PENGERTIAN
KELUARGA
Keluarga
berasal dari bahasa sangsekerta “kulawarga”. Kata kula berarti “ras” dan warga
berarti anggota. Keluarga adalah lingkungan dimana terdapat beberapa orang yang
masih berhubungan darah keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah
individu, yang memiliki hubungan individu terdapat ikatan, kewajiban, tanggung
jawab di antara individu tersebut. Keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang
terkumpul
dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
Menurut
salvicion dan celis (1998) didalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua
pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau
pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain
dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu
kebudayaan. Ada beberapa tipe keluarga yakni:
ü keluarga
inti
yang
terdiri atas suami, istri dan anak, keluarga juga terdiri dari pasangan dewasa
(ayah dan ibu) dan anak-anak mereka dimana terdapat interaksi dengan kerabatan
dari salah satu atau dua pihak oaring tua.
ü Keluarga
luas
Yakni
atas dasar keturunan diatas keluarga aslinya, keluaraga luas ini meliputi
hubungan antara paman, bibi, keluarga kakek, dan keluarga nenek.
A. Peranan
keluarga
menggambarkan
seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan
pribadi dalam keluarga, didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga,
kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat didalam keluarga
adalah:
Ayah
sebagai suami dari istri dan anak-anaknya berperan sebagai sebagai pencari
nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga,
sebagai anggota kelompok sosialnya serta anggota masyarakat dari lingkungannya.
Sebagai Istri dan ibu dari anak-anaknya, pelindung sebagai salah satu kelompok
dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkunganya, di
samping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan
keluarganya. Anak-anaknya melaksankan peranan psikosial sesuai dengan tingkatan
perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
Dan
ada pula tugas keluarga ada delapan tugas pokok:
ü Pemeliharaan
fisik keluarga dan para anggotanya.
ü Pemeliharaan
sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.
ü Pembagian
tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukanya masing-masing.
ü Sosialisasi
antar keluarga.
ü Pengaturan
jumlah keluarga.
ü Pemeliharaaan
ketertiban anggota keluarga.
ü Penempatan
anggota-anggota keluarga dalam masyarakat lebih luas.
ü Membangkitkan
dorongan dan semangat para angootanya.
B. Fungsi
Keluarga
Fungsi
yang akan dijalani oleh keluarga yakni:
ü Fungsi
pendidikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan menyekolahkan anak
untuk mempersiapakan kedewasaan dan masa depan anak.
ü Fungsi
sosialisasi anak di lihat dari bagaimana keluarga mempersiapkan anaknya menjadi
anggota masyarakat yang baik.
ü Fungsi
perlindungan di dilihat dari bagaimana keluarga melindungi anak sehingga
anggota keluarga merasa terlindungi dan merasa aman.
ü Fungsi
perasaan dilihat dari bagaimana keluarga secara instiutif merasakan perasaan
dan suasana anak sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama
lain dalam menumbuhkan keharmonisan keluarga.
ü Fungsi
agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan mengajak anggota
keluarga lain melalui kepala keluarga menanamkan keyakinan mengatur
kehidupannya kini dan kehidupan di akhirat.
ü Fungsi
ekonomi dilihat dari bagaimana kepala keluarga mencari penghasilan sedemikian
rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.
ü Fungsi
rekreatif dilaihat dari bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam
keluarga seperti acara nonton televisi bersama, bercerita tentang pengalaman
masing-masing, dan lainnya.
ü Fungsi
biologis dilihat dari bagaimana keluarga meneruskan keturunan generasi
selanjutnya.
ü Memberikan
kasih sayang, perhatian, dan rasa aman diantara keluarga, serta membina pendewasaan
kepribadian anggota keluarga.
C. BENTUK
KELUARGA
Ada
dua macam bentuk keluarga dilihat dari bagaimana keputusan diambil, yaitu
berdasarkan lokasi dan berdasarkan pola otoritas.
Berdasarkan
lokasi
ü Adat
utrolokal, yaitu adat yang memberikan kebebasan kepada sepasang suami istri
untuk memilih tempat tinggal, baik itu disekitar kediaman kaum kerabat suami
atau istri.
ü Adat
virilokal, yakni adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri harus tinggal
di sekitar kediaman suami
ü Adat
uxurilokal, yakni adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri harus tinggal
di sekitar kediaman istri
ü Adat
biolokal, yakni adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri dapat tinggal
di sekitar pusat kediaman suami pada masa tertentu, dan sekitar pusat kediaman
kaum kerabat istri pada masa tertentu pula (bergantian).
ü Adat
neolokal yakni adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri dapat menempati
tempat yang baru, dalam arti kata tidak berkelompok bersama kaum kerabat suami
atau istri.
ü Adat
avunkulokal yakni adat yang mengharuskan sepasang suami istri untuk menetap
disekitar tempat kediaman saudara laki-laki ibu (avunculus) dari pihak suami.
ü Adat
natalokal, yakni adat yang menentukan bahwa suami dan istri masing-masing hidup
terpisah, dan masing-masing dari mereka juga tinggal di sekitar pusat kaum
kerabatnya sendiri.
Berdasarkan
pola otoritas
ü Patriakal,
yakni otoritas didalam keluarga dimiliki oleh laki-laki (laki-laki tertua
umumnya ayah).
ü Matriakal,
yakni otoritas didalam keluarga dimiliki oleh perempuan (perempuan tertua
umumnya ibu).
ü Equalitarian,
yakni suami dan istri berbagi otoritas secara seimbang.
D. Subsistem
Sosial
Terdapat
tiga jenis subsistem dalam keluarga, yakni subsistem suami istri, subsistem
orang tua anak, dan subsistem sibling (kakak adik):
ü Subsistem
suami istri terdiri dari seorang laki-laki dan perempuan yang hidup bersama
dengan tujuan eksplisit dalam membangun keluarga.pasangan ini menyediakan
dukungan mutual satu dengan yang lain dan membangun sebuah ikatan yang
melindungi subsistem tersebut dari gangguan yang ditimbulkan oleh kepentingan
maupun kebutuhan dari subsistem-subsistem lain.
ü Subsistem
orang tua anak terbentuk sejak kalahiran seorang ank dalam keluarga, subsistem
ini meliputi transfer nilai dan pengetahuan dan penganalan akan tanggung jawab terkait dengan relasi orang
tua dan anak.
KELUARGA
YANG ISLAMI
Bayangan
keluarga yang tentang keluarga yang islami pasti bertingkah laku bagai malaikat
serta rahmat allah yang senantiasa melimpahi kebutuhan hidup kita tentu bukan
lah gambaran yang benar. Ajaran islam sendiri merupakan ajaran yang dirancang
bagi manusia yang memiliki berbagai kelemahan, kekurangan dan diterapakan dalam
berbagai keadaan yang menyertai hidup manusia.
Jadi,
jika kita menemui goncangan-goncangan yang menyangkut diri kita dalam masalah
pribadi,hubungan dengan suami atau istri dan anak-anak, atau dalam berbagai
kondisi yang menyertai keluarga, jangan lah kita panik dulu atau merasa dunia
hampir kiamat. Sebab, justru dengan momen seperti itulah kita dapat perlihatkan
komitmen sebagai seseorang sebelum di buktikannya amal kehidupan.
Ada
beberapa hal yang patut kita perhatikan dalam upaya menumbuhkan keluarga
bahagia menurut ajaran islam atau dalam menghadapi persoalan. Di antaranya;
1. Fikrah
yang jelas
Pemikiran islami tentang tujuan-tujuan dakwah dan
kehidupan keluarga merupakan unsur penting dalam perkawinan. Ini adalah syarat
utama. Keluarga yang islami bukan lah keluarga yang tenang tanpa gejolak. Bukan
juga keluarga yang berjalan diatas ketidak jelasan tujuan sehingga melahirkan
kebahagian semu. Kalau lah Umar Bin Khattab menggebah para pedagang di pasar
yang tidak memahami fikih (perdagangan), maka layak di pandang sebuah
kekeliruan besar seseorang yang menikah namun tidak memahami dengan jelas apa
hakikat pernikahaan dalam islam dan bagaimana kaitanya dengan kemajuan dakwah.
2.
Penyatuan idealisme
Ketika ijab qobul dikumandangkan di depan wali,
sebenarnya yang bersatu bukanlah sekedar jasad dua makhluk yang berlainan
jenis. Pada detik itu sesungguhnya tengah terjadi pertemuan dua pemikiran,
perjumpaan dua tujuan hidup dan perkawinan dua pribadi dengan tingkat keimanan
masing-masing. Karena itu, penyatuan pemikiran dan idealisme akan
menyempurnakan pertemuan fisik kedua insan.
3. Mengenal karakter pribadi
Kepribadian manusia ditentukan oleh berbagai unsur
lingkungan: nilai yang diyakini dan pengaruh sosialisasi perilaku lingkungan
terdekat serta lingkungan internal (sifat bawaan) itu sendiri. Mengenal secara
jelas karakter pasangan hidup adalah bekal utama dalam upaya penyesuaian,
penyeimbangan dan bahkan perbaikan. Satu catatan penting mengenai hal ini ialah
anda harus menyediakan kesabaran selama proses pengenalan itu berlangsung,
sebab hal itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
4. Pemeliharaan kasih sayang
Sikap rahmah (kasih sayang) kepada pasangan hidup
dan anak-anak merupakan tulang punggung kelangsungan keharmonisan keluarga.
Rasulullah SAW menyapa Aisyah dengan panggilan yang memanjakan, dengan gelar
yang menyenangkan hati. Bahkan beliau membolehkan seseorang berdiplomasi kepada
pasangan hidupnya dalam rangka membangun kasih sayang. Suami atau isteri harus
mampu menampilkan sosok diri dan pribadi yang dapat menumbuhkan rasa tenteram,
senang kerinduan. Ingat, di atas rasa kasih sayanglah pasangan hidup dapat membagi
beban, meredam kemelut dan mengurangi rasa lapar.
5. Kontinuitas tarbiyah
Tarbiyah (pendidikan) merupakan kebutuhan asasi
setiap manusia. Para suami yang telah aktif dalam medan dakwah biasanya akan
mudah mendapatkan hal ini. Namun, istri juga memiliki hak yang sama.
Penyelenggaraannya merupakan tanggung jawab suami khususnya, kaum lelaki muslim
umumnya. Itulah sebabnya Rasulullah SAW meluluskan permintaan ta’lim
(pengajaran) para wanita muslimah yang datang kepada beliau. Beliau memberikan
kesempatan khusus bagi pembinaan wanita dan kaum ibu (ummahaat). Perbedaan
perlakuan tarbiyah antara suami dan istri akan membuat timpang pasangan itu dan
akibatnya tentu kegoncangan rumah tangga.
6. Penataan ekonomi
Turunnya Surat al Ahzab yang berkaitan dengan ultimatum
Allah SWT kepada para istri Nabi SAW, erat kaitannya dengan persoalan ekonomi.
Islam dengan tegas telah melimpahkan tanggung jawab nafkah kepada suami, tanpa
melarang istri membantu beban ekonomi suami jika kesempatan dan peluang memang
ada, dan tentu selama masih berada dalam batas-batas syari’ah. Ditengah-tengah
tanggung jawab dakwahnya, suami harus bekerja keras agar dapat memberikan
pelayanan fisik kepada keluarga. Sedangkan qanaah (bersyukur atas seberapa pun
hasil yang diperoleh) adalah sikap yang patut ditampilkan istri.
Persoalan-persoalan teknis yang menyangkut pengelolaan ekonomi keluarga dapat
dimusyawarahkan dan dibuat kesepakatan antara suami dan istri. Kebahagiaan dan
ketenangan akan lahir jika di atas kesepakatan tersebut dibangun sikap amanah
(benar dan jujur).
7.
Sikap kekeluargaan
Pernikahan antara dua anak manusia sebenarnya
diiringi dengan pernikahan ”antara dua keluarga besar”, dari pihak istri dan
juga suami. Selayaknyalah, dalam batas-batas yang diizinkan syari’at, sebuah
pernikahan tidak menghancurkan struktur serta suasana keluarga. Pernikahan
janganlah membuat suami atau istri kehilangan perhatian pada keluarganya (ayah,
ibu, adik, kakak dan seterusnya). Menurunnya frekuensi interaksi fisik (dan ini
wajar) tidak boleh berarti menurun pula perhatian dan kasih sayang. Sebaliknya,
perlu ditegaskan juga bahwa pernikahan adalah sebuah lembaga legal (syar’i)
yang harus dihormat keberadaannya. Sebuah kesalahan serius terjadi tak kala
seorang istri atau suami menghabiskan perhatiannya hanya untuk keluarganya masing-masing
sehingga tanggung jawabnya sebagai pasangan keluarga di rumahnya sendiri
terbengkalai.
8. Pembagian beban
Meski ajaran Islam membeberkan dengan jelas fungsi
dan tugas elemen keluarga (suami, istri, anak, pembantu) namun dalam
pelaksanaannya tidaklah kaku. Jika Rasulullah SAW menyatakan bahwa seorang istri
adalah pemimpin bagi rumah dan anak-anak, bukan berarti seorang suami tidak
perlu terlibat dalam pengurusan rumah dan anak-anak. Ajaran Islam tentang keluarga
adalah sebuah pedoman umum baku yang merupakan titik pangkal segala pemikiran
tentang keluarga. Dalam tindakan sehari-hari, nilai-nilai lain, misalnya
tentang itsar (memperhatikan dan mengutamakan kepentingan orang lain), ta’awun
(tolong menolong), rahim (kasih sayang) dan lainnya juga harus berperan. Itu
dapat dijumpai dalam riwayat yang sahih betapa Nabi SAW bercengkrama dengan
anak dan cucu, menyapu rumah, menjahit baju yang koyak dan lain-lain.
9. Penyegaran
Manusia bukanlah robot-robot logam yang mati.
Manusia mempunyai hati dan otak yang dapat mengalami kelelahan dan kejenuhan.
Nabi SAW mengeritik seseorang yang menamatkan Al Quran kurang dari tiga hari,
yang menghabiskan waktu malamnya hanya dengan shalat, dan yang berpuasa setiap
hari. Dalam ta’lim beliau SAW juga memberikan selang waktu (dalam beberapa
riwayat per pekan), tidak setiap saat atau setiap hari. Variasi aktivitas
dibutuhkan manusia agar jiwanya tetap segar. Dengan demikian, keluarga yang
bahagia tidak akan tumbuh dari kemonotonan aktivitas keluarga. Di samping
tarbiyah, keluarga membutuhkan rekreasi (perjalanan, diskusi-diskusi ringan,
kemah, dll).
10. Menata diri
Allah SWT mengisyaratkan hubungan yang erat antara
ketaqwaan dan yusran (kemudahan), makhrojan (jalan keluar). Faktor kefasikan atau
rendahnya iman identik dengan kesukaran, kemelut dan jalan buntu. Patutlah
pasangan muslim senantiasa menata dirinya masing-masing agar jalan panjang
kehidupan rumah tangganya dapat diarungi tanpa hambatan dan rintangan yang
menghancurkan.
11.
Mengharapkan rahmat
Allah
Ketenangan dan kasih sayang dalam keluarga merupakan rahmat Allah yang
diberikan kepada hamba-hambaNya yang Sholeh. Rintangan-rintangan menuju keadaan
itu datang tidak saja dari faktor internal manusia, namun juga dapat muncul
dari faktor eksternal termasuk gangguan syaitan dan jin. Karena itu, hubungan
vertikal dengan al Khaliq harus dijaga sebaik mungkin melalui ibadah dan doa.
Nabi SAW banyak mengajarkan doa-doa yang berkaitan dengan masalah keluarga..
SUMBER
Situs Warta Warga Universitas Guna Darma; Kelurga
Sugeng Iwan,
“Pengasuahan Anak Dalam Keluarga”
Baron, R. A Dan Donn Byrne. 2003. Psikologi Social.
Jakarta: Erlangga
Richard R Clayton. 2003. The Family, Marriage And
Social Chang. Hal 58
Anita L. Vangelis.2004.Handbook Of Family
Communication. USA:Lawrence Elbraum Press. Hal 349
Jhonson,C.L.1998.Ex Familia. New Brunswick:Rutger
University Press.
Fr Tderiqe Holder Dan Gerrit Antonides,”Family
Type Effects On Household Members Decion Making”, Advances In Counsumer
Research Volume 24 (1997) Ads. Merrie Brucks And Deborah J. Macinnis, Provo, UT
: Association For Consumer Research, Pages: 48-54
M Inuchin, S (26 Oktober 1974). Familes And
Family Therapy, Cambridge, MA: Harvard University Press.
Islah, No.4/Th II Keluarga Islami
No comments:
Post a Comment