Saat
ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada
proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah konstruktivisme.
Pemilihan pendekatan ini lebih dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa
antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan
persoalannya.
Pembelajaran yang ada dikelas saat ini masih dominan menggunakan metode ceramah
dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berintekrasi langsung kepada benda-benda konkret.
Seorang
guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran. Jika
tidak demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasil menanamkan konsep
yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya.
Mengajar bukan hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa,
melainkan sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di
mana mungkin konsepsi itu salah, dan jika ternyata benar maka pendidik harus
membantu siswa dalam mengkonstruk konsepsi tersebut biar lebih matang.
A.
Pengertian
dan Tujuan Konstruktivistik
Kontruksi berarti bersifat
membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu
upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme
merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan
diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata. Ciri-ciri Konstruktivisme Yaitu:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa
sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan
dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif megkontruksi secara
terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan
saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
5. Struktur pembalajaran seputar konsep
utama pentingnya sebuah pertanyaan
Selain itu yang paling penting
adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa .
siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat
membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi
sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan
mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri
untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu
nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang
lebih tinggi, tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.
B. Aplikasi
dan Implikasi dalam Pembelajaran
1. Setiap guru akan pernah mengalami
bahwa suatu materi telah dibahas dengan jelas-jelasnya namun masih ada sebagian
siswa yang belum mengerti ataupun tidak mengerti materi yang diajarkan sama
sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar suatu materi
kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar
sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti dengan
hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha yangkeras para sisiwa
sedirilah para siswa akan betul-betul memahami suatu materi yang diajarkan.
2. Tugas setiap guru dalam
memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang dibangun atau
dikonstruksi para siswa sendirisan bukan ditanamkan oleh guru. Para siswa harus
dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru kedalam
kerangka kognitifnya.
3. Untuk mengajar dengan baik, guru
harus memahami model-model mental yang digunakan para siswa untuk mengenal
dunia mereka dan penalaran yang dikembangkandan yang dibuat para sisiwa untuk
mendukung model-model itu.
4. Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman
yang mereka sendiri untuk masing-masing konsep materi sehingga guru dalam
mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk
memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang
membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi mental yang
diperlukan.
5. Kurikulum dirancang sedemikian rupa
sehingga terjadisituasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat
dikonstruksi oleh peserta didik.
6. Latihan memecahkan masalah
seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam
kehidupan sehari-hari.
7. Peserta didik diharapkan selalu
aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai dengan dirinya. Guru hanya
sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat situasi kondusif untuk
terjadinya konstruksi engetahuan pada diri peserta didik.
C. Kelebihan dan Kekurangan
Konstruktivisme
1. Kelebihan Murid berfikir untuk
menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan. Faham kerana murid
terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham
dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi. Selian itu murid terlibat
secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
Kemahiran sosial diperoleh apabila berinteraksi dengan rekan dan guru dalam
membina pengetahuan baru; Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah
tanggung jawab siswa itu sendiri; Mengembangkan kemampuan siswa untuk
mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya; Membantu siswa untuk
mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap; Mengembangkan
kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri; Lebih menekankan pada
proses belajar bagaimana belajar itu.
2. Kelemahan Dalam bahasan kekurangan
atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran
guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung; siswa berbeda
persepsi satu dengan yang lainnya.
D. Implikasi Teori Belajar
Konstruktivisme Dalam Pendidikan
Adapun implikasi dari teori belajar
konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai
berikut:
1. Tujuan pendidikan menurut teori
belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki
kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,
2. Kurikulum dirancang sedemikian rupa
sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat
dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah
seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam
kehidupan sehari-hari dan
3. Peserta didik diharapkan selalu
aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah
berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang
kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
E. Hakikat Pembelajaran Menurut
Teori Belajar Konstruktivisme
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa
menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan
begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus
aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan
kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai
botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai
dengan kehendak guru. Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30)
mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut
:
·
Pertama adalah peran aktif siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna.
·
Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara
gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna.
·
Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan
informasi baru yang diterima.
Wheatley (1991: 12) mendukung
pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan
teori belajar konstrukltivisme.
·
Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh
secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa.
·
Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan
membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak. Kedua
pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara
aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan
melalui lingkungannya.
Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990:
4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar
itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk
mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang
akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut. Selain penekanan dan
tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar
konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya
dengan pembelajaran, yaitu
1) siswa mengkonstruksi pengetahuan
dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki,
2) pembelajaran menjadi lebih bermakna
karena siswa mengerti,
3) strategi siswa lebih bernilai, dan
4) siswa mempunyai kesempatan untuk
berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Dalam upaya mengimplementasikan
teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang
berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
1) memberi kesempatan kepada siswa
untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri,
2) memberi kesempatan kepada siswa
untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan
imajinatif,
3) memberi kesempatan kepada siswa
untuk mencoba gagasan baru,
4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan
gagasan yang telah dimiliki siswa,
5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan
gagasan mereka, dan
6) menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif.
Dari beberapa pandangan di atas,
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar
konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan
pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah
diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan
untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan
akomodasi.
F. Layanan
bimbingan kelompok
1.
Pengertian Bimbingan Kelompok
Menurut Romlah (2006:3)
bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan kepada
individu dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok ditujukan untuk mencegah
timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi siswa.
a. Tujuan dan
fungsi layanan bimbingan kelompok
Layanan
bimbingan kelompok dimaksudkan untuk memungkinkan siswa secara bersama-sama
memperoleh berbagai macam bahan dari narasumber (terutama guru kelas) yang
bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Fungsi utama bimbingan kelompok yang
didukung oleh layanan bimbingan kelompok ialah fungsi pemahaman dan
pengembangan.
b.
Materi umum layanan bimbingan
kelompok
Melalui dinamika dalam bimbingan kelompok dapat dibahas berbagai hal yang
amat beragam (dan tidak terbatas) yang berguna bagi siswa (dalam segenap bidang
bimbingan) materi tersebut meliputi:
1) Pemahaman
dan pemantapan kehidupan keberagaman dan hidup sehat.
2) Pemahaman
tentang berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar dan masyarakat.
3) Pengaturan
dan penggunaan waktu secara efektif (untuk belajar dan kegiatan sehari-hari,
serta waktu senggang)
4) Pengembangan
sikap dan kebiasaan belajar.
5) Pengembangan hubungan sosial yang
efektif dan produktif.
6) Pemahaman
tentang dunia kerja dan pilihan jabatan serta perencanaan masa depan.
7) Pemahaman tentang pendidikan
lanjutan.
c.
Penyelenggaraan layanan bimbingan
kelompok
Layan bimbingan kelompok memanfaatkan dinamika kelompok utuk mencapai
tujuan layanan bimbingan. Agar dinamika kelompok yang berlangsung di dalam
kelompok tersebut dapat secara efektif bermanfaat bagi pembinaan para anggota
kelompok, maka jumlah anggota sebuah kelompok tidak boleh terlalu besar,
sekitar 10 orang atau paling banyak 15 orang. Jumlah siswa dalam satu kelas dapat
dibagi menjadi 3-4 kelompok.
G. Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Fun Game
Berdasarkan adanya tahapan yang akan dilaksanakan maka secara keseluruhan
rancangan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah rancangan penelitian
dan pengembangan (research and
development). Seperti dijelaskan oleh Borg & Gall dalam
Samsudi (2009) yaitu “Educational research and development (R & D)
is a process used to develop and
validate educational products”.
Maksud penggunaan istilah produk pendidikan (educational products) dijelaskan lebih jauh, tidak hanya mencakup wujud material seperti buku-buku
teks, film-film
pembelajaran dsb, tetapi juga
berhubungan dengan pengembangan
proses dan prosedur, seperti
pengembangan metode mengajar atau
metode untuk mengorganisasi pembelajaran Kegiatan
layanan bimbingan kelompok merupakan bagian dari proses pendidikan.
Oleh karena itu pengembangan model bimbingan kelompok dengan teknik fun game untuk mengurangi kecemasan berbicara di depan kelas merupakan bagian dari upaya
meningkatkan kualitas proses dan hasil
pendidikan. Mengingat penelitian ini
bertujuan menghasilkan model bimbingan kelompok dengan teknik fun
game yang merupakan salah satu produk pendidikan maka jenis penelitian yang digunakan ialah jenis penelitian pengembangan.
Adapun rancangan model bimbingan kelompok dengan teknik fun game Dalam
penelitian ini hanya sampai pada
langkah ke enam yaitu tahap pertama studi penduluan (kajian pustaka dan
kajian empirik), tahap kedua perancangan model hipotetik bimbingan kelompok dengan teknik fun
game untuk mengurangi
kecemasan berbicara di depan
kelas siswa, tahap ketiga uji kelayakan
model hipotetik bimbingan kelompok dengan teknik fun game, tahap keempat revisi model hipotetik bimbingan
kelompok
dengan
teknik
fun game,
tahap kelima uji lapangan meliputi uji keterlaksanaan model dan uji efektifitas
model, tahap keenam revisi model
bimbingan kelompok dengan teknik fun game (model akhir).
H.
Implikasi Model Pembelajaran Konstruktivistik dalam Layanan Bimbingan Kelompok
Berdasarkan
dari pemaparan dan penjelasan tentang model teori konstruktivistik dan model
layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik permainan simulasi dapat
diimplikasikan ke dalam proses pembelajaran siswa di sekolah antara lain :
1.
Memberi peluang kepada siswa melalui
partisipasi aktif dalam layanan bimbingan kelompok dengan teknik permainan
simulasi yaitu siswa memiliki pengalaman baru serta berpikir lebih aktif dan
kreatif dengan cara bagaimana siswa mensimulasikan dan merefleksikan kejadian-
kejadian nyata/ sebenarnya dengan antusias dan semangat yang tinggi.
2.
Memberi pengalaman tentang fenomena
yang terjadi dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa
terdorong untuk membedakan dan memadukan pengamatan langsung fenomena yang di
simulasikan.
3.
Mengenali respon siswa dalam
mensimulasikan kejadian atau peristiwa
Menciptakan hubungan sosial yang baik antar teman
sebaya.DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Pendidikan Nasional. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta:
Depdiknas
Prayitno.
2009. Dasar Teori dan Praksis. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana
Indonesia
Romlah,
T. 2006. Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang : Universitas
Negeri Malang
Hosseini, Moniro Sadat, dkk. 2012. “Game: Taking the Line of Least Resistance”. International
Journal
of
Learning & Development. Malaysia.
2(2):2012:258
Parvis, Leo F.
2001. “The Importance of Communi-
cation and Public-Speaking
Sugiyono. 2008. Metode
Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D). Bandung:Alfabeta.
No comments:
Post a Comment