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan
dalam pertumbuhan jabatan.
4. Memiliki kode etik
yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara kerja.
5. Membutuhkan suatu
kegiatan intelektual yang tinggi.
6. Adanya organisasi
yang dapat meningkatkan standar pelayanan, disiplin diri dalam profasi, serta
kesejahteraan anggotanya.
7. Memberikan kesempatan
untuk kemajuan, spesialisasi, dan kemandirian.
8. Memandang profesi
suatu karir hidup (alive career) dan menjadi seorang anggota yang permanen.
D. CIRI-CIRI DAN SYARAT-SYARAT PROFESI GURU
Cirri-ciri
dan syarat-syarat di atas dapat di gunakan sebagai criteria atau tolak ukur
keprofesionalan guru. Selanjutnya criteria ini akan berfungsi ganda yaitu untuk
:
1.
Mengukur sejauh mana guru-guru d indonesia telah
memenuhi criteria profesionalisasi.
2.
Dijadikan titik tujuan yang akan mengarahkan segala
upayamenuju profesionalisasi guru.
Khusus untuk
jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya.
Misalnya National Education Association (NEA) yang menyarankan criteria
berikut:
1.
Jabatan Yang Melibatkan Kegiatan Intelektual
2.
Jabatan Yang Menggeluti Suatu Batang Tubuh Ilmu Yang Khusus
3.
Jabatan Yang Memerlukan Persiapan Professional Yang
Lama (Bandingkan Dengan Pekerjaan Yang Memerlukan Latihan Umum Belaka)
4.
Jabatan Yang Memerlukan ‘Latihan Dalam Jabatan’ Yang
Berkesinambungan
5.
Jabatan Yang Menjanjikan Karier Hidup Dan Keanggotaan
Yang Permanen
6.
Jabatan Yang Menentukan Baku (Standar) Sendiri
7.
Jabatan Yang Mementingkan Layanan Diatas Keuntungan
Pribadi
8.
Jabatan Yang Mempunyai Organisasi Profesional Yang
Kuat Dan Terjalin Erat
Berikut ini
penjelasan criteria tersebut :
1.
Jabatan Yang Melibatkan Kegiatan Intelektual
Mengajar
melibatkan upaya-upaya yang sifatnya di dominasi kegiatan intelektual . lebih
lanjut dapat diamati, bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi
ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan professional lainnya. Oleh
karena itu mengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi
(stinnett dan huggett dalam suecipto dan kosasi , 2004:18).
2.
Jabatan Yang Menggeluti Suatu Batang Tubuh Ilmu Yang Khusus
Semua
jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari
orang awam, dan memungkinkan mereka mengadakan pengawasan tentang jabatannya.
Anggota-anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang membangun keahlian
mereka dan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan, amatiran, dan tidak
terdidik, dan kelompok tertentu yang ingin mencari keuntungan. Namun, belum ada
kesepakatan dalam bidang ilmu khusus yang melatari pendidikan (education) atau
keguruan (teaching) (Ornstein and Levine, suecipto dan kosasi , 2004:19).
Terdapat
berbagai pendapat tentang apakah mengajar memunuhi persyaratan kedua ini.Mereka
yang bergerak di bidang pendidikan menyatakan bahwa mengajar telah
mengembangkan secara jelas bidang khusus yang sangat penting dalam
mempersiapkan guru yang berwenang. Sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa
mengajar belum mempunyai batang tubuh ilmu kusus yang di jabarkan secara
ilmiah. Kelompok pertama percaya bahwa mengajar adalah suatu sains (science),
sementara kesempatan kedua mengatakan bahwa mengajar adalah suatu kiat (art)
(Stinnet dan huggett,1963). Namun, dalam karangan-karangan yang di tulis dalam
Encyclopedia of educational pesearch, misalnya terdapat bukti-bukti bahwa
pekerjaan mengajar telah secara intensif mengembangkan batan tubuh ilmu khususnya.
Sebaliknya masih ada juga yang berpendapat bahwa pendidikan sedang dalam krisis
identitas, batang tubuhnya tidak jelas, batas-batasnya kabur, strukturnya
sebagai a bodi of knowledge samar-samar (sanusi et al.,2004 :19). Sementara itu
ilmu pengetahuan tingkah laku (behavioral sciences), ilmu pengetahuan alam, dan
bidang kesehatan dapat di bimbing langsung dengan peraturan dan prosedur yang
ekstensief dan menggunakan metodologi yang jelas. Ilmu yang terpakai dalam
dunia nyata pengajaran masih banyak yang belum teruji falidasinya dan yang di
setujui di sebagian besar ahlinya (gldeonse, dan woodring, suecipto dan kosasi
, 2004:20).
Banyak guru
di sekolah menengah di perkirakan mengejar diluar bidang ilmu yang cocok dengan
ijasahnya; misalnya banyak guru matematika yang tidak mendapat mayor dalam
matematika sewaktu dia belajar pada lembaga pendidikan guru, ataupun mereka
tidak di siapkan untuk mengajar matematika. masalah ini sangat menonjol dalam
bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam, walaupun sudah agak berkurang
dengan adanya persediaan guru yang cukup sekarang ini. apakah guru bidang ilmu
pengetahuan tertentu juga di tentukan oleh baku pendidikan dan pelatihanya?
sampai saat ini pendidikan guru banyak yang di tentukan “datri atas”, ada yang
yang waktu pendidikannya 2 tahun saja, ada yang perlu 3 tahun atau 4 tahun. Untuk
melangkah pada jabatan professional, guru harus mempunyai pengaruh cukup besar
dalam membuat keputusan tentang jabatannya sendiri. Organisasi guru harus
mempunyai kekuasaan dan kepemimpinan yang potensial untuk bekerja sama, dan
bukan di dikte dengan kelompok yang berkepentingan misalnya oleh lembaga
pendidikan guru atau kantor wilayah pendidikan beserta jajarannya.
3.
Jabatan Yang Memerlukan Persiapan Professional Yang Lama (Bandingkan Dengan
Pekerjaan Yang Memerlukan Latihan Umum Belaka).
Yang
membedakan jabatan professional dengan nonprofessional antara lain adalah
penyelesaian pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada yang di atur universitas /
institut atau melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran
pemagangan dan kuliah yang pertama, yakni pendidikan melalui perguruan tinggi
di sediakan untuk jabatan professional, sedangkan yang ke dua, yakni pendidikan
melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah
di peruntukkan bagi jabatan yang nonprofessional (Ornstein dan Levine,2004: 21).
Tetapi jenis ke dua ini tidak ada lagi di Indonesia.
Anggota kelompok guru dan yang berwenang didepartemen
pendidikan dan kebudayaan berpendapat bahwa persiapan professional yang cukup
lama amat perlu untuk mendidik guru yang berwenang. Konsep ini menjelaskan
keharusan memenuhi kurikulum perguruan tinggi yang terdiri dari pendidikan
umum, professional, dan khusus, sekurang-kurangnya 4 tahun bagi guru pengulang,
atau pendidikan persiapan professional di LPTK. Namun sampai sekarang di
Indonesia ternyata masih banyak guru yang lama pendidikan mereka sangat
singkat, sehingga tentu saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi
persyaratan yang kita harapkan.
4.
Jabatan Yang Memerlukan ‘Latihan Dalam Jabatan’ Yang Berkesinambungan.
Jabatan guru
cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan profesional, sebab hamper
setiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan professional, baik yang
mendapat penghargaan kredit maupun tanpa kredit malahan pada saat sekarang
bermacam-macam pendidikan professional tambahan di ikuti guru-guru dalam
menyertakan dirinya dalam kualifikasi yang di tetapkan.
5.
Jabatan Yang Menjanjikan Karier Hidup Dan Keanggotaan Yang Permanen.
Di luar
negeri barang kali syarat jabatan guru sebagai karir permanen merupakan titik
yang paling lemah dalam menuntut bahwa menagajar adalah jabatan profesional.
Banyak guru baru yang pindah kerja kebidang lain, yang lebih banyak menjanjikan
bayaran yang lebih tinggi. Di Indonesia kelihatannya tidak begitu banyak guru
yang pindah kebidang lain walaupun bukan berarti pula bahwa jabatan guru di
Indonesia mempunyai pendapatan yang tinggi. Alasannya munkin karena lapangan
kerja dan sistem pindah jabatan yang agak sulit. Dengan demikian kriteria ini
dapat dipenuhi oleh jabatan guru di Indonesia.
6.
Jabatan Yang Menentukan Baku (Standar) Sendiri.
Karena
jabatan guru menyangkut hajat orang banyak, maka baku untuk jabatan guru ini
sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sndiri, terutama di Negara kita.
Baku jabatan guru masih sangat banyak di atur oleh pihak pemerintah, atau pihak
lain yang menggunakan tenaga guru tersebut seperti yayasan pendidikan swasta.
sementara
kebanyakan jabatan mempunyai patokan dan persyaratan yang seragam untuk
meyakinkan kemepuan minimum yang di haruskan, tidak demikian halnya dengan
jabatan guru. dari pengalaman beberapa tahun terakhir penerimaan calon
mahasiswa yang masuk di lembaga pendidikan guru nantinya,karena bagaimanapun
juga mutu lulusan akan sangat di pengaruhi oleh mutu masukan atau bahan
bakunya, dalam hal ini multicalon mahasiswa pendidikan guru.
Dalam setiap
jabatan profesi setiap anggota kelompok di anggap sanggup untuk membuat
keputusan professional berhubungan dengan iklim kerjanya. Para professional
biasanya membuat peraturan sendiri dalam daerah kompetensinya, kebiasaan dan
tradisi yang berhubungan dengan pengawasan yang efektif tentang hal-hal yang
berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan langganan
(kliennya).
dokter dan
pengacara misalnya, menyediakan layanan untuk masyarakat, sementara klienya
membayar untuk itu namun tak seorang pun mengharap bahwa orang banyaka atau
klien akan menulis resep atau pun yang menulis kontrak. bila kilen ikut
mempengaruhu keputusan dari praktek dokter atau pengacara, maka hubungan
professional-klien berakhir. ini pada hakikatnya berarti mempertahankan klien
dari mangsa ketidak tahuannya, di samping juga menjaga profesi dari penilaian
yang tidak rasional dari klien atau khalayak ramai. para professional harus
mempunyai pengetahuan dan kecakapan dalam membuat penelitian, sebaliknya tidak
demikian dengan klien.
bagaimana
dengan guru? guru sebagaimanan sudah diaturkan di atas , sebaliknya membolehkan
orang tua, kepala sekolah, pejabat kantor wilayah atau anggota masyarakat mengatakan
apa yang harus di lakuakan mereka. Otonomi professional tidak berarti bahwa
tidak ada sama sekali control terhadap professional sebaliknya, ini berarti
bahwa control yang memerlukan kompetensi teknis hanya dapat di lakukan oleh
orang-orang yang mempunyai kemampuan professional dalam hal itu.
7.
Jabatan Yang Mementingkan Layanan Diatas Keuntungan Pribadi.
Jabatan
mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak perlu
diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat berperan mempengaruhi kehhidupan
yang lebih baik dari warga Negara masa depan.
Jabatan guru
telah terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya
termotivasi oleh keinginan untuk membanu orang lain, buakn disebabkan oleh keuntungan
ekonomi atau keuangan. kebanyakan guru memilih jabatan ini berdasarkan apa yang
di anggap baik oleh mereka yakni mendapatkan kepuasan rohaniah ketimbang
kepuasan ekonomi atau lahiriah. namun tidak berarti bahwa guru harus di bayar
lebih rendah tetapi juga jangan mengharapkan akan cepat kaya bila memilih
jabatan guru. oleh sebab itu , tidak perlu diragukan lagi bahwa persyaratan
ketujuh ini dapat dipenuhi dengan baik
8.
Jabatan Yang Mempunyai Organisasi Profesional Yang Kuat Dan Terjalin Erat.
Semua
profesi yang di kenal mempunyai organisasi professional yang kuat untuk dapat
menadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya. Dalam beberapa hal, jabatan
guru telah memenuhi kreteria ini dan dalam hal lain belum di capai. Di
Indonesia telah ada persatuan guru republic Indonesia (PGRI) dan ada pula
ikatan sarjana pendidikan Indonesia (ISPI) yang mewadahi seluruh sarjana
pendidikan. disamping itu, juga telah ada kelompok guru mata pelajaran sejenis,
baik pada tingkat daerah maupun tingkat nasional, namun belum terkait secara
baik dengan PGRI.harus di carikan usaha yang sungguh-sungguh agar kelompok-kelompok
guru mata pelajaran sejenis tidak di hilangkan, tetapi di rangkul kedalam
rangkulan PGRI sehingga menjalin yang amat rapih dari suatu profesi yang baik.
Berdasakan
analisis ini tampaknya jabatan guru belum sepenuhnya dapat di ketegorikan sebagai
suatu profesi yang utuh, dan bahkan banyak orong sependapat bahwa guru hanya
jabatan semiprofessional atau profesi yang baru muncul karena belum semua
cirri-ciri di atas yang dapat di penuhi.
Robert B.
Howsan et al. (1976) menulis bahwa guru harus di lihat sebagai profesi yang
baru muncul dank arena itu mempunyai status yang lebih tinggi dari jabatan
semiprofessional, malahan mendekati status jabatan profesi penuh. Oleh sebab
itu, dapat dikatakan jabatan guru sebagian tapi bukkan seluruhnya, adalah jabatan
professional, namun sedang bergerak kearah itu. Di Indonesia dapat merasakan
jalan kearah itu mulai di tapaki. Selain itu juga guru di beri penghargaan oleh
pemerintah melalui keputusan Menpan no.26 tahun 1989 denagn memberikan
tunjangan fungsional sebagai pengajar, dan dengan kemungkinan kenaikan pangkat
yang terbuka.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kesadaran umum akan besarnya tanggung jawab seorang
guru serta berbagai pandangan masyarakat terhadap peranannya telah mendorong
para tokoh dan ahli pendidikan untuk merumuskan ruang lingkup tugas, tanggung
jawab dan kualifikasi yang seharusnya dipenuhi oleh guru, sebagai pengajar guru
mempunyai tugas menyelenggarakan proses belajar-mengajar tugas yang mengisi
porsi terbesar dari profesi keguruan ini pada garis besarnya meliputi minimal
empat pokok, yaitu :
1.
menguasai bahan pengajaran
2.
merencanakan program belajar-mengajar
3.
melaksanakan, memimpin dan mengelola proses belajar-mengajar serta,
4.
menilai dan mengevaluasi kegiatan belajar-mengajar
Jabatan guru merupakan jabatan Profesional, dan
sebagai jabatan profesional, pemegangnya harus memenuhi kualifikasi tertentu.
Kriteria jabatan profesional antara lain bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan
intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu yang khusus, memerlukan persiapan lama
untuk memangkunya, memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan,
merupakan karier hidup dan keanggotaan yang permanen, menentukan baku
perilakunya, mementingkan layanan, mempunyai organisasi profesional, dan mempunyai
kode etik yang di taati oleh anggotanya.
Jabatan guru belum dapat memenuhi
secara maksimal persyaratan itu, namun perkembangannya di tanah air menunjukkan
arah untuk terpenuhinya persyaratan tersebut. Usaha untuk ini sangat tergantung
kepada niat, perilaku dan komitmen dari guru sendiri dan organisasi yang
berhubungan dengan itu, selain juga, oleh kebijaksanaan pemerintah
DAFTAR PUSTAKA
1. Djam’an
Satori, (No.Year). Profesi Keguruan.
Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka.
2. Udin
Syafrudin Saud. (2009). Pengembangan
Profesi Guru. Bandung. Penerbit ALFABETA.
No comments:
Post a Comment