BIMBINGAN KELOMPOK DAN KONSELING KELOMPOK
KONSEP DASAR BIMBINGAN
KELOMPOK DAN KONSELING KELOMPOK
DYP Sugiharto
A. Pendahuluan
Kiprah
bimbingan dan konseling dewasa ini tidak lagi hanya terbatas pada lingkungan
pendidikan sekolah, melainkan menjangkau seting luar sekolah dan masyarakat.
Dalam era kesejagatan saat ini, individu dituntut agar selalu mengembangkan
dan/atau memperbaiki kecakapannya dalam memilih informasi agar dapat mengambil
keputusan secara tepat. Pengembangan dan/atau perbaikan kecakapan semacam ini
perlu dilakukan secara terus menerus dalam bebagai aspek kehidupan melalui
proses belajar sepanjang hayat. Konseling merupakan wahana pelayanan yang mampu
memfasilitasi individu dan kelompok untuk menghadapi perubahan yang pesat dan
ragam informasi yang amat kompleks.
Pelayanan konseling yang
diluncurkan dengan kerangka kerja kelompok dapat berbentuk Layanan
Konseling Kelompok (KKp) atau Layanan Bimbingan Kelompok (BKp). Kondisi
riil di lapangan menunjukkan adanya bahwa Layanan KKp dan/atau BKp ini semakin
menjadi unggulan dan primadona dalam keseleruhan penyelenggaraan program
konseling. Kondisi ini terjadi karena Layanan KKp dan/atau BKp memiliki
beberapa keunggulan mendasar, antara lain : (1) membantu seseorang atau
sejumlah orang yang tidak siap dan terbuka secara perorangan menemui konselor,
(2) memfasilitasi individu atau sekelompok individu yang lebih berani berbicara
dan terbuka saat bersama-sama temannya, (3) dapat melayani sejumlah orang dalam
waktu yang bersamaan, (4) menimbulkan keakraban, membangun suasana saling
percaya, saling membantu, dan empati diantara sesama anggota kelompok dan
konselor, (5) menemukan alternatif pemecahan masalah yang lebih banyak dan
bervariasi, karena mengemukanya berbagai pemikiran dari anggota, (6) praktis,
dalam arti dapat dilakukan di mana saja, di dalam ruangan atau di luar ruangan,
di sekolah atau di luar sekolah, di rumah salah seorang peserta atau dirumah
konselor, di suatu kantor, atau di ruang praktik pribadi konselor.
Konsekuensi logis dari
perspektif yang dideskripsikan di atas adalah adanya tuntutan pelayanan KKp dan
atau BKp yang profesional. Konseling, dalam bentuk perorangan atau
kelompok, esensinya merupakan proses bantuan untuk mengentaskan masalah
yang terbangun dalam suatu hubungan tatap muka antara dua orang individu (klien
yang mengahadapi masalah dengan konselor yang memiliki kualifikasi yang
dipersyaratkan). Bantuan dimaksud diarahkan agar klien mampu memecahkan masalah
yang dihadapinya dan mampu tumbuh kembang ke arah yang dipilihnya, sehingga
klien mampu mengembangkan dirinya ke arah peningkatan kualitas kehidupan
sehari-hari yang efektif (effektive daily living). Hubungan dalam proses
konseling terjadi dalam suasana profesional dengan menyediakan kondisi yang
kondusif bagi perubahan dan pengembangan diri klien.
Konseling profesional
merupakan layanan terhadap klien yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan
dapat dipertanggungjawabkan dasar keilmuan dan teknologinya. Penyelenggaraan
konseling profesional bertitik tolak dari teori dan/atau pendekatan-pendekatan
yang dijadikan sebagai dasar acuannya.
Implikasi dari tuntutan ini
adalah, para calon konselor profesional perlu dipersiapkan melalui pembekalan
terprogram untuk memperoleh pengalaman mengelola KKp dan/atau BKp secara
langsung dengan sejumlah kelompok klien yang bervariasi.
B. Pengertian Dasar
Layanan Konseling Kelompok
(KKp) dan/atau Bimbingan Kelompok (BKp) merupakan jenis layanan koseling yang
mengikutkan sejumlah peserta dalam bentuk kelompok, dengan konselor sebagai
pemimpin kelompok. Layanan ini mengaktifkan dinamika kelompok untuk membahas
berbagai hal yang berguna bagi pengembangan pribadi dan/atau pemecahan masalah
individu yang menjadi peserta kegiatan kelompok.
Dalam BKp dibahas topik-topik umum yang menjadi kepedulian bersama anggota kelompok, sedangkan dalam KKp dibahas masalah pribadi yang dialami masing-masing anggota kelompok. Baik topik umum maupun masalah pribadi itu dibahas melalui suasana dinamika kelompok yang intensif dan konstruktif. Layanan ini dapat dilakukan di mana saja, di dalam ruangan atau di luar ruangan, di sekolah atau di luar sekolah, di rumah salah seorang peserta atau dirumah konselor, di suatu kantor, atau di ruang praktik pribadi konselor. Di manapun kedua jenis layanan ini dilaksanakan, harus terjamin bahwa dinamika kelompok dapat berkembang dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan kelompok.
Dalam BKp dibahas topik-topik umum yang menjadi kepedulian bersama anggota kelompok, sedangkan dalam KKp dibahas masalah pribadi yang dialami masing-masing anggota kelompok. Baik topik umum maupun masalah pribadi itu dibahas melalui suasana dinamika kelompok yang intensif dan konstruktif. Layanan ini dapat dilakukan di mana saja, di dalam ruangan atau di luar ruangan, di sekolah atau di luar sekolah, di rumah salah seorang peserta atau dirumah konselor, di suatu kantor, atau di ruang praktik pribadi konselor. Di manapun kedua jenis layanan ini dilaksanakan, harus terjamin bahwa dinamika kelompok dapat berkembang dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan kelompok.
C. Tujuan
Tujuan umum layanan BKp
dan/atau KKp adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi anggota kelompok,
khususnya kemampuan dalam berkomunikasi.
Secara khususkhusus tujuan BKp dan KKp adalah sebagai berikut.
Secara khususkhusus tujuan BKp dan KKp adalah sebagai berikut.
1.
BKp bertujuan membahas topik-topik tertentu
yang mengandung permasa-lahan actual dan menjadi perhatian anggota
kelompok. Melalui dinamika kelompok yang intensif, pembahasan topic-topik itu
mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap yang
menunjang diwujudkannya tingkah laku yang lebih efektif. Dalam hal ini
kemampuan berkomunikasi, verbal maupun non verbal, ditingkatkan.
2.
KKp terfokus pada pembahasan masalah pribadi
salah satu anggota kelompok secara bergantian. Melalui layanan kelompok yang
intensif dalam upaya pemecahan masalah tersebut para anggota kelompok
memperoleh dua tujuan sekaligus, yaitu :
a. terkembangkannya
perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap terarah pada ting-kah laku
khususnya dalam bersosialisasi/komunikasi
b. terpecahkannya
masalah individu yang bersangkutan dan diperolehnya imbasan pemecahan masalah
tersebut bagi anggota kelompok yang lain.
C. Tahap Bimbingan
dan Konseling Kelompok
1. Tahap Pembentukan
Tahap ini merupakan tahap
pengenalan dan penjajakan, dimana para peserta diharapkan dapat lebih
terbuka menyampaikan harapan keinginan dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai
oleh masing-masing anggota. Penampilan pemimpin kelompok pada tahap ini
hendaknya benar-benar bisa meyakinkan anggota kelompok sebagai orang yang bisa
dan bersedia membantu anggota kelompok mencapai tujuan yang diharapkan.
Dalam memulai pembentukan kelompok perlu adanya perencanaan yang matang. Oleh karena itu keberhasilan kelompok yang dibentuk tidak terlepas dari perencanaan dan pelaksanaan konseling kelompok itu sendiri. Berbagai ahli telah mengenali tahap-tahap perkembangan itu. Mereka memakai istilah yang kadang-kadang berbeda namun pada dasarnya mempunyai isi yang sama.
Dalam memulai pembentukan kelompok perlu adanya perencanaan yang matang. Oleh karena itu keberhasilan kelompok yang dibentuk tidak terlepas dari perencanaan dan pelaksanaan konseling kelompok itu sendiri. Berbagai ahli telah mengenali tahap-tahap perkembangan itu. Mereka memakai istilah yang kadang-kadang berbeda namun pada dasarnya mempunyai isi yang sama.
Beberapa tahapan dalam
pembentukan kelompok adalah sebagai berikut.
a. Mengembangkan alasan-alasan pembentukan kelompok.
a. Mengembangkan alasan-alasan pembentukan kelompok.
Alasan yang jelas dan
terarah merupakan kunci yang paling penting dalam merencanakan pembentukan
suatu kelompok.
b. Adanya konsep teori yang
jelas yang mendasari pembentukan suatu kelompok.
Sebagai layanan profesional, dalam bimbingan dan konseling kelompokperlu adanya batasan dan kekuatan untuk membentuk suatu kelompok. Waldo (1985) mengungkapkan konsep teorinya melalui I / We /It. “I” sebagai individual yaitu interpersonal yang difokuskan pada kepercayaan, sikap dan perasaan tentang dirinya. “We” sebagai interpersonal yang menyangkut hubungan antara anggota kelompok. “It” sebagai dimensi ekstrapersonal yang menyangkut isu-isu, tugas-tugas atau menyangkut kelompok.
Sebagai layanan profesional, dalam bimbingan dan konseling kelompokperlu adanya batasan dan kekuatan untuk membentuk suatu kelompok. Waldo (1985) mengungkapkan konsep teorinya melalui I / We /It. “I” sebagai individual yaitu interpersonal yang difokuskan pada kepercayaan, sikap dan perasaan tentang dirinya. “We” sebagai interpersonal yang menyangkut hubungan antara anggota kelompok. “It” sebagai dimensi ekstrapersonal yang menyangkut isu-isu, tugas-tugas atau menyangkut kelompok.
c. Mempertimbangkan kondisi
kehidupan sehari-hari
Pembentukan suatu kelompok
perlu mempertimbangkan hal-hal yang sifatnya spesifik, konkrit, dan tujuannya
praktis serta prosedural. Pemimpin kelompok harus sensitif terhadap kondisi
realita agar dapat mencegah reaksi-reaksi negatif dari para anggota kelompok.
d. Mempublikasikan kelompok
umtuk mendapatkan anggota
Kelompok yang potensial yang
mau bergabung diperlukan publikasi kelompok agar diketahui secara umum.
Pemimpin kelompok yang
pandai melakukan pendekatan dengan memperkenalkan diri secara terbuka,
menjelaskan prosesnya sebagai pemimpin kelompok dengan menggunakan komunikasi
yang hangat dan bersahabat akan lebih mudah diterima oleh anggota dalam menjalankan
kegiatan kelompok.
Pemimpin kelompok dalam
tahap ini diharapkan juga harus pandai membaca situasi. Mungkin saja dalam
situasi pembentukan ini keakraban dan keterikatan anggota kelompok belum
terjalin. Bisa saja antara anggota yang satu dengan yang lainnya belum saling
kenal mengenal.
Apabila keadaan seperti yang
dikemukakan di atas memang dirasakan terjadi dalam kelompok, maka tugas
pemimpin kelompok adalah membina suasana keakraban dan merangsang keterlibatan
anggota dengan menumbuhkan semangat kebersamaan perasaan sekelompok. Bila masih
dirasakan anggota kelompok masih enggan memikul tugas atau tanggung jawab, atau
masih terjadi kebekuan suasana, maka pemimpin kelompok harus dapat merangsang
dan mengarahkan anggota kelompok. Misalnya dengan menggunakan pertanyaan yang
menyenangkan atau melalui permainan kelompok.
Berikut ini dikemukakan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan yang seharusnya dilakukan dalam tahap pembentukan:
Berikut ini dikemukakan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan yang seharusnya dilakukan dalam tahap pembentukan:
a.
Menerima secara terbuka dan mengucapkan
terima kasih atas kehadiran dan kesediaan anggota kelompok melaksanakan
kegiatan.
b.
Berdoa secara bersama, sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-Menjelaskan pengertian bimbingan kelompok atau konseling
kelompok (disesuaikan dengan kegiatan apa yang direncanakan).
c.
Menjelaskan tujuan bimbingan kelompok atau
konseling kelompok.
d.
Menjelaskan cara pelaksanaan bimbingan
kelompok atau konseling kelompok.
e.
Menjelaskan asas-asas bimbingan dan konseling
yaitu asas kerahasiaan, kesukarelaan, kegiatan, keterbukaan, kenormatifan.
f.
Melaksanakan perkenalan dilanjutkan
dengan permainan pengakraban.
3. Tahap
Peralihan atau Transisi
Tahap transisi adalah suatu
tahap setelah proses pembentukan dan sebelum tahap kerja kelompok. Dalam
kelompok yang diperkirakan berakhir 12-15 sesi, tahap transisi terjadi pada
sesi kedua atau ketiga dan biasanya berlangsung satu samapai tiga pertemuan.
Tahap ini terdiri dari dua bagian proses yang ditandai dengan ekspresi,
sejumlah emosi dan interaksi anggota. Tahap transisi dimulai dengan periode
kekacauan (storming) ada beberapa hal yang menjadi karakteristik dari storming
yaitu berkaitan dengan hubungan antar teman, perlawanan, dan pemrosesan antar
tugas, norma dan norming, ada perbedaan sekaligus hubungan antara konsep norma
dan norming, norma adalah harapan-harapan tentang perilaku anggota kelompok
yang harus atau tidak harus dilakukan. Fungsi norma kelompok adalah untuk
mengatur penampilan kelompok sebagi unit yang terorganisir dan mengarahkannya
dalam tujuan-tujuannya. Norming adalah perasaan akan “kekitaan”, identitas,
kekelompokan, kesatuan yang muncul ketika individu-individu merasa sebagai
anggota suatu asosiasi atau organisasi yang besar dari dirinya.
Secara operasional hakikat
tahap ini merupakan transisi antara tahap pembentukan dengan tahap kegiatan.
Pada tahap ini pemimpin kelompok sekali lagi harus jeli dalam melihat dan
membaca situasi. Apabila masih terlihat gejala-gejala penolakan, rasa
enggan, salah paham, kurang bersemangat dalam melaksanakan kegiatan maka
pemimpin kelompok tidak boleh binggung, apalagi berputus asa.
Menghadapi keadaan seperti
di atas pemimpin kelompok hendaknya memiliki kepekaan yang tinggi melalui
penghayatan indera dan penghayatan rasa. Tugas pemimpin kelompok menghadapi
situasi seperti itu mendorong anggota kelompok secara sukarela membuka diri
untuk mengikuti kegiatan kelompok. Penampilan pemimpin kelompok yang
menggambarkan sikap yang tulus, wajar, hormat, hangat dan empati akan sangat
membantu mencairkan suasana menuju tahap kegiatan.
Perlu diingat bahwa tahap
kedua ini merupakan “jembatan” anatar tahap pertama dan tahap ketiga.
Adakalanya untuk menempuh jembatan itu dapat dilalui dengan mudah, dan
adakalanya ditempuh dengan sukar. Dalam keadan seperti ini pemimpin kelompok
harus berhasil membawa anggota kelompok meniti jembatan itu dengan selamat.
Kalau perlu beberapa hal pokok yang sudah dibahas pada tahap pertama dapat
dibahas kembali seperti asas kerahasiaan, keterbukaan dan seterusnya.
Tahap peralihan dapat
dilaksanakan melalui langkah-langkah:
a.
Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya
b.
Menawarkan sambil mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan
pada tahap selanjutnya (tahap ketiga).
c.
Mambahas suasana yang terjadi
d.
Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota
e. Kalau
dipandang perlu, kembali ke beberapa aspek tahap pertama (tahap pembentukan)
3. Tahap Kegiatan
Tahapan kegiatan merupakan
tahap inti dari proses suatu kelompok dan merupakan kehidupan yang sebenarnya
dari kelompok. Tahapan kegiatan selalu dianggap sebagai tahapan yang selalu
produktif dalam perkembangan kelompok yang bersifat membangun (contructive
nature) dan dengan pencapaian hasil yang baik (achievement of results) selama
tahapan kerja hubungan anggota kelompok lebih bebas dan lebih menyenangkan.
Hubungan antar anggota berkembang dengan baik (saling tukar pengalaman, membuka
diri secara bebas, saling tanggap dan tukar pendapat, dan saling membantu).
Dalam perkembangan kelompok, tahapan kegiatan merupakan kekuatan therapeutik
seperti keterbukaan terhadap diri sendiri dan orang lain dan munculnya ide-ide
baru yang membangun. Apapun yang menjadi tujuan, suatu kelompok yang sehat akan
menampilkan keakraban, keterbukaan (self disclosure), umpan balik, kerja
kelompok, konfrontasi dan humor. Perilaku-perilaku positif yang dinyatakan
dalam hubungan interpersonal antar anggota akan muncul dalam hubungan sebaya
(peer relationships).
Tahap ini sangat
menentukan keberhasilan kegiatan kelompok. Jika tahap sebelumnya berhasil
dengan baik, maka tahap ini akan berlangsung dengan lancar.
Dalam BKp tahap ini diwujudkan
dalam kegiatan-kegiatan:
a.
Masing-masing anggota
secara bebas mengemukakan topik bahasan (kelompok
bebas); Pemimpin kelompok mengemukakan suatu topik untuk dibahas oleh kelompok
(kelompok tugas).
b.
Menetapkan topik yang akan dibahas terlebih
dahulu (kelompok bebas); Tanyan jawab antara anggota dan pemimpin kelompok
tentang hal-hal yang belum jelas, yang menyangkut topik yang dikemukakan
pemimpin kelompok (kelompok tugas).
c.
Anggota membahas topik secara mendalam dan
tuntas.
d.
Kegiatan selingan
Dalam KKp tahap ini
diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan :
a.
Setiap anggota kelompok mengemukakan masalah
pribadi yang perlu mendapat bantuan kelompok untuk pengentasannya.
b.
Kelompok memilih masalah mana yang hendak
dibahas dan dientaskan pertama, kedua, ketiga, dst.
c.
Klien (anggota kelompok yang masalahnya
dibahas) memberikan gambaran yang lebih rinci mengenai masalah yang dialaminya.
d.
Seluruh anggota kelompok aktif membahas
masalah klien melalui berbagai cara, seperti : bertanya, menjelaskan,
mengkritisi, memberi contoh, mengemukakan pengalaman pribadi,
menyarankan.
e.
Klien setiap kali diberi kesempatan untuk
merespon apa-apa yang ditampilkan oleh rekan-rekan anggota kelompok.
f.
Kegiatan selingan
4. Tahap
Pengakhiran
Tahap pengakhiran secara keseluruhan merupakan akhir dari
serangkaian pertemuan kelompok. Keseluruhan pengalaman yang diperoleh
anggota selama proses kerja ini memerlukan perhatian khusus dari pimpinan
kelompok, terutama ketika kelompok hendak dibubarkan. Pembubaran kelompok
secara keselruhan idealnya dilakukan setelah tujuan kelompok tercapai. Tetapi
adakalanya terjadi lebih cepat dari yang direncanakan atau yang disebut
pembubaran dini. Sesungguhnya pembubaran kelompok dalam proses layanan kelompok
bimbingan dan konseling adalah proses alamiah yang harus disadari oleh pimpinan
dan anggotaanggotanya, dan mereka diharapkan dapat mempersiapkan diri dengan
sebaik mungkin untuk menghadapi pembubaran itu. Oleh karena itu kegiatan utama
anggota kelompok, menjelang kelompok dibubarkan adalah (1) membayangkan kembali
pengalaman mereka selama kerja kelompok berlangsung. (2) memproses kembali
ingatannya. (3) mengevaluasi. (4) mengakui dan mengakomodasikan
perasaan-perasaan anggota kelompok dan mengakomodasikan perasaan-perasaan
anggota yang saling bertentangan dan (5) membantu anggota dalam membuat
keputusannya secara kognitif untuk menghadapi masa depan. Oleh karena itu untuk
mencapai sasaran pembubaran kelompok perlu diperhatikan beberapa hal
diantaranya menyangkut persiapan dampak pembubaran terhadap anggota,
kemungkinan pembubaran dini, prosedur pembubaran, masalah-masalah yang terkait
dengan pembubaran dan hal-hal lain yang menyangkut tindak lanjut.
Sebagai tahap penutup dari kegiatan BKp dan/atau KKp.
Tugas pemimpin kelompok dalam tahap ini adalah sebagai berikut.
a.
Mengemukakan bahwa kegiatan akan segera
diakhiri
b.
Pemimpin kelompok dan anggota kelompok
mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan.
c.
Membahas kegiatan lanjutan
d.
Mengemukakan pesan dan harapan
e.
Doa penutup
5. Evaluasi
Kegiatan
Penilaian terhadap kegiatan konseling
kelompok dapat dilakukan secara tertulis dimana para peserta diminta
mengungkapkan perasaannya, harapannya, minat dan sikapnya terhadap berbagai
hal, baik yang telah dilakukan selama kegiatan kelompok (yang menyangkut isi
maupun proses) maupun kemungkinan keterlibatan mereka untuk kegiatan serupa
selanjutnya. Pada tahap ini dilakukan tinjauan terhadap kualitas kegiatan
kelompok dan hasil-hasilnya melalui pengungkapan kesan-kesan peserta. Kondisi
UCA (Understanding Comfort Action) menjadi fokus penilaian hasil-hasil
konseling kelompok. Penilaian dilakukan dalam tiga tahap yaitu penilaian segera
(laiseg) dilakukan pada akhir setiap sesi layanan, penilaian jangka pendek
(laijapen) dan penilaian janka panjang (laijapang).
Daftar Pustaka
Gazda, George M. 1984. Group Counseling A
developmental Approach. Third Edition. Toronto : Allyn And Bacon, Inc.
Prayitno, 1995. Layanan Bimbingan&Konseling
Kelompok :Dasar &Profil. Cetakan Pertama. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Prayitno. 2005. Layanan Bimbingan Kelompok,
Konseling Kelompok. Padang : FIP Universitas Negeri Padang
Supriatna, Mamat. 2003. Konseling kelompok : Wawasan
Konsep, Teori, dan Aplikasi dalam Rentang Sepanjang Hayat. Jurusan Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan
Bandung.
No comments:
Post a Comment