Selamat Datang dan Semoga Bermanfaat,SILAHKAN ISI BUKU TAMU DAHULU YA,,, Blog Ini Untuk Menambah Wawasan Bimbingan Dan Konseling Lalu Motivasi Diri, Serta Mohon Komentar Agar Selalu Baik Dalam Menampilkanya. Email jatirinkriatmaja04@gmail.com atau 085220363757

Saturday, 16 March 2013

FAKTOR PENYEBAB KESULITAN BELAJAR SISWA

FAKTOR PENYEBAB KESULITAN BELAJAR SISWA
  
2.1  Pengertian Belajar
Sebelum membahas mengenai penyebab kesulitan kesulitan belajar, akan lebih jelas jika kita memahami terlebih dahulu pengertian belajar dan kesulitan belajar beserta penyebabnya.
Belajar merupakan suatu perubahan dalam diri seseorang yang terjadi karena pengalaman. Menurut C.T. Morgan dalam Introduction to Psycology (1961) merumuskan belajar sebagai “suatu perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman yang lalu” (Sobur, 2003: 219). Jadi bisa disimpulkan bahwa belajar sangat erat kaitannya dengan perubahan tingkah laku seseorang. Akan tetapi perubahan yang bukan terjadi karena adanya proses-proses belajar tidak dapat dikatakan sebagai belajar. Perubahan selain belajar antara lain karena adanya proses fisiologis (missal: sakit) dan perubahan terjadi karena adanya proses-proses pematangan (misal : bayi yang mulai dapat berjalan).
Ada dua pandangan mengenai perubahan yang terjadi dalam proses-proses belajar, antara lain :
2.1.1        Pandangan Behavioristik
Menurut pandangan ini (seperti J.B. Watson, E.L. Thorndike, dan B.F. Skinner) Belajar adalah perubahan tingkah laku, dengan cara seseorang berbuat pada situasi tertentu. Yang dimaksud tingkah laku disini ialah tingkah laku yang dapat diamati ( berfikir dan emosi tidak menjadi perhatian dalam pandangan ini, karena tidak dapat diamati secara langsung. Diantara keyakinan prinsipil yang terdapat dalam pandangan ini ialah anak lahir tanpa warisan kecerdasan, bakat, persaan, dan warisan abstrak lainnya. Semua kecakapan timbul setelah manusia melakukan kontak dengan lingkungan.

2.1.2        Pandangan Kognitif
Menurut Pandangan ini (seperti Jean Piaget, Robert Glaser, John Anderson, Jerome Bruner, dan David Ausubel) Belajar adalah proses internal mental manusia yang tidak dapat diamati secara langasung. Perubahan terjadi dalam kemampuan seseorang untuk bertingkah laku dan berbuat dalam situasi tertentu, perubahan dalam tingkah lauku hanyalah suatu refleksi dari perubahan internal dan tak dapat diukur tanpa dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental. (aspek-aspek yang tidak dapat diamati seperti pengetahuan, arti, perasaan, keinginan, kreatifitas, harapan dan pikiran).
Selain dari pada itu, dewasa ini para neobehaviorist memperluas pandangan behavioristik tentang belajar meliputi aspek-aspek yang tidak dapat diamati secara langsung seperti harapan-harapan, keinginan, keyakinan, dan pikiran. Salah seorang diantaranya ialah Albert Bandura (1986) dengan teori kognitif sosial-nya yang menganggap bahwa belajar itu lebih dari sekedar adanya perubahan dalam tingkah laku yang diamati. Belajar adalah pencapaian pengetahuan dan tingkah laku yang dapat diamati yang berdasar pad apengetahuan tersebut. Dalam banyak hal teori ini dapat dianggap sebagai tali penghubung antara aliran behaviorisme dengan teoir kognitif (Mahmud, 1990).
Menurut Crow & crow dalam buku Educational Psycology (1958) menyatakan ”Learnig is acquisition of habits, knowledge, nad attitude”, belajar adalah memeproleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. Belajar dalam pandangan mereka menunjuk adanya perubahan yang progresif dari tingkah laku (Sobur, 2003). Pengertian ini menyangkut pada proses yang mempunyai konotasi urutan langkah atau kemajuan yang mengarah pada suatu sasaran atau tujuan. Any change in any object or organism, particularly a behavioral or psychological change (proses adalah suatu perubahan yang progresif menyangkut tingkah laku atau kejiwaan) (Syah, 2006).
Dari berbagai pendapat dan pandangan mengenai definisi belajar terlepas dari berbagai macam kelemahan-kelemahan dari masing pandangan dapat disimpulkan bahwa belajar suatu porses yang terjadi dalam diri seseorang (pandangan kognitif), tetapi juga menekankan pentingnya perubahan dalam tingkah laku yang dapat diamati sebagai pertanda bahwa belajar telah berlangsung (pandangan behavioristik) dengan menunjukkan perubahan yang progresif pada tingkah laku sehinga hasil yang dicapai maksimal.

2.2  Pengertian Kesulitan Belajar
Untuk memperjelas tentang kesulitan belajar dalam rencana penelitian ini, penulis akan memaparkan beberapa pengertian menurut pendapat para ahli sebagai berikut : Kesulitan Belajar Kesulitan belajar yang didefenisikan oleh The United States Office of Education (USOE) yang dikutip oleh Abdurrahman (2003:06) menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ajaran atau tulisan.
Di samping defenisi tersebut, ada definisi lain yang yang dikemukakan oleh The National Joint Commite for Learning Dissabilites (NJCLD) dalam Abdurrahman (2003:7) bahwa kesulitan belajar menunjuk kepada suatu kelompok kesulitan yang didefenisikan dalam bentuk kesulitan nyata dalam kematian dan penggunan kemampuan pendengaran, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar atau kemampuan dalam bidang studi biologi. Sedangkan menurut Sunarta (1985 : 7) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kesulitan belajar adalah “kesulitan yag dialami oleh siswa-siswi dalam kegiatan belajarnya, sehingga berakibat prestasi belajarnya rendah dan perubahan tingkah laku yang terjadi tidak sesuai dengan partisipasi yang diperoleh sebagaimana teman-teman kelasnya.
Blassic dan Jones, sebagaimana dikutip oleh Warkitri ddk. (1990 : 83), menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh. Mereka selanjutnya menyatakan bahwa individu yang mengalami kesulitan belajar adalah individu yang normal inteligensinya, tetapi menunjukkan satu atau beberapa kekurangan penting dalam proses belajar, baik persepsi, ingatan, perhatian, ataupun fungsi motoriknya.
Sementara itu, Siti Mardiyanti dkk. (1994) dalam Anisah (2011) menganggap kesulitan belajar sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut mungkin disadari atau tidak disadari oleh yang bersangkutan, mungkin bersifat psikologis, sosiologis, ataupun fisiologis dalam proses belajarnya. Kesulitan atau masalah belajar dapat dikenal berdasarkan gejala yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk perilaku, baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa kesulitan belajar adalah suatu keadaan dalam proses belajar mengajar dimana anak didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Kesulitan belajar pada dasarnya adalah suatu gejala yang nampak dalam berbagai manivestasi tingkah laku, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Disebutkan dalam Anisah (2011) kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : a) learning disorder; b). learning disfunction; c). underachiever; d) slow learner; dan e) learning diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut.
1.      Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2.      Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3.      Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4.      Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5.      Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar dibawah potensi intelektualnya.
Disebutkan pula mengenai individu yang mengalami kesulitan belajar menunjukkan gejala sebagai berikut.
1.        Hasil belajar yang dicapai rendah dibawah rata-rata kelompoknya.
2.        Hasil belajar yang dicapai sekarang lebih rendah disbanding sebelumnya.
3.        Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.
4.        Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar.
5.        Menunjukkan sikap yang kurang wajar, misalnya masa bodoh dengan proses belajar dan pembelajaran, mendapat nilai kurang tidak menyesal, dst.
6.        Menunjukkan perilaku yang menyimpang dari norma, misalnya membolos, pulang sebelum waktunya, dst.
7.        Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, misalnya mudah tersinggung, suka menyendiri, bertindak agresif, dan lain-lain.

Pada dasarnya kesulitan belajar tidak hanya dialami oleh siswa yang berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa berkampuan tinggi. selain itu, kesulitan belajar juga dapat dialami oleh siswa yang berkampuan rata–rata (normal) disebabkan oleh faktor –faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik sesuai dengan harapan.Dalam referensi lain juga dijelaskan mengenai pengertian kesulitan belajar. Kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan–hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar.
Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah (kelain mental ), akan tetapi dapat juga disebabkan o
leh faktor-faktor non-intelegensi. Dengan demkian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar, karena itu dalam rangka memberikan bimbingan yang tepat kepada setiap anak didik, maka para pendidik perlu memahami masalah –masalah yang berhubungan dengan kesulitan belajar (Utami, 2003).

2.3  Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa
Menurut Slameto (2003 : 54), faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar ada dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut.

2.3.1        Faktor Internal
Faktor intern adalah faktor yang ada di dalam individu yang sedang belajar. Dalam membicarakan faktor internal ini, penulis akan membahasnya menjadi 3 faktor, yaitu faktor fisilogis, faktor psikologis, dan faktor intelektual.

2.3.1.1  Faktor Fisiologis
Shadiq (2007) menjelaskan bahwa faktor fisiologis berkaitan dengan fungsionalisasi tubuh, misalnya kemampuan koordinasi tubuh, ketahanan tubuh, kesehatan dan fungsionalisasi anggota gerak tubuh. Misalnya kesiapan otak dan sistem syaraf dalam menerima, memroses, menyimpan, ataupun memunculkan kembali informasi yang sudah disimpan. Bayangkan kalau sistem syaraf atau otak anak kita karena sesuatu dan lain hal kurang berfungsi secara sempurna. Akibatnya ia akan mengalami hambatan ketika belajar.
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berperan terhadap kemampuan bagi seseorang, anak yang dalam keadaan segar jasmaninya akan berbeda belajarnya dengan anak yang ada dalam kelelahan. Anak-anak yang kurang gizi akan mudah cepat lelah, mudah mengantuk sehingga dalam kegiatan belajarnya mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran.

2.3.1.2  Faktor Psikologis atau Kejiwaan
Faktor kejiwaan berkaitan dengan emosionalisasi siswa. Siswa kurang mampu untuk mengontrol kondisi emosionalnya sehingga berpengaruh terhadap kinerjanya. Ketika kondisi emosional/kejiwaan siswa mengalami masa labil, kecenderungan siswa akan bertindak gegabah, ceroboh, acuh dan cenderung mudah terpancing untuk marah. Emosional dapat dipengaruhi dari lingkungan luar, misalnya suatu tindakan orang lain kepadanya (kekerasan, hukuman, dan sebagainya). Orang tua dan guru harus mampu memahami kondisi kejiawaan siswa dan mampu membangun kondisi lingkungan yang baik sehingga mampu mendukung dan merubah kondisi siswa menjadi lebih baik. Faktor kejiwaan/emosional dapat berubah ke arah yang lebih baik, yaitu dewasa, sabar, bijak dengan adanya dukungan dan upaya dari siswa.
Faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa ini berkait dengan kurang mendukungnya perasaan hati (emosi) siswa unutuk belajar secara  sungguh-sungguh. Sebagai contoh, ada siswa yang tidak suka mata pelajaran tertentu karena ia selalu gagal mempelajari mata pelajaran itu. Jika hal ini terjadi, siswa tersebut akan mengalami kesulitan belajar yang sangat berat. Contoh  lain adalah siswa yang rendah diri, siswa yang ditinggalkan orang yang paling disayangi dan menjadikannya sedih berkepanjangan akan mempengaruhi proses belajar dan dapat menjadi faktor penyebab kesulitan belajarnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang dapat mempelajari suatu mata pelajaran dengan baik akan menyenangi mata pelajaran tersebut (Shadiq,2007).
Adapun yang termasuk faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar antara lain adalah inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan (Slameto, 1999 : 55).
a.      Perhatian
Menurut al-Ghazali (2001) dalam Slameto (2003) bahwa perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi jiwa itupun bertujuan semata-mata kepada suatu benda atau hal (objek) atau sekumpulan obyek.
b.      Bakat
Menurut Hilgard dalam Slameto (2003) bahwa bakat adalah the capacity to learn. Dengan kata lain, bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu akan terealisasi pencapaian kecakapan yang nyata sesudah belajar atau terlatih. Kemudian menurut Muhibbin (2003) bahwa bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.
c.       Minat
Menurut Jersild dan Taisch dalam Nurkencana (1996) dalam Slameto (2003) bahwa minat adalah menyakut aktivitas-aktivitas yang dipilih secara bebas oleh individu. Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar siswa, siswa yang gemar membaca akan dapat memperoleh berbagai pengetahuan dan teknologi.
d.      Motivasi
Menurut Slameto (2003) bahwa motivasi erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai dalam belajar, di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motivasi itu sendiri sebagai daya penggerak atau pendorongnya.
Jadi, dari pendapat di atas dapat diasumsikan bahwa motivasi siswa dalam proses belajar mengajar, sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa, dengan demikian prestasi belajar siswa dapat berdampak positif bilamana siswa itu sendiri mempunyai kesiapan dalam menerima suatu mata pelajaran dengan baik.

2.3.1.3  Faktor Intelektual
Faktor intelektual merpupakan faktor kecerdasan siswa. Setiap siswa memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda. Kemapuan intelektual berkaitan dengan kemampuan siswa untuk menangkap materi, mengolah, menyimpan, hingga me-re call materi untuk digunakan. Ada siswa yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi, cepat menyerap materi, mudah mengolah materi, kemampuan menyimpan materi yang baik (short term memory dan long term memory), serta mudah untuk me-re call materi ketika dibutuhkan. Ada siswa yang memiliki kemampuan intelektual yang sedang, dan ada yang rendah dimana sulit untuk menyerap materi, sulit mengolah data, sulit untuk menyimpan materi terutama long term memory, sehingga sulit untuk me-recall materi.

2.3.2        Faktor Eksternal
Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor ekstern dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu :
2.3.2.1  Faktor Keluarga
Faktor kesulitan belajar yang berasal dari keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan. Shadiq (2007) menjelaskan ada beberapa faktor penyebab kesulitan belajar yang berkait dengan sikap dan keadaan keluarga yang kurang mendukung siswa tersebut untuk belajar sepenuh hati. Sebagai contoh, orang tua yang sering menyatakan bahwa Bahasa Inggris adalah “bahasa setan” (karena sulit) akan dapat menurunkan kemauan anaknya unutuk belajar bahasa pergaulan internasional itu. Kalau ia tidak menguasai bahan tersebut ia akan mengatakan “Ah, Bapak saya tidak bisa juga kok”. Untuk itu, sebagai orang tua seharusnya selalu mendukung anak-anaknya untuk belajar dengan sepenuh hati. Selain itu, kita sebagai calon guru tidak seharusnya menyatakan sulitnya mata pelajaran tertentu di depan siswa.

2.3.2.2   Faktor Kependidikan
Faktor ini meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
Shadiq (2007) menjelaskan faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa ini berkait dengan belum mantapnya lembaga pendidikan secara umum. Guru yang selalu meremehkan siswa, guru yang tidak bisa memotivasi siswa untuk belajar lebih giat, guru yang membiarkan siswanya melakukan hal-hal yang salah, guru yang tidak pernah memeriksa pekerjaan siswa, sekolah yang membiarkan para siswa bolos tanpa ada sanksi tertentu, adalah contoh dari faktor-faktor penyebab kesulitan dan pada akhirnya akan menyebabkan ketidak berhasilan siswa tersebut.

2.3.2.3  Masyarakat
Faktor penyebab kesulitan belajar siswa terkait dengan masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat. Misalnya Tetangga yang mengatakan sekolah tidak penting karena banyak sarjana menganggur, masyarakat yang selalu minum-minuman keras dan melawan hukum, dapat merupakan contoh dari beberapa faktor masyarakat yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa. Intinya, lingkungan di sekitar siswa harus dapat membantu mereka untuk belajar semaksimal mungkin selama mereka belajar di sekolah.
Dengan cara seperti ini, lingkungan dan sekolah akan membantu para siswa, harapan bangsa ini untuk berkembang dan bertumbuh menjadi lebih cerdas. Siswa dengan kemampuan cukup seharusnya dapat dikembangkan menjadi siswa berkemampuan baik, yang berkemampuan kurang dapat dikembangkan menjadi berkemampuan cukup. Sekali lagi, orang tua, guru, dan masyarakat, secara sengaja atau tidak sengaja, dapat menyebabkan kesulitan bagi siswa. Karenanya, peran orang tua dan guru dalam membentengi para siswa dari pengaruh negatif masyarakat sekitar, di samping perannya dalam memotivasi para siswa untuk tetap belajar menjadi sangat menentukan.
Berdasar penjelasan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar di atas, pembaca (terutama guru) sudah seharusnya menyadari akan adanya beberapa siswa yang mengalami kesulitan atau kurang berhasil dalam proses pembelajarannya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor tertentu, sehingga mereka tidak dapat belajar dan kurang berusaha sesuai dengan kekuatan mereka. Idealnya, setiap guru harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk membantu siswanya keluar dari setiap kesulitan yang menghimpitnya.
Namun, hal yang perlu diingat, penyebab kesulitan itu dapat berbeda-beda. Ada yang karena faktor emosi seperti ditinggal saudara kandung tersayang ataupun karena faktor fisiologis seperti pendengaran yang kurang. Untuk itu, para guru harus mampu mengidentifikasi kesulitan dan penyebabnya lebih dahulu sebelum berusaha untuk mencarikan jalan pemecahannya. Pemecahan masalah kesulitan belajar siswa sangat tergantung pada keberhasilan menentukan penyebab kesulitan tersebut. Sebagai contoh, siswa A  yang memiliki kesulitan karena penglihatan atau pendengaran yang kurang sempurna hanya dapat dibantu dengan alat optik atau alat elektronik tertentu dan mereka diharuskan duduk di bangku depan. Namun, para siswa yang mengalami kesulitan belajar karena faktor lingkungan dan faktor emosi tidak memerlukan kacamata seperti yang dibutuhkan siswa A namun mereka membutuhkan bantuan dan motivasi lebih dari gurunya (Shadiq, 2007).
Shadiq (2007) menambahkan, pengalaman sebagai guru telah menunjukkan bahwa ada siswa yang sering membuat ulah di kelas dengan maksud agar diperhatikan guru dan temannya. Setelah diselidiki ternyata ia kurang mendapat perhatian orang tuanya. Untuk anak seperti ini, sudah seharusnya para guru lebih memberikan perhatian dan kasih sayang. Sekali lagi, kesabaran, ketekunan dan ketelatenan para guru sangat diharapkan di dalam menangani siswa yang mengalami kesulitan belajar. Guru dapat menyarankan orang tua siswa tertentu untuk memberi tambahan pelajaran khusus di sore hari untuk siswa yang lamban. Yang lebih penting dan sangat menentukan adalah peran guru pemandu, kepala sekolah, pengawas maupun Kepala Kantor Depdiknas di dalam menangani kesulitan belajar siswa yang disebabkan oleh faktor-faktor kependidikan.
Pada akhirnya, penulis meyakini bahwa pengetahuan tentang faktor-faktor penyebab kesulitan belajar ini akan sangat bermanfaat bagi orang tua, mastarakat, dan guru. Dengan membaca tulisan ini, diharapkan para guru akan mengetahui, selanjutnya dapat menggunakan pengetahuan tersebut dalam PBM terutama ketika ia sedang mendiagnosis kesulitan belajar siswa. Pada akhirnya, mudah-mudahan usaha setiap jajaran Depdiknas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa akan berhasil dengan gemilang.


No comments:

Post a Comment