Selamat Datang dan Semoga Bermanfaat,SILAHKAN ISI BUKU TAMU DAHULU YA,,, Blog Ini Untuk Menambah Wawasan Bimbingan Dan Konseling Lalu Motivasi Diri, Serta Mohon Komentar Agar Selalu Baik Dalam Menampilkanya. Email jatirinkriatmaja04@gmail.com atau 085220363757

Wednesday, 10 April 2013

Terapi Konseling Dengan Hipnotis



oleh: Wahid Suharmawan
PENDAHULUAN
Cerita yang cukup memilukan, tetapi makin sering terdengar. Pola-pola kejadiannya selalu sama. Seorang yang sendirian di tempat yang asing atau tempat yang ramai didekati oleh seorang atau beberapa pria asing. Ia disapa dengan ramah dan sopan sebagaimana berlangsung dalam pertemuan biasa. Namun, akhirnya ia menyerahkan dompet, perhiasan, atau harta benda lain kepada si pria asing itu, seakan-akan dengan sukarela. Bahkan terjadi, ia mengantar pria asing itu ke bank, menarik uang berjuta-juta rupiah dari rekeningnya dan memberikan semuanya kepada orang yang tidak dikenal itu. Setelah pria asing itu pergi, baru ia menyadari bahwa ia menjadi korban penipuan. Semuanya dilakukannya dalam keadaan terhipnotis.


Dari sepenggal cerita di atas kita mungkin bisa berpendapat bahwa hipnosis atau hipnotis adalah suatu hal yang negatif dan merupakan suatu cara untuk melakukan suatu kejahatan. Walaupun memang tidak bisa dipungkiri bahwa ilmu hipnotis sekarang ini banyak digunakan pada praktiknya adalah untuk hal-hal semacam itu, seperti memperdayai seseorang untuk kemudian diambil harta benda yang dimiliki orang tersebut tanpa mendapat perlawanan dari orang yang bersangkutan. Disini kita nanti akan membicarakan ilmu hipnotis yang digunakan sebagai terapi diluar kejahatan, Ilmu hipnotis sendiri dikenal manusia sejak abad 18. Tokoh utamanya adalah Franz Anton Mesmer, dan disusul oleh James Braid, Charcot, Liebault, Bemheim, Sigmund Freud, Clark Haul dan sebagainya. Hipnotis oleh para pakar di barat lebih diyakini sebagai seni ketimbang klenik. Hipnotis, kata para pakar itu, merupakan seni sugesti, seni komunikasi, seni merubah tingkat kesadaran, dan seni eksplorasi alam bawah sadar.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari ilmu hipnotis ini, bahwa orang akan merasa tenang, tingkat kesadarannya akan berubah, dan pengaruh lainnya dari ilmu hipnotis ini. Sebagai terapi psikis yang dapat mengeksplorasi alam bawah sadar, maka ilmu hipnotis ini akan cukup bermanfaat bila digunakan untuk menanggulangi stres pada masyarakat yang terkena bencana. Seperti yang akan kita bahas dan kita angkat sebagai topik pada makalah yang kami buat ini.

PEMBAHASAN
Sempat ditayangkan televisi, tentara-tentara kulit putih dari negara sahabat yang ikut membantu pemulihan pascatrauma di Aceh dengan memijat-mijat dan membelai penderita. Sebenarnya memijat dan membelai ini adalah terapi relaksasi dan hanyalah ujung awal dari terapi hipnosis. Bisa dimengerti terapi relaksasi inilah yang bisa diberikan oleh mereka, karena kesulitan bahasa pengantar antara terapis dan pasien.
Sebuah bencana hebat biasanya menyisakan trauma yang hebat pula bagi penduduk yang mengalaminya. Trauma ini menyebabkan Gangguan Stress Pasca Trauma (GSPT). Terapinya bisa dengan obat dan bisa dengan psikoterapi atau terapi psikis. Dalam terapi psikis, salah satunya dengan hipnosis. Hipnosis sendiri bisa dilakukan sebagai terapi individual dan kelompok. Dari pengalaman klinis, apabila induksi diberikan oleh orang yang berpengalaman, induksi untuk pengeluaran muatan memori traumatik yang tersimpan di otak didalam terapi kelompok bisa sangat effektif. Seperti yang sering terlihat dalam kelompok-kelompok doa dan majelis, para pesertanya menjadi menangis bersama-sama dan bahkan berteriak, saat pemimpin doa membacakan doa permohonan yang menyayat-nyayat hati. Itulah sebenarnya induksi hipnotik yang dilakukan oleh pemimpin doa dan berakibat para peserta mengalami proses abreaksi. Yakni suatu proses material trauma nir-sadar, dibawa kembali ke alam sadar. Pada keadaan ini seseorang tidak hanya mengingat tetapi menghidupkan kembali material traumatik dan disertai respon emosional yang sesuai. Setelah proses abreaksi ini, peserta menjadi ringan, nyaman dan merasa terangkat perasaannya disertai dengan hilangnya rasa duka mendalam yang dirasakannya. Kenapa bisa begitu ?

Hipnosis Adalah mitos bahwa hipnosis adalah sama dengan keadaan tidur. Justru hipnosis memperkuat konsentrasi. Dengan konsentrasi ini pula, hipnosis memindah konsentrasi otak dan aliran darah otak dari bagian otak yang disebut Gyrus Frontalis. Yakni tempat tersimpannya memori permanen dan ''otak berpikir'' kita ke arah Gyrus Cinguli, Amydala dan Hippokampus. Ketiga bagian terakhir ini menyimpan memori jangka pendek, memori belajar dan memori sedang yang mengandung muatan-muatan emosi. Termasuk muatan emosi traumatik.

Dengan hipnosis, mampu diakses muatan-muatan emosi traumatik ini dengan baik. Kemudian dilakukan penarikan kembali ke alam sadar (supresi). Dengan demikian maka reaksi spontan dari emosi traumatik dan negatif dapat disadari sekaligus dihapus.

Untuk terapi hipnosis pascatrauma, seperti pascatrauma tsunami di Aceh, tokoh utama di bidang ini adalah Hebert Spiegel dan Daniel Spiegel, dokter dan psikiater dari Stanford University Amerika. Mereka menemukan teknik hipnosis yang sangat terkenal untuk GSPT dalam hipnoterapi. Yakni ''Teknik Layar'', pasien dalam keadaan terhipnosis memvisualisasikan kejadian traumatiknya di layar bayangan-nya. Seakan-akan pasien sedang melihat peristiwa traumatik yang dialami seseorang di televisi bayangannya dengan pemerannya adalah pasien itu sendiri.

Keadaan ini sebenarnya adalah salah satu teknik untuk memanggil kembali memori traumatik dari bagian otak amydala dan hippokampus. Dengan supresi ini maka proses abreaksi pada pasien akan terjadi. Bisakah proses ini dilakukan tanpa hipnosis?, jawabannya sulit sekali. Mengapa? Otak yang Ajaib Saat dalam alam kesadaran penuh dan dalam keadaan waspada penuh, sebenarnya otak yang aktif adalah ''Otak Berpikir'' yang ada dilokasi terdepan, disebut Gyrus Frontalis. Dalam keadaan tidur dan hilang kewaspadaan, secara tidak sengaja mengistirahatkan ''otak berpikir'' dan bagian otak yang aktif adalah otak tengah (mid-brain). Di mid-brain inilah terdapat struktur dan bangunan-bangunan otak, seperti amydala, hippokampus, thalamus dan bagian lainnya.

Pangkal syaraf-syaraf otak dan fungsi vegetatif manusia meliputi makan-minum dan seks ada di bagian thalamus ini. Dalam keadaan hipnosis, dengan sengaja mengistirahatkan ''otak berpikir'' (Gyrus Frontalis) dan mengaktifkan ''otak tengah'' sehingga mengaktifkan memori-memori sedang, dan pendek termasuk memori traumatik. Inilah yang disebut alam nir-sadar. Dalam keadaan sadar penuh, yang paling aktif ''otak berpikir'', dan proses jawaban atas rangsang dari luar ditanggapi oleh bagian otak ini. Pada saat yang sama, jika ada tanggapan dari bagian nir-sadar misal pada konflik emosional, maka ''otak berpikir'' akan melakukan filter, menahan, menganalisa, mengasosiasikan dan menerjemahkannya dalam bentuk pikiran serta tindakan berdasar otak berpikir ini.

Beda dalam keadaan hipnosis, ''otak tengah'' tidak mampu melakukan analisa dan filter atas suatu rangsang dari luar, misalnya perintah. Maka bila seseorang dalam keadaan hipnosis, ia tidak mampu melawan perintah juru hipnotisnya. Justru malah mengikuti perintah-perintah juru hipnotis yang kadang-kadang konyol. Jadi memang ''otak tengah'' tidak mampu berpikir analitik atas rangsang.

Pada saat datangnya suatu kejadian hebat yang traumatis (bencana alam, perkosaan, korban kriminalitas, korban peperangan), pada saat itu pula data yang masuk melalui lima indera (penglihatan, penciuman, pengecapan, pendengaran dan sentuhan), terekam di ''otak tengah'' (thalamus), disimpan secara tidak sadar oleh hippokampus sedangkan muatan emosi tersimpan di amydala. Sementara itu ''otak berpikir'' berusaha menyeimbangkan muatan traumatik yang sangat hebat tersebut dan menetralisirnya dengan cara melakukan rasionalisasi dan denial (penolakan konflik nir sadar dan kecemasan dengan tidak mengakui faktor realita luar yang tidak bisa ditolerir). Misal: menyalahkan pimpinan, keadaan, diri sendiri, mencari-cari sebab-akibat, othak-athik, gathuk-mathuk, mencocokkan ramalan, mencari-cari penyebab sial, dll).

LAMA TERAPI
Jika keadaan GSPT ini berlangsung kronik dan menetap setelah lebih dari 3 bulan, sebenarnya menjadi sangat sulit untuk kembali seperti semula. Apalagi jika pasien memiliki kepribadian yang rapuh sebelum sakit dan dukungan sosial yang tidak mendukung pascatrauma.

Hipnosis memang menakjubkan kekuatan dan kegunaannya untuk gangguan ini, tetapi menginginkan hasil yang cepat justru akan mengakibatkan terapis dan pasien tergelincir pada keyakinan palsu serta kehilangan obyektifitas. Pengukuran atas penggunaan terapi ini tetap berpegang pada obyektifitas penilaian dari kriteria-kriteria yang ada. Secara garis besar dalam penyakit dan gangguan psikiatri, dikatakan sembuh total, apabila setelah terapi, bebas gejala selama 1.000 hari/3 tahun. (Dokter Arya Hasanuddin/PPDS Psikiatri, International Society of Hypnosis-35)

SIMPULAN

Dalam proses konseling, Hipnosis bisa dilakukan sebagai terapi individual dan kelompok. Dari pengalaman klinis, apabila induksi diberikan oleh orang yang berpengalaman, induksi untuk pengeluaran muatan memori traumatik yang tersimpan di otak didalam terapi kelompok bisa sangat effektif. Seperti yang sering terlihat dalam kelompok-kelompok doa dan majelis, para pesertanya menjadi menangis bersama-sama dan bahkan berteriak, saat pemimpin doa membacakan doa permohonan yang menyayat-nyayat hati.

Untuk terapi hipnosis pascatrauma, seperti pascatrauma tsunami di Aceh, tokoh utama di bidang ini adalah Hebert Spiegel dan Daniel Spiegel, dokter dan psikiater dari Stanford University Amerika. Mereka menemukan teknik hipnosis yang sangat terkenal untuk GSPT dalam hipnoterapi. Yakni ''Teknik Layar'', pasien dalam keadaan terhipnosis memvisualisasikan kejadian traumatiknya di layar bayangan-nya. Seakan-akan pasien sedang melihat peristiwa traumatik yang dialami seseorang di televisi bayangannya dengan pemerannya adalah pasien itu sendiri.

Namun perlu juga disadari, dengan terapi hipnosis memang menakjubkan kekuatan dan kegunaannya untuk gangguan ini, tetapi menginginkan hasil yang cepat justru akan mengakibatkan terapis dan pasien tergelincir pada keyakinan palsu serta kehilangan obyektifitas. Sehingga pengukuran atas penggunaan terapi ini tetap berpegang pada obyektifitas penilaian dari kriteria-kriteria yang ada. Secara garis besar dalam penyakit dan gangguan psikiatri, dikatakan sembuh total, apabila setelah terapi, bebas gejala selama 1.000 hari/3 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

Arya Hasanuddin/PPDS Psikiatri, International Society of Hypnosis-35
Indra Majid, PEMAHAMAN DASAR HYPNOSIS
Yan Nurindra, Teknik Hipnotis



*) Penulis adalah Ketua Prodi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Hazairin Bengkulu

No comments:

Post a Comment