Selamat Datang dan Semoga Bermanfaat,SILAHKAN ISI BUKU TAMU DAHULU YA,,, Blog Ini Untuk Menambah Wawasan Bimbingan Dan Konseling Lalu Motivasi Diri, Serta Mohon Komentar Agar Selalu Baik Dalam Menampilkanya. Email jatirinkriatmaja04@gmail.com atau 085220363757

Thursday, 16 June 2016

Implementasi Pembelajaran Konstruktivistik Dalam Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Keknik Fun Game



Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah konstruktivisme. Pemilihan pendekatan ini lebih dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya.
Pembelajaran yang ada dikelas saat ini masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung kepada benda-benda konkret. 
Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasil menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu salah, dan jika ternyata benar maka pendidik harus membantu siswa dalam mengkonstruk konsepsi tersebut biar lebih matang.
A.      Pengertian dan Tujuan Konstruktivistik
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Ciri-ciri Konstruktivisme Yaitu:
1.      Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2.      Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3.      Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
4.      Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
5.      Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
Selain itu yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.
B.       Aplikasi dan Implikasi dalam Pembelajaran
1.      Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan jelas-jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar suatu materi kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha yangkeras para sisiwa sedirilah para siswa akan betul-betul memahami suatu materi yang diajarkan.
2.      Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang dibangun atau dikonstruksi para siswa sendirisan bukan ditanamkan oleh guru. Para siswa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru kedalam kerangka kognitifnya.
3.      Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkandan yang dibuat para sisiwa untuk mendukung model-model itu.
4.      Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-masing konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan.
5.      Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadisituasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
6.      Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
7.      Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi engetahuan pada diri peserta didik.
C. Kelebihan dan Kekurangan Konstruktivisme
1.      Kelebihan Murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan. Faham kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi. Selian itu murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Kemahiran sosial diperoleh apabila berinteraksi dengan rekan dan guru dalam membina pengetahuan baru; Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri; Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya; Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap; Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri; Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
2.      Kelemahan Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung; siswa berbeda persepsi satu dengan yang lainnya.

D. Implikasi Teori Belajar Konstruktivisme Dalam Pendidikan
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut:
1.      Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,
2.      Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan
3.      Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.

E. Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru. Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut :
·         Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna.
·         Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna.
·         Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.
Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme.
·         Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa.
·         Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak. Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya.
Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut. Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu
1)      siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki,
2)      pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti,
3)      strategi siswa lebih bernilai, dan
4)      siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
1)      memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri,
2)      memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif,
3)      memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru,
4)       memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa,
5)       mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan
6)      menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.


Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
F. Layanan bimbingan kelompok
1.      Pengertian Bimbingan Kelompok
Menurut Romlah (2006:3) bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan kepada individu dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok ditujukan untuk mencegah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi siswa.
a.       Tujuan dan fungsi layanan bimbingan kelompok
Layanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk memungkinkan siswa secara bersama-sama memperoleh berbagai macam bahan dari narasumber (terutama guru kelas) yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Fungsi utama bimbingan kelompok yang didukung oleh layanan bimbingan kelompok ialah fungsi pemahaman dan pengembangan.

b.      Materi umum layanan bimbingan kelompok
Melalui dinamika dalam bimbingan kelompok dapat dibahas berbagai hal yang amat beragam (dan tidak terbatas) yang berguna bagi siswa (dalam segenap bidang bimbingan) materi tersebut meliputi:
1)      Pemahaman dan pemantapan kehidupan keberagaman dan hidup sehat.
2)      Pemahaman tentang berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar dan masyarakat.
3)      Pengaturan dan penggunaan waktu secara efektif (untuk belajar dan kegiatan sehari-hari, serta waktu senggang)
4)      Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar.
5)       Pengembangan hubungan sosial yang efektif dan produktif.
6)      Pemahaman tentang dunia kerja dan pilihan jabatan serta perencanaan masa depan.
7)       Pemahaman tentang pendidikan lanjutan.
c.      Penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok
Layan bimbingan kelompok memanfaatkan dinamika kelompok utuk mencapai tujuan layanan bimbingan. Agar dinamika kelompok yang berlangsung di dalam kelompok tersebut dapat secara efektif bermanfaat bagi pembinaan para anggota kelompok, maka jumlah anggota sebuah kelompok tidak boleh terlalu besar, sekitar 10 orang atau paling banyak 15 orang. Jumlah siswa dalam satu kelas dapat dibagi menjadi 3-4 kelompok.

G. Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Fun Game
Berdasarkan adanya tahapan yang akan dilaksanakan maka secara keseluruhan rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian dan pengembangan (research   and   development).   Seperti   dijelaskan oleh Borg & Gall dalam Samsudi (2009) yaitu “Educational  research  and  development  (R  &  D) is a process used to develop and validate educational products”. Maksud penggunaan istilah produk pendidikan (educational products) dijelaskan lebih jauh, tidak hanya mencakup wujud material seperti  buku-buku  teks,  film-film pembelajaran dsb, tetapi juga berhubungan dengan pengembangan proses dan prosedur, seperti pengembangan metode mengajar atau metode untuk mengorganisasi pembelajaran Kegiatan layanan bimbingan kelompok merupakan bagian dari proses pendidikan.
Oleh karena   itu pengembangan model bimbingan kelompok dengan teknik fun game untuk mengurangi kecemasan berbicara di depan kelas merupakan bagian dari upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil pendidikan. Mengingat penelitian ini bertujuan menghasilkan model bimbingan kelompok dengan teknik fun game yang merupakan salah satu produk pendidikan maka jenis penelitian yang digunakan ialah jenis penelitian   pengembangan. Adapun rancangan model bimbingan kelompok dengan teknik fun game Dalam penelitian ini hanya sampai pada langkah ke enam yaitu tahap pertama studi penduluan (kajian pustaka dan kajian empirik), tahap kedua perancangan model hipotetik bimbingan kelompok dengan teknik fun game untuk   mengurangi   kecemasan   berbicara   di depan kelas siswa, tahap ketiga uji kelayakan model hipotetik bimbingan kelompok dengan teknik fun game, tahap keempat revisi model hipotetik  bimbingan  kelompok  dengan  teknik fun game, tahap kelima uji lapangan meliputi uji keterlaksanaan model dan uji efektifitas model, tahap keenam revisi model bimbingan kelompok dengan teknik fun game (model akhir).
H. Implikasi Model Pembelajaran Konstruktivistik dalam Layanan Bimbingan Kelompok
Berdasarkan dari pemaparan dan penjelasan tentang model teori konstruktivistik dan model layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik permainan simulasi dapat diimplikasikan ke dalam proses pembelajaran siswa di sekolah antara lain :
1.      Memberi peluang kepada siswa melalui partisipasi aktif dalam layanan bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulasi yaitu siswa memiliki pengalaman baru serta berpikir lebih aktif dan kreatif dengan cara bagaimana siswa mensimulasikan dan merefleksikan kejadian- kejadian nyata/ sebenarnya dengan antusias dan semangat yang tinggi.
2.      Memberi pengalaman tentang fenomena yang terjadi dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan pengamatan langsung fenomena yang di simulasikan.
3.      Mengenali respon siswa dalam mensimulasikan kejadian atau peristiwa
Menciptakan hubungan sosial yang baik antar teman sebaya.


DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta:
Depdiknas
Prayitno. 2009. Dasar Teori dan Praksis. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana
Indonesia
Romlah, T. 2006. Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang : Universitas
Negeri Malang
Hosseini, Moniro Sadat, dkk. 2012. “Game: Taking the Line of Least Resistance”. International Journal  of  Learning  &  Development.  Malaysia.
2(2):2012:258
Parvis, Leo F. 2001. “The Importance of Communi- cation and Public-Speaking
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif  dan R & D). Bandung:Alfabeta.

No comments:

Post a Comment