Cerita yang cukup memilukan, tetapi
makin sering terdengar. Pola-pola kejadiannya selalu sama. Seorang yang
sendirian di tempat yang asing atau tempat yang ramai didekati oleh seorang
atau beberapa pria asing. Ia disapa dengan ramah dan sopan sebagaimana
berlangsung dalam pertemuan biasa. Namun, akhirnya ia menyerahkan dompet,
perhiasan, atau harta benda lain kepada si pria asing itu, seakan-akan dengan
sukarela. Bahkan terjadi, ia mengantar pria asing itu ke bank, menarik uang
berjuta-juta rupiah dari rekeningnya dan memberikan semuanya kepada orang yang
tidak dikenal itu. Setelah pria asing itu pergi, baru ia menyadari bahwa ia
menjadi korban penipuan. Semuanya dilakukannya dalam keadaan terhipnotis.
Dari sepenggal cerita di atas kita
mungkin bisa berpendapat bahwa hipnosis atau hipnotis adalah suatu hal yang
negatif dan merupakan suatu cara untuk melakukan suatu kejahatan. Walaupun
memang tidak bisa dipungkiri bahwa ilmu hipnotis sekarang ini banyak digunakan
pada praktiknya adalah untuk hal-hal semacam itu, seperti memperdayai seseorang
untuk kemudian diambil harta benda yang dimiliki orang tersebut tanpa mendapat
perlawanan dari orang yang bersangkutan. Disini kita nanti akan membicarakan
ilmu hipnotis yang digunakan sebagai terapi diluar kejahatan, Ilmu hipnotis
sendiri dikenal manusia sejak abad 18. Tokoh utamanya adalah Franz Anton
Mesmer, dan disusul oleh James Braid, Charcot, Liebault, Bemheim, Sigmund
Freud, Clark Haul dan sebagainya. Hipnotis oleh para pakar di barat lebih
diyakini sebagai seni ketimbang klenik. Hipnotis, kata para pakar itu,
merupakan seni sugesti, seni komunikasi, seni merubah tingkat kesadaran, dan
seni eksplorasi alam bawah sadar.
Berdasarkan hasil yang diperoleh
dari ilmu hipnotis ini, bahwa orang akan merasa tenang, tingkat kesadarannya
akan berubah, dan pengaruh lainnya dari ilmu hipnotis ini. Sebagai terapi
psikis yang dapat mengeksplorasi alam bawah sadar, maka ilmu hipnotis ini akan
cukup bermanfaat bila digunakan untuk menanggulangi stres pada masyarakat yang
terkena bencana. Seperti yang akan kita bahas dan kita angkat sebagai topik
pada makalah yang kami buat ini.
PEMBAHASAN
Sempat ditayangkan televisi,
tentara-tentara kulit putih dari negara sahabat yang ikut membantu pemulihan
pascatrauma di Aceh dengan memijat-mijat dan membelai penderita. Sebenarnya
memijat dan membelai ini adalah terapi relaksasi dan hanyalah ujung awal dari
terapi hipnosis. Bisa dimengerti terapi relaksasi inilah yang bisa diberikan
oleh mereka, karena kesulitan bahasa pengantar antara terapis dan pasien.
Sebuah bencana hebat biasanya
menyisakan trauma yang hebat pula bagi penduduk yang mengalaminya. Trauma ini
menyebabkan Gangguan Stress Pasca Trauma (GSPT). Terapinya bisa dengan obat dan
bisa dengan psikoterapi atau terapi psikis. Dalam terapi psikis, salah satunya
dengan hipnosis. Hipnosis sendiri bisa dilakukan sebagai terapi individual dan
kelompok. Dari pengalaman klinis, apabila induksi diberikan oleh orang yang
berpengalaman, induksi untuk pengeluaran muatan memori traumatik yang tersimpan
di otak didalam terapi kelompok bisa sangat effektif. Seperti yang sering
terlihat dalam kelompok-kelompok doa dan majelis, para pesertanya menjadi
menangis bersama-sama dan bahkan berteriak, saat pemimpin doa membacakan doa
permohonan yang menyayat-nyayat hati. Itulah sebenarnya induksi hipnotik yang
dilakukan oleh pemimpin doa dan berakibat para peserta mengalami proses
abreaksi. Yakni suatu proses material trauma nir-sadar, dibawa kembali ke alam
sadar. Pada keadaan ini seseorang tidak hanya mengingat tetapi menghidupkan
kembali material traumatik dan disertai respon emosional yang sesuai. Setelah
proses abreaksi ini, peserta menjadi ringan, nyaman dan merasa terangkat
perasaannya disertai dengan hilangnya rasa duka mendalam yang dirasakannya.
Kenapa bisa begitu ?
Hipnosis Adalah mitos bahwa hipnosis
adalah sama dengan keadaan tidur. Justru hipnosis memperkuat konsentrasi.
Dengan konsentrasi ini pula, hipnosis memindah konsentrasi otak dan aliran
darah otak dari bagian otak yang disebut Gyrus Frontalis. Yakni tempat
tersimpannya memori permanen dan ''otak berpikir'' kita ke arah Gyrus Cinguli,
Amydala dan Hippokampus. Ketiga bagian terakhir ini menyimpan memori jangka
pendek, memori belajar dan memori sedang yang mengandung muatan-muatan emosi.
Termasuk muatan emosi traumatik.
Dengan hipnosis, mampu diakses
muatan-muatan emosi traumatik ini dengan baik. Kemudian dilakukan penarikan
kembali ke alam sadar (supresi). Dengan demikian maka reaksi spontan dari emosi
traumatik dan negatif dapat disadari sekaligus dihapus.
Untuk terapi hipnosis pascatrauma,
seperti pascatrauma tsunami di Aceh, tokoh utama di bidang ini adalah Hebert
Spiegel dan Daniel Spiegel, dokter dan psikiater dari Stanford University
Amerika. Mereka menemukan teknik hipnosis yang sangat terkenal untuk GSPT dalam
hipnoterapi. Yakni ''Teknik Layar'', pasien dalam keadaan terhipnosis
memvisualisasikan kejadian traumatiknya di layar bayangan-nya. Seakan-akan
pasien sedang melihat peristiwa traumatik yang dialami seseorang di televisi
bayangannya dengan pemerannya adalah pasien itu sendiri.
Keadaan ini sebenarnya adalah salah
satu teknik untuk memanggil kembali memori traumatik dari bagian otak amydala
dan hippokampus. Dengan supresi ini maka proses abreaksi pada pasien akan
terjadi. Bisakah proses ini dilakukan tanpa hipnosis?, jawabannya sulit sekali.
Mengapa? Otak yang Ajaib Saat dalam alam kesadaran penuh dan dalam keadaan
waspada penuh, sebenarnya otak yang aktif adalah ''Otak Berpikir'' yang ada
dilokasi terdepan, disebut Gyrus Frontalis. Dalam keadaan tidur dan hilang
kewaspadaan, secara tidak sengaja mengistirahatkan ''otak berpikir'' dan bagian
otak yang aktif adalah otak tengah (mid-brain). Di mid-brain inilah terdapat
struktur dan bangunan-bangunan otak, seperti amydala, hippokampus, thalamus dan
bagian lainnya.
Pangkal syaraf-syaraf otak dan
fungsi vegetatif manusia meliputi makan-minum dan seks ada di bagian thalamus
ini. Dalam keadaan hipnosis, dengan sengaja mengistirahatkan ''otak berpikir''
(Gyrus Frontalis) dan mengaktifkan ''otak tengah'' sehingga mengaktifkan
memori-memori sedang, dan pendek termasuk memori traumatik. Inilah yang disebut
alam nir-sadar. Dalam keadaan sadar penuh, yang paling aktif ''otak berpikir'',
dan proses jawaban atas rangsang dari luar ditanggapi oleh bagian otak ini.
Pada saat yang sama, jika ada tanggapan dari bagian nir-sadar misal pada
konflik emosional, maka ''otak berpikir'' akan melakukan filter, menahan,
menganalisa, mengasosiasikan dan menerjemahkannya dalam bentuk pikiran serta
tindakan berdasar otak berpikir ini.
Beda dalam keadaan hipnosis, ''otak
tengah'' tidak mampu melakukan analisa dan filter atas suatu rangsang dari
luar, misalnya perintah. Maka bila seseorang dalam keadaan hipnosis, ia tidak mampu
melawan perintah juru hipnotisnya. Justru malah mengikuti perintah-perintah
juru hipnotis yang kadang-kadang konyol. Jadi memang ''otak tengah'' tidak
mampu berpikir analitik atas rangsang.
Pada saat datangnya suatu kejadian
hebat yang traumatis (bencana alam, perkosaan, korban kriminalitas, korban
peperangan), pada saat itu pula data yang masuk melalui lima indera
(penglihatan, penciuman, pengecapan, pendengaran dan sentuhan), terekam di ''otak
tengah'' (thalamus), disimpan secara tidak sadar oleh hippokampus sedangkan
muatan emosi tersimpan di amydala. Sementara itu ''otak berpikir'' berusaha
menyeimbangkan muatan traumatik yang sangat hebat tersebut dan menetralisirnya
dengan cara melakukan rasionalisasi dan denial (penolakan konflik nir sadar dan
kecemasan dengan tidak mengakui faktor realita luar yang tidak bisa ditolerir).
Misal: menyalahkan pimpinan, keadaan, diri sendiri, mencari-cari sebab-akibat,
othak-athik, gathuk-mathuk, mencocokkan ramalan, mencari-cari penyebab sial,
dll).
LAMA TERAPI
Jika keadaan GSPT ini berlangsung
kronik dan menetap setelah lebih dari 3 bulan, sebenarnya menjadi sangat sulit
untuk kembali seperti semula. Apalagi jika pasien memiliki kepribadian yang
rapuh sebelum sakit dan dukungan sosial yang tidak mendukung pascatrauma.
Hipnosis memang menakjubkan kekuatan
dan kegunaannya untuk gangguan ini, tetapi menginginkan hasil yang cepat justru
akan mengakibatkan terapis dan pasien tergelincir pada keyakinan palsu serta
kehilangan obyektifitas. Pengukuran atas penggunaan terapi ini tetap berpegang
pada obyektifitas penilaian dari kriteria-kriteria yang ada. Secara garis besar
dalam penyakit dan gangguan psikiatri, dikatakan sembuh total, apabila setelah
terapi, bebas gejala selama 1.000 hari/3 tahun. (Dokter Arya Hasanuddin/PPDS
Psikiatri, International Society of Hypnosis-35)
SIMPULAN
Dalam proses konseling, Hipnosis
bisa dilakukan sebagai terapi individual dan kelompok. Dari pengalaman klinis,
apabila induksi diberikan oleh orang yang berpengalaman, induksi untuk
pengeluaran muatan memori traumatik yang tersimpan di otak didalam terapi
kelompok bisa sangat effektif. Seperti yang sering terlihat dalam
kelompok-kelompok doa dan majelis, para pesertanya menjadi menangis
bersama-sama dan bahkan berteriak, saat pemimpin doa membacakan doa permohonan
yang menyayat-nyayat hati.
Untuk terapi hipnosis pascatrauma,
seperti pascatrauma tsunami di Aceh, tokoh utama di bidang ini adalah Hebert
Spiegel dan Daniel Spiegel, dokter dan psikiater dari Stanford University
Amerika. Mereka menemukan teknik hipnosis yang sangat terkenal untuk GSPT dalam
hipnoterapi. Yakni ''Teknik Layar'', pasien dalam keadaan terhipnosis
memvisualisasikan kejadian traumatiknya di layar bayangan-nya. Seakan-akan
pasien sedang melihat peristiwa traumatik yang dialami seseorang di televisi
bayangannya dengan pemerannya adalah pasien itu sendiri.
Namun perlu juga disadari, dengan
terapi hipnosis memang menakjubkan kekuatan dan kegunaannya untuk gangguan ini,
tetapi menginginkan hasil yang cepat justru akan mengakibatkan terapis dan
pasien tergelincir pada keyakinan palsu serta kehilangan obyektifitas. Sehingga
pengukuran atas penggunaan terapi ini tetap berpegang pada obyektifitas
penilaian dari kriteria-kriteria yang ada. Secara garis besar dalam penyakit
dan gangguan psikiatri, dikatakan sembuh total, apabila setelah terapi, bebas
gejala selama 1.000 hari/3 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Arya Hasanuddin/PPDS Psikiatri,
International Society of Hypnosis-35
Indra Majid, PEMAHAMAN DASAR
HYPNOSIS
Yan Nurindra, Teknik Hipnotis
*) Penulis adalah Ketua Prodi
Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Hazairin Bengkulu
No comments:
Post a Comment