Dalam teori generasi (Generation Theory) hingga saat ini dikenal ada 5 generasi, yaitu: (1) Generasi Baby Boomer, lahir 1946-1964, (2) Generasi X, lahir 1965-1980, (3) Generasi Y, lahir 1981-1994, (4) Generasi Z, lahir 1995-2010, dan (5) Generasi Alpha, lahir 2011-2025. Generasi Z (disebut juga iGeneration, Generasi Net, atau Generasi Internet)
terlahir dari generasi X dan Generasi Y. Mereka lahir dan dibesarkan di
era digital, dengan aneka teknologi yang komplet dan canggih, seperti:
komputer/laptop, HandPhone, iPads, PDA, MP3 player, BBM, internet, dan
aneka perangkat elektronik lainnya. Sejak kecil, mereka sudah mengenal (atau mungkin diperkenalkan) dan akrab dengan berbagai gadget
yang canggih itu, yang secara langsung atau pun tidak langsung akan
berpengaruh terhadap perkembangan perilaku dan kepribadiannya. Tuhana
Taufiq Andrianto dalam Jusuf AN (2011) memperkirakan akan terjadi booming Generasi Z sekitar tahun 2020.
B. Apa Karakteristik Generasi Z
Generasi Z
memiliki karakteristik perilaku dan kepribadian yang berbeda dengan
generasi sebelumnya. Beberapa karakteristik umum dari Generasi Z
diantaranya adalah:
- Fasih Teknologi. Mereka adalah “generasi digital” yang mahir dan gandrung akan teknologi informasi dan berbagai aplikasi komputer. Mereka dapat mengakses berbagai informasi yang mereka butuhkan secara mudah dan cepat, baik untuk kepentingan pendidikan maupun kepentingan hidup kesehariannya.
- Sosial. Mereka sangat intens berkomunikasi dan berinteraksi dengan semua kalangan, khususnya dengan teman sebaya melalui berbagai situs jejaring, seperti: FaceBook, twitter, atau melalui SMS. Melalui media ini, mereka bisa mengekspresikan apa yang dirasakan dan dipikirkannya secara spontan. Mereka juga cenderung toleran dengan perbedaan kultur dan sangat peduli dengan lingkungan.
- Multitasking. Mereka terbiasa dengan berbagai aktivitas dalam satu waktu yang bersamaan. Mereka bisa membaca, berbicara, menonton, atau mendengarkan musik dalam waktu yang bersamaan. Mereka menginginkan segala sesuatunya dapat dilakukan dan berjalan serba cepat. Mereka tidak menginginkan hal-hal yang bertele-tele dan berbelit-belit.
Karakteristik
tersebut memiliki dua sisi yang berlawanan, bisa positif- memberikan
manfaat bagi dirinya dan atau lingkungannya- atau justru malah negatif
yang dapat merugikan diri sendiri maupun lingkungannya. Wawan (2011)
dalam tulisannya yang dipublikasikan di Wikimu, mengatakan bahwa karena
mereka fasih dengan teknologi digital, mereka sangat cocok bekerja di
perusahaan besar, perusahaan yang mampu menyediakan fasilitas modern.
Namun mereka akan kesulitan jika diminta mengelola sebidang tanah,
dengan fasilitas pengairan, dan modal uang secukupnya. Karena yang ada
di benak mereka adalah komputer, laptop dan HP, bukan peternakan,
perikanan dan pertanian. Merurut Tuhana Taufiq Andrianto, sebagaimana
disampaikan oleh Jusuf AN dalam tulisannya yang berjudul “Masa Depan Anak-Anak “Generasi Z”
bahwa anak cenderung berkurang dalam komunikasi secara verbal,
cenderung bersikap egosentris dan individualis, cenderung menginginkan
hasil yang serba cepat, serba-instan, dan serba-mudah, tidak sabaran,
dan tidak menghargai proses. Kecerdasan Intelektual (IQ) mereka mungkin
akan berkembang baik, tetapi kecerdasan emosional mereka jadi tumpul.
Sementara itu, Choiron (2011) menyoroti tentang bahaya dari
kecenderungan generasi Z yang gemar mendengarkan musik melalui
earphone, yang dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas dan gangguan
pada pendengaran.
C. Apa Implikasinya terhadap Pendidikan?
Kehadiran Generasi Z dengan segala
karakteristiknya yang amat kompleks membawa implikasi tersendiri
terhadap pendidikan, diantaranya:
- Kita tidak menghendaki generasi yang gagap teknologi dan kita juga tidak mengharapkan teknologi dipegang oleh “orang-orang yang salah”. Oleh karena itu, orang tua, guru, konselor dan para pendidik lainnya seyogyanya dapat membimbing dan memfasilitasi agar anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan jamannya dan dapat memanfaatkan kehadiran teknologi secara tepat dan benar. Bukan melarang mereka untuk menjadi generasinya, tetapi yang paling penting adalah upaya membelajarkan mereka untuk dapat hidup secara well adjusment.
- Dalam belajar, anak Generasi Z cenderung menyukai hal-hal yang bersifat aplikatif dan menyenangkan. Metode pembelajaran yang dikembangkan harus mampu mengakomodasi kecenderungan cara belajar yang mereka miliki, salah satunya melalui pendekatan Pembelajaran Berpusatkan Model (PBM) yaitu pembelajaran yang menggunakan model, perangkat yang dikonstruksi dan simulasi dinamika sistem untuk menghasilkan penyajian yang beragam untuk menolong siswa mengembangkan pengertian dari fenomena yang kompleks dan dinamis (Milrad, dkk, dalam Hazrul Iswadi, 2012).
- Untuk mengakomodir kecenderungan anak Generasi Z dalam bermedia-sosial online, Bukik (2012) menawarkan pemikiran kreatifnya tentang “Twitter untuk Pendidikan: Melejitkan Kreativitas”. Disebutkan, bahwa men-tweet tidak sekedar menghafalkan pelajaran tetapi justru merupakan sebuah tantangan untuk menciptakan pelajaran. Proses men-tweet itu sendiri merupakan upaya menciptakan bangunan pemahaman. Otak tidak pasif, justru aktif melakukan penemuan dan penciptaan. Otak yang aktif ini merupakan tanda dari senyatanya pembelajaran. Sementara itu, Akhmad Sudrajat (2009), menggagas tentang Konseling FaceBook di Sekolah, yang intinya tentang upaya memanfaatkan kehadiran FaceBook untuk mendukung efektivitas pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah.
Tentu masih banyak hal lain yang perlu
dipertimbangkan dalam proses pendidikan anak generasi Z, yang intinya
bermuara pada pelayanan pendidikan yang cocok dan tepat untuk
memberdayakan dan membudayakan anak-anak generasi Z, di dalamnya
membutuhkan kesadaran dan sikap arif dari para pendidik dalam menghadapi
anak-anak generasi Z.
No comments:
Post a Comment