Pendekatan Konseling
Client Centred
1. PRINSIP
DASAR
a. Pandangan
Tentang Sifat Manusia
Manusia
dalam pandangan Rogers adalah bersifat positif. Ia mempercayai bahwa manusia
memiliki dorongan untuk selalu bergerak ke muka, berjuang untuk berfungsi,
kooperatif, konstrukstif dan memiliki kebaikan pada inti terdalam tanpa perlu
mengendalikan dorongan-dorongan agresifnya. Filosofi tentang manusia ini
berimplikasi dalam praktek terapi client centered dimana terapis meletakan
tanggung jawab proses terapi pada client, bukan terapis yang memiliki otoritas.
Client diposisikan untuk memiliki kesnggupan-kesangguapan dalam membuat
keputusan.
Pendekatan
konseling client centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu
yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang
mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self),
aktualisasi diri, teori kepribadian,dan hakekat kecemasan. Menurut Roger konsep
inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep
menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
Terapi
berpusat pada klien (Client Centered Teraphy) merupakan salah satu
teknik alternatif dalam praktik pekerjaan sosial, terutama bagi terapis yang
tidak begitu menguasai secara baik beberapa teori dan praktik pekerjaan sosial,
walaupun begitu bukan berarti tanpa tantangan dan keahlian yang spesific.
Beberapa teori dan praktik pekerjaan yang bersifat dasar tetap menjadi
kebutuhan mutlak dalam teknik terapi ini. Tulisan ini akan berusaha menjelaskan
tentang latarbelakang historis terapi client centered, beberapa asumsi
dasar, prinsip, tujuan dan teknik serta proses terapi client centered.
b. Latar
Belakang Historis Terapi Client Centered
- Terapi Client Centered dipelopori oleh Carl R . Rogers sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya sebagai keterbatasan-keterbatasan mendasart dari psikoanalisis;
- Pada hakikatnya pendekatan Client Centered merupakan cabang khusus dari terapi Humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut duni subjektif dan fenomenalnya;
c. Beberapa
Asumsi Dasar Terapi Client Centered
- Individu memiliki kapasitas untuk membimbing, mengatur, mengarahkan, dan mengendalikan dirinya sendiri apabila ia diberikan kondisi tertentu yang mendukung
- Individu memiliki potensi untuk memahami apa yang terjadi dalam hidupnya yang terkait dengan tekanan dan kecemasan yang ia rasakan.
- Individu memiliki potensi untuk mengatur ulang dirinya sedemikian rupa sehingga tidak hanya untuk menghilangkan tekanan dan kecemasan yang ia rasakan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan diri dan mencapai kebahagiaan.
d.
Prinsip-Prinsip dalam Terapi Client Centered
- Kita berperilaku sesuai dengan persepsi kita terhadap realitas. Berkaitan dengan hal ini, untuk memahami masalah klien, maka kita harus benar-benar memahami bagaimana ia mempersepsikannya.
- Kita termotivasi oleh dorongan primer bawaan lahir yang berupa dorongan untuk mengaktualisasikan diri. Secara otomatis individu akan mengembangkan potensinya dalam kondisi-kondisi yang mendukung. Kondisi-kondisi ini dapat diciptakan dalam terapi dan oleh karena itu, terapis harus bersikap nondirektif.
- Individu memiliki kebutuhan dasar akan cinta dan penerimaan. Dalam terapi, hal ini diterjemahkan sebagai adanya kebutuhan untuk fokus pada hubungan (antara terapis dan klien-red) dan pengkomunikasian empati, sikap menghargai, dan ketulusan dari terapis.
- Konsep diri individu bergantung pada penerimaan dan penghargaan yang ia terima dari orang lain. Konsep diri klien dapat ia ubah apabila ia mengalami penghargaan positif tanpa syarat (unconditional positive regard) dalam terapi.
2. KONSEP
DASAR
a. Pandangan
Menurut Rogers
CLIENT
CENTERED (KONSELING BERPUSAT KLIEN) – Model konseling berpusat pribadi
dikembangkan oleh Carl R. Rogers. Sebagai hampiran keilmuan merupakan cabang
dari psikologi humanistik yang menekankan model fenomenologis. Konseling
person-centered mula-mula dikembangkan pada 1940 an sebagai reaksi terhadap
konseling psychoanalytic. Semula dikenal sebagai model nondirektif, kemudian
diubah menjadi client-centered.
Carl R.
Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa yang
disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Terapis
berfugsi terutama sebagai penunjang pertumbuhan pribadi seseorang dengan jalan
membantunya dalam menemukan kesanggupan-kesanggupan untuk memecahkan
masalah-masalah. Pendekatan client centered ini menaruh kepercayaan yang besar
pada kesanggupan seseorang untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya
sendiri.
b. Ciri-Ciri
Pendekatan Client Centered
Berikut ini
uraian ciri-ciri pendektan Client Centered dari Rogers :
- Client dapat bertanggungjawab, memiliki kesanggupan dalam memecahkan masalah dan memilih perliku yang dianggap pantas bagi dirinya.
- Menekankan dunia fenomenal client. Dengan empati dan pemahaman terhadap client, terapis memfokuskan pada persepsi diri client dan persepsi client terhadap dunia.
- Prinsip-prinsip psikoterapi berdasarkana bahwa hasrat kematangan psikologis manusia itu berakar pada manusia sendiri. Maka psikoterapi itu bersifat konstrukstif dimana dampak psikoteraputik terjadi karena hubungan konselor dan client. Karena hal ini tidak dapat dilakukan sendirian (client).
- Efektifitas teraputik didasarkan pada sifat-sifat ketulusan, kehangatan, penerimaan nonposesif dan empati yang akurat.
- Pendekatan ini bukanlah suatu sekumpulan teknik ataupun dogma. Tetapi berakar pada sekumpulan sikap dan kepercayaan dimana dalam proses terapi, terapis dan client memperlihatkan kemanusiawiannya dan partisipasi dalam pengalaman pertumbunhan.
3. TUJUAN
PENDEKATAN TERAPI
Terdapat
beberapa tujuan pendekatan terapi Client Centered yaitu sebagai berikut :
a.
Keterbukaan pada Pengalaman
Sebagai
lawan dari kebertahanan, keterbukaan pada pengalamam menyiratkan menjadi lebih
sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar dirinya.
b.
Kepercayaan pada Organisme Sendiri
Salah satu
tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri
sendiri. Dengan meningknya keterbukaan klien terhadap pengalaman-pengalamannya
sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun muali timbul.
c. Tempat
Evaluasi Internal
Tempat
evaluasi internal ini berkaitan dengan kepercayaan diri, yang berarti lebih
banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah
keberadaannya. Orang semakin menaruh perhatian pada pusat dirinya dari pada
mencari pengesahan bagi kepribadiannya dari luar. Dia mengganti persetujuan
universal dari orang lain dengan persetujuan dari dirinya sendiri. Dia
menetapkan standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri
dalam membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.
d. Kesediaan
untuk menjadi Satu Proses.
Konsep
tentang diri dalam proses pemenjadian merupakan lawan dari konsep diri sebagai
produk. Walaupun klien boleh jadi menjalani terapi untuk mencari sejenis
formula guna membangun keadaan berhasil dan berbahagia, tapi mereka menjadi
sadar bahwa peretumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien
dalam terapi berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan
kepercayaan-kepercayaannya serta membuka diri bagi pengalaman-pengalaman baru,
bahkan beberapa revisi.
e. Tujuan
Konseling
Tujuan
Konseling dengan pendekatan Client Centered adalah sebagai berikut :
- Menciptakan suasana yang kondusif bagi klien untuk mengeksplorasi diri sehingga dapat mengenal hambatan pertumbuhannya .
- Membantu klien agar dapat bergerak ke arah keterbukaan, kepercayaanyang lebih besar kepada dirinya,keinginan untuk menjadi pribadi yang mandiri dan meningkatkan spontanitas hidupnya.
- menyediakan iklim yang aman dan percaya dalam pengaturan konseling sedemikian sehingga konseli, dengan menggunakan hubungan konseling untuk self-exploration, menjadi sadar akan blok/hambatan ke pertumbuhan.
- Konseli cenderung untuk bergerak ke arah lebih terbuka, kepercayaan diri lebih besar, lebih sedia untuk meningkatkan diri sebagai lawan menjadi mandeg, dan lebih hidup dari standard internal sebagai lawan mengambil ukuran eksternal untuk apa ia perlu menjadi.
4. HUBUNGAN
KONSELOR DENGAN KLIEN
Konsep
hubungan antara terapis dan client dalam pendekatan ini ditegaskan oleh
pernyataan Rogers (1961) “jika saya bisa menyajikan suatu tipe hubungan, maka
orang lain akan menemukan dalam dirinya sendiri kesanggupan menggunakan
hubungan itu untuk pertumbuhan dan perubahan, sehingga perkembangan peribadipun
akan terjadi. Ada enam kondisi yang diperlukan dan memadahi bagi perubahan
kepribadian :
- Dua orang berada dalam hubungan psikologis.
- Orang pertama disebut client, ada dalam keadaan tidak selaras, peka dan cemas.
- Orang kedua disebut terapis, ada dalam keadaan selaras atau terintegrasi dalam berhubungan.
- Terapis merasakan perhatian positif tak bersyarat terhadap client.
- terapis merasakan pengertian yang empatikterhadap kerangka acuan internal client dan berusaha mengkomunikasikan perasaannya ini kepad terapis.
- Komunikasi pengertian empatik dan rasa hormat yang positif tak bersyarat dari terapis kepada client setidak-tidaknya dapat dicapai.
Ada tiga ciri atau sikap terapis yang membentuk bagian tengan
hubungan teraputik :
Pertama, Keselarasana/kesejatian. Konsep kesejatian yang dimaksud Rogers adalah
bagaimana terapis tampil nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta
terinytgrasi selama pertemuan terapi. Terapis bersikap secara spontan dan
terbuka menyatakan sikap-sikap yang ada pada dirinya baik yang positif maupun
negatif. Terapis tidak diperkenankan terlibat secara emosional dan berbagi
perasaan-perasaan secara impulsive terhadap client. Hal ini dapat
menghambat proses terapi. Jelas bahwa pendekatan client centered berasumsi
bahwa jika terapi selaras/menunjukkan kesejatiannya dalam berhubungan dengan
client maka proses teraputic bisa berlangsung.
Kedua, Perhatian positif tak bersayarat. Perhatian tak bersayarat itu tidak dicampuri
oleh evaluasi atau penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku
client sebagai hal yang buruk atau baik. Perhatian tak bersyarat bkan sikap
“Saya mau menerima asalkan…..melainkan “Saya menerima anda apa adanya”.
Perhatian tak bersyarat itu seperti continuum. Semakin besar derajat kesukaan,
perhatian dan penerimaan hangat terhadap client, maka semakin besar pula
peluang untuk menunjung perubahan pada client.
Ketiga, Pengertian empatik yang akurat. Pada bagian ini merupakan hal yang sangat
krusial, dimana terapis benar-benar dituntut untuk menggunakan kemampuan
inderanya dalam berempati guna mengenali dan menjelajahi pengalaman subjektif
dari client. Konsep ini menyiratkan terapis memahami perasaan-perasaan client
yang seakan-akan perasaanya sendiri. Tugas yang makin rumit adalah memahami
perasaan client yang samar dan memberikan makna yang makin jelas. Tugas terapis
adalah membantu kesadaran client terhadap perasaan-perasaan yang dialami.
Regers percaya bahwa apabila terapis mampu menjangkau dunia pribadi client
sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan dirasakan oleh client, tanpa
kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari client, maka perubahan yang
konstruktif akan terjadi.
5. PROSES
KONSELING
Proses-proses
yang terjadi dalam konseling dengan menggunakan pendekatan Client Centered
adalah sebagai berikut :
- Konseling memusatkan pada pengalaman individual.
- Konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam, dan memaksimalkan dan serta menopang eksplorasi diri. Perubahan perilaku datang melalui pemanfaatan potensi individu untuk menilai pengalamannya, membuatnya untuk memperjelas dan mendapat tilikan pearasaan yang mengarah pada pertumbuhan.
- Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk menyatakan, mengkaji dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelunya ke dalam konsep diri.
- Dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan menerima orang lain dan menjadi orang yang berkembang penuh.
- Wawancara merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal balik.
Refrensi :
dikutip dari
buku “Carl R. Rogers”
http://ewintri.co.cc/index.php/bimbingan-konseling/1-bimbingan-konseling/14-pendekatan-konseling-client-centred.html
No comments:
Post a Comment