FAKTOR PENYEBAB KESULITAN BELAJAR SISWA
2.1 Pengertian Belajar
Sebelum
membahas mengenai penyebab kesulitan kesulitan belajar, akan lebih jelas jika
kita memahami terlebih dahulu pengertian belajar dan kesulitan belajar beserta
penyebabnya.
Belajar
merupakan suatu perubahan dalam diri seseorang yang terjadi karena pengalaman.
Menurut C.T. Morgan dalam Introduction to Psycology (1961) merumuskan
belajar sebagai “suatu perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku
sebagai akibat dari pengalaman yang lalu” (Sobur, 2003: 219). Jadi
bisa disimpulkan bahwa belajar sangat erat kaitannya dengan perubahan tingkah
laku seseorang. Akan tetapi perubahan yang bukan terjadi karena adanya
proses-proses belajar tidak dapat dikatakan sebagai belajar. Perubahan selain
belajar antara lain karena adanya proses fisiologis (missal: sakit) dan
perubahan terjadi karena adanya proses-proses pematangan (misal : bayi yang
mulai dapat berjalan).
2.1.1
Pandangan
Behavioristik
Menurut
pandangan ini (seperti J.B. Watson, E.L. Thorndike, dan B.F. Skinner) Belajar
adalah perubahan tingkah laku, dengan cara seseorang berbuat pada situasi
tertentu. Yang dimaksud tingkah laku disini ialah tingkah laku yang dapat
diamati ( berfikir dan emosi tidak menjadi perhatian dalam pandangan ini,
karena tidak dapat diamati secara langsung. Diantara keyakinan prinsipil yang
terdapat dalam pandangan ini ialah anak lahir tanpa warisan kecerdasan, bakat,
persaan, dan warisan abstrak lainnya. Semua kecakapan timbul setelah manusia
melakukan kontak dengan lingkungan.
2.1.2
Pandangan
Kognitif
Menurut Pandangan ini (seperti Jean
Piaget, Robert
Glaser, John
Anderson, Jerome
Bruner, dan David
Ausubel) Belajar adalah proses internal mental
manusia yang tidak dapat diamati secara langasung. Perubahan terjadi dalam
kemampuan seseorang untuk bertingkah laku dan berbuat dalam situasi tertentu,
perubahan dalam tingkah lauku hanyalah suatu refleksi dari perubahan internal
dan tak dapat diukur tanpa dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental.
(aspek-aspek yang tidak dapat diamati seperti pengetahuan, arti, perasaan,
keinginan, kreatifitas, harapan dan pikiran).
Selain dari
pada itu, dewasa ini para neobehaviorist memperluas pandangan
behavioristik tentang belajar meliputi aspek-aspek yang tidak dapat diamati
secara langsung seperti harapan-harapan, keinginan, keyakinan, dan pikiran. Salah
seorang diantaranya ialah Albert Bandura (1986) dengan teori kognitif
sosial-nya yang menganggap bahwa belajar itu lebih dari sekedar adanya
perubahan dalam tingkah laku yang diamati. Belajar adalah pencapaian
pengetahuan dan tingkah laku yang dapat diamati yang berdasar pad apengetahuan
tersebut. Dalam banyak hal teori ini dapat dianggap sebagai tali penghubung
antara aliran behaviorisme dengan teoir kognitif (Mahmud, 1990).
Menurut Crow
& crow dalam buku Educational Psycology (1958) menyatakan ”Learnig
is acquisition of habits, knowledge, nad attitude”, belajar adalah
memeproleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. Belajar dalam pandangan
mereka menunjuk adanya perubahan yang progresif dari tingkah laku (Sobur,
2003). Pengertian ini menyangkut pada proses yang mempunyai konotasi urutan
langkah atau kemajuan yang mengarah pada suatu sasaran atau tujuan. Any
change in any object or organism, particularly a behavioral or psychological
change (proses adalah suatu perubahan yang progresif menyangkut tingkah
laku atau kejiwaan) (Syah, 2006).
Dari berbagai
pendapat dan pandangan mengenai definisi belajar terlepas dari berbagai macam
kelemahan-kelemahan dari masing pandangan dapat disimpulkan bahwa belajar suatu
porses yang terjadi dalam diri seseorang (pandangan kognitif), tetapi juga
menekankan pentingnya perubahan dalam tingkah laku yang dapat diamati sebagai
pertanda bahwa belajar telah berlangsung (pandangan behavioristik) dengan
menunjukkan perubahan yang progresif pada tingkah laku sehinga hasil yang
dicapai maksimal.
2.2 Pengertian Kesulitan Belajar
Untuk
memperjelas tentang kesulitan belajar dalam rencana penelitian ini, penulis
akan memaparkan beberapa pengertian menurut pendapat para ahli sebagai berikut
: Kesulitan Belajar Kesulitan belajar yang didefenisikan oleh The United States
Office of Education (USOE) yang dikutip oleh Abdurrahman (2003:06) menyatakan
bahwa kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses
psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ajaran atau
tulisan.
Di samping
defenisi tersebut, ada definisi lain yang yang dikemukakan oleh The National
Joint Commite for Learning Dissabilites (NJCLD) dalam Abdurrahman (2003:7)
bahwa kesulitan belajar menunjuk kepada suatu kelompok kesulitan yang
didefenisikan dalam bentuk kesulitan nyata dalam kematian dan penggunan
kemampuan pendengaran, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar atau kemampuan
dalam bidang studi biologi. Sedangkan menurut Sunarta (1985 : 7) menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan kesulitan belajar adalah “kesulitan yag dialami oleh
siswa-siswi dalam kegiatan belajarnya, sehingga berakibat prestasi belajarnya
rendah dan perubahan tingkah laku yang terjadi tidak sesuai dengan partisipasi
yang diperoleh sebagaimana teman-teman kelasnya.
Blassic dan Jones, sebagaimana dikutip oleh Warkitri ddk. (1990 : 83),
menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara
prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh.
Mereka selanjutnya menyatakan bahwa individu yang mengalami kesulitan belajar
adalah individu yang normal inteligensinya, tetapi menunjukkan satu atau
beberapa kekurangan penting dalam proses belajar, baik persepsi, ingatan,
perhatian, ataupun fungsi motoriknya.
Sementara itu, Siti Mardiyanti dkk. (1994) dalam Anisah
(2011) menganggap kesulitan
belajar sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya
hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut mungkin
disadari atau tidak disadari oleh yang bersangkutan, mungkin bersifat
psikologis, sosiologis, ataupun fisiologis dalam proses belajarnya. Kesulitan
atau masalah belajar dapat dikenal berdasarkan gejala yang dimanifestasikan
dalam berbagai bentuk perilaku, baik secara kognitif, afektif, maupun
psikomotorik.
Berdasarkan
pendapat di atas dapat dipahami bahwa kesulitan belajar adalah suatu keadaan
dalam proses belajar mengajar dimana anak didik tidak dapat belajar sebagaimana
mestinya. Kesulitan belajar pada dasarnya adalah suatu gejala yang nampak dalam
berbagai manivestasi tingkah laku, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Disebutkan
dalam Anisah (2011) kesulitan belajar siswa
mencakup pengetian yang luas, diantaranya : a) learning disorder; b). learning
disfunction; c). underachiever; d) slow learner; dan e) learning
diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian
tersebut.
1.
Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang
terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang
mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi
belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang
bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi
yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras
seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam
belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana
proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun
sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental,
gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang
memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola
volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak
dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang
sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas
normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah
dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul
(IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat
rendah.
4.
Slow Learner atau lambat belajar
adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu
yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi
intelektual yang sama.
5.
Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu
belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar dibawah potensi
intelektualnya.
Disebutkan pula
mengenai individu yang mengalami
kesulitan belajar menunjukkan gejala sebagai berikut.
1. Hasil belajar yang dicapai rendah dibawah rata-rata kelompoknya.
2. Hasil belajar yang dicapai sekarang lebih rendah disbanding sebelumnya.
3. Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah
dilakukan.
4. Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar.
5. Menunjukkan sikap yang kurang wajar, misalnya masa bodoh dengan proses
belajar dan pembelajaran, mendapat nilai kurang tidak menyesal, dst.
6. Menunjukkan perilaku yang menyimpang dari norma, misalnya membolos, pulang
sebelum waktunya, dst.
7. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, misalnya mudah tersinggung,
suka menyendiri, bertindak agresif, dan lain-lain.
Pada dasarnya kesulitan
belajar tidak hanya dialami oleh siswa yang berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa berkampuan tinggi. selain itu, kesulitan
belajar juga dapat dialami oleh siswa yang berkampuan rata–rata (normal)
disebabkan oleh faktor –faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja
akademik sesuai dengan harapan.Dalam referensi lain juga dijelaskan mengenai
pengertian kesulitan belajar. Kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses
belajar yang ditandai hambatan–hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar.
Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah (kelain mental ), akan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non-intelegensi. Dengan demkian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar, karena itu dalam rangka memberikan bimbingan yang tepat kepada setiap anak didik, maka para pendidik perlu memahami masalah –masalah yang berhubungan dengan kesulitan belajar (Utami, 2003).
Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah (kelain mental ), akan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non-intelegensi. Dengan demkian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar, karena itu dalam rangka memberikan bimbingan yang tepat kepada setiap anak didik, maka para pendidik perlu memahami masalah –masalah yang berhubungan dengan kesulitan belajar (Utami, 2003).
2.3 Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa
Menurut Slameto
(2003 : 54), faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar ada dua, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut dijelaskan sebagai
berikut.
2.3.1
Faktor Internal
Faktor intern
adalah faktor yang ada di dalam individu yang sedang belajar. Dalam
membicarakan faktor internal ini, penulis akan membahasnya menjadi 3 faktor,
yaitu faktor fisilogis, faktor psikologis, dan faktor intelektual.
2.3.1.1
Faktor
Fisiologis
Shadiq (2007)
menjelaskan bahwa faktor fisiologis berkaitan dengan fungsionalisasi tubuh,
misalnya kemampuan koordinasi tubuh, ketahanan tubuh, kesehatan dan
fungsionalisasi anggota gerak tubuh. Misalnya kesiapan otak dan sistem syaraf
dalam menerima, memroses, menyimpan, ataupun memunculkan kembali informasi yang
sudah disimpan. Bayangkan kalau sistem syaraf atau otak anak kita karena
sesuatu dan lain hal kurang berfungsi secara sempurna. Akibatnya ia akan
mengalami hambatan ketika belajar.
Kondisi fisiologis
pada umumnya sangat berperan terhadap kemampuan bagi seseorang, anak yang dalam
keadaan segar jasmaninya akan berbeda belajarnya dengan anak yang ada dalam
kelelahan. Anak-anak yang kurang gizi akan mudah cepat lelah, mudah mengantuk
sehingga dalam kegiatan belajarnya mengalami kesulitan dalam menerima
pelajaran.
2.3.1.2
Faktor
Psikologis atau Kejiwaan
Faktor kejiwaan
berkaitan dengan emosionalisasi siswa. Siswa kurang mampu untuk mengontrol
kondisi emosionalnya sehingga berpengaruh terhadap kinerjanya. Ketika kondisi
emosional/kejiwaan siswa mengalami masa labil, kecenderungan siswa akan
bertindak gegabah, ceroboh, acuh dan cenderung mudah terpancing untuk marah.
Emosional dapat dipengaruhi dari lingkungan luar, misalnya suatu tindakan orang
lain kepadanya (kekerasan, hukuman, dan sebagainya). Orang tua dan guru harus
mampu memahami kondisi kejiawaan siswa dan mampu membangun kondisi lingkungan
yang baik sehingga mampu mendukung dan merubah kondisi siswa menjadi lebih
baik. Faktor kejiwaan/emosional dapat
berubah ke arah yang lebih baik, yaitu dewasa, sabar, bijak dengan adanya
dukungan dan upaya dari siswa.
Faktor yang
menjadi penyebab kesulitan belajar siswa ini berkait dengan kurang mendukungnya
perasaan hati (emosi) siswa unutuk belajar secara sungguh-sungguh. Sebagai contoh, ada siswa
yang tidak suka mata pelajaran tertentu karena ia selalu gagal mempelajari mata
pelajaran itu. Jika hal ini terjadi, siswa tersebut akan mengalami kesulitan
belajar yang sangat berat. Contoh lain
adalah siswa yang rendah diri, siswa yang ditinggalkan orang yang paling
disayangi dan menjadikannya sedih berkepanjangan akan mempengaruhi proses
belajar dan dapat menjadi faktor penyebab kesulitan belajarnya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa anak yang dapat mempelajari suatu mata pelajaran
dengan baik akan menyenangi mata pelajaran tersebut (Shadiq,2007).
Adapun yang
termasuk faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar antara lain
adalah inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan (Slameto,
1999 : 55).
a. Perhatian
Menurut
al-Ghazali (2001) dalam Slameto (2003) bahwa perhatian adalah keaktifan jiwa
yang dipertinggi jiwa itupun bertujuan semata-mata kepada suatu benda atau hal
(objek) atau sekumpulan obyek.
b. Bakat
Menurut Hilgard
dalam Slameto (2003) bahwa bakat adalah the capacity to learn. Dengan
kata lain, bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu akan terealisasi
pencapaian kecakapan yang nyata sesudah belajar atau terlatih. Kemudian menurut
Muhibbin (2003) bahwa bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki oleh
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.
c. Minat
Menurut Jersild
dan Taisch dalam Nurkencana (1996) dalam Slameto (2003) bahwa minat adalah
menyakut aktivitas-aktivitas yang dipilih secara bebas oleh individu. Minat
besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar siswa, siswa yang gemar membaca
akan dapat memperoleh berbagai pengetahuan dan teknologi.
d. Motivasi
Menurut Slameto
(2003) bahwa motivasi erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai
dalam belajar, di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan
tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab
berbuat adalah motivasi itu sendiri sebagai daya penggerak atau pendorongnya.
Jadi, dari
pendapat di atas dapat diasumsikan bahwa motivasi siswa dalam proses belajar
mengajar, sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa, dengan demikian prestasi
belajar siswa dapat berdampak positif bilamana siswa itu sendiri mempunyai
kesiapan dalam menerima suatu mata pelajaran dengan baik.
2.3.1.3
Faktor
Intelektual
Faktor intelektual merpupakan faktor kecerdasan
siswa. Setiap siswa memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda. Kemapuan
intelektual berkaitan dengan kemampuan siswa untuk menangkap materi, mengolah,
menyimpan, hingga me-re call materi untuk digunakan. Ada siswa yang
memiliki kemampuan intelektual yang tinggi, cepat menyerap materi, mudah
mengolah materi, kemampuan menyimpan materi yang baik (short term memory dan
long term memory), serta mudah untuk me-re call materi ketika dibutuhkan.
Ada siswa yang memiliki kemampuan intelektual yang sedang, dan ada yang rendah
dimana sulit untuk menyerap materi, sulit mengolah data, sulit untuk menyimpan
materi terutama long term memory, sehingga sulit untuk me-recall materi.
2.3.2
Faktor
Eksternal
Faktor ekstern
adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor ekstern dikelompokkan menjadi
tiga faktor, yaitu :
2.3.2.1
Faktor Keluarga
Faktor
kesulitan belajar yang berasal dari keluarga, meliputi cara orang tua mendidik,
relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga,
pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan. Shadiq (2007) menjelaskan
ada beberapa faktor penyebab kesulitan belajar yang berkait dengan sikap dan
keadaan keluarga yang kurang mendukung siswa tersebut untuk belajar sepenuh
hati. Sebagai contoh, orang tua yang sering menyatakan bahwa Bahasa Inggris
adalah “bahasa setan” (karena sulit) akan dapat menurunkan kemauan
anaknya unutuk belajar bahasa pergaulan internasional itu. Kalau ia tidak
menguasai bahan tersebut ia akan mengatakan “Ah, Bapak saya tidak bisa juga
kok”. Untuk itu, sebagai orang tua seharusnya selalu mendukung anak-anaknya
untuk belajar dengan sepenuh hati. Selain itu, kita sebagai calon guru tidak
seharusnya menyatakan sulitnya mata pelajaran tertentu di depan siswa.
2.3.2.2
Faktor Kependidikan
Faktor ini meliputi metode mengajar, kurikulum,
relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung,
metode belajar, dan tugas rumah.
Shadiq (2007) menjelaskan faktor-faktor yang
menjadi penyebab kesulitan belajar siswa ini berkait dengan belum mantapnya
lembaga pendidikan secara umum. Guru yang selalu meremehkan siswa, guru yang
tidak bisa memotivasi siswa untuk belajar lebih giat, guru yang membiarkan
siswanya melakukan hal-hal yang salah, guru yang tidak pernah memeriksa
pekerjaan siswa, sekolah yang membiarkan para siswa bolos tanpa ada sanksi
tertentu, adalah contoh dari faktor-faktor penyebab kesulitan dan pada akhirnya
akan menyebabkan ketidak berhasilan siswa tersebut.
2.3.2.3
Masyarakat
Faktor penyebab kesulitan belajar siswa terkait
dengan masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman
bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat. Misalnya Tetangga yang mengatakan
sekolah tidak penting karena banyak sarjana menganggur, masyarakat yang selalu
minum-minuman keras dan melawan hukum, dapat merupakan contoh dari beberapa
faktor masyarakat yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa. Intinya,
lingkungan di sekitar siswa harus dapat membantu mereka untuk belajar
semaksimal mungkin selama mereka belajar di sekolah.
Dengan cara seperti ini, lingkungan dan sekolah
akan membantu para siswa, harapan bangsa ini untuk berkembang dan bertumbuh
menjadi lebih cerdas. Siswa dengan kemampuan cukup seharusnya dapat
dikembangkan menjadi siswa berkemampuan baik, yang berkemampuan kurang dapat
dikembangkan menjadi berkemampuan cukup. Sekali lagi, orang tua, guru, dan
masyarakat, secara sengaja atau tidak sengaja, dapat menyebabkan kesulitan bagi
siswa. Karenanya, peran orang tua dan guru dalam membentengi para siswa dari
pengaruh negatif masyarakat sekitar, di samping perannya dalam memotivasi para
siswa untuk tetap belajar menjadi sangat menentukan.
Berdasar penjelasan faktor-faktor penyebab
kesulitan belajar di atas, pembaca (terutama guru) sudah seharusnya menyadari
akan adanya beberapa siswa yang mengalami kesulitan atau kurang berhasil dalam
proses pembelajarannya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor tertentu,
sehingga mereka tidak dapat belajar dan kurang berusaha sesuai dengan kekuatan
mereka. Idealnya, setiap guru harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk
membantu siswanya keluar dari setiap kesulitan yang menghimpitnya.
Namun, hal yang perlu diingat, penyebab
kesulitan itu dapat berbeda-beda. Ada yang karena faktor emosi seperti
ditinggal saudara kandung tersayang ataupun karena faktor fisiologis seperti
pendengaran yang kurang. Untuk itu, para guru harus mampu mengidentifikasi
kesulitan dan penyebabnya lebih dahulu sebelum berusaha untuk mencarikan jalan
pemecahannya. Pemecahan masalah kesulitan belajar siswa sangat tergantung pada
keberhasilan menentukan penyebab kesulitan tersebut. Sebagai contoh, siswa
A yang memiliki kesulitan karena
penglihatan atau pendengaran yang kurang sempurna hanya dapat dibantu dengan
alat optik atau alat elektronik tertentu dan mereka diharuskan duduk di bangku
depan. Namun, para siswa yang mengalami kesulitan belajar karena faktor
lingkungan dan faktor emosi tidak memerlukan kacamata seperti yang dibutuhkan
siswa A namun mereka membutuhkan bantuan dan motivasi lebih dari gurunya
(Shadiq, 2007).
Shadiq (2007) menambahkan, pengalaman sebagai
guru telah menunjukkan bahwa ada siswa yang sering membuat ulah di kelas dengan
maksud agar diperhatikan guru dan temannya. Setelah diselidiki ternyata ia
kurang mendapat perhatian orang tuanya. Untuk anak seperti ini, sudah
seharusnya para guru lebih memberikan perhatian dan kasih sayang. Sekali lagi,
kesabaran, ketekunan dan ketelatenan para guru sangat diharapkan di dalam
menangani siswa yang mengalami kesulitan belajar. Guru dapat menyarankan orang
tua siswa tertentu untuk memberi tambahan pelajaran khusus di sore hari untuk
siswa yang lamban. Yang lebih penting dan sangat menentukan adalah peran guru
pemandu, kepala sekolah, pengawas maupun Kepala Kantor Depdiknas di dalam
menangani kesulitan belajar siswa yang disebabkan oleh faktor-faktor
kependidikan.
Pada akhirnya, penulis meyakini bahwa
pengetahuan tentang faktor-faktor penyebab kesulitan belajar ini akan sangat
bermanfaat bagi orang tua, mastarakat, dan guru. Dengan membaca tulisan ini,
diharapkan para guru akan mengetahui, selanjutnya dapat menggunakan pengetahuan
tersebut dalam PBM terutama ketika ia sedang mendiagnosis kesulitan belajar
siswa. Pada akhirnya, mudah-mudahan usaha setiap jajaran Depdiknas untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa akan berhasil dengan gemilang.
No comments:
Post a Comment