Beberapa ahli dalam bidang keahlian bimbingan dan konseling
maupun hasil-hasil penelitian yang telah dilaksanakan merumuskan beberapa ciri
kepribadian yang harus dimilki oleh seorang Konselor disarikan oleh Moh
Surya (2003) dan Syamsu Yusuf (2009) sebagai berikut:
a. Pemahaman diri (self knowledge), yaitu konselor memiliki
pemahaman tentang dirinya dengan baik, memahami secara pasti apa yang
dilakukannya, mengapa melakukan demikian, masalah apa yang dihadapi, dan
masalah klien yang terkait dengan konseling.
b. Kompeten (competence), artinya konselor memiliki kualitas fisik, intelektual,
emosional, social, dan moral yang baik demi membantu konselinya
mencapai hidup yang efektif dan membahagiakan.
c. Kesehatan psikologis, yaitu
konselor harus menjadi model kondisi psikologis yang baik bagi konselinya. Artinya, konselor harus memilki kesehatan psikis yang lebih baik dari
konselinya. Kesehatan psikologis konselor ini mendasari pemahaman perilaku dan
keterampilan yang pada gilirannya akan mengembangkan daya positif dalam
konseling.
d. Dapat dipercaya (trustworthiness), yaitu konselor mampu memberikan rasa aman kepada konseli,
tidak menunjukkan dirinya mengancam konselinya yang pada gilirannya menambah
atau menjadikan cemas konselinya. Konselor yang dipercaya menunjukkan kualitas
sikap dan perilaku berikut: memiliki pribadi yang konsisten, dapat dipercaya
ucapan maupun tindakannya oleh orang lain, tidak pernah membuat orang lain
kecewa atau kesal, bertanggungjawab, mampu merespons orang lain secara utuh,
tidak ingkar janji, dan mau membantu secara penuih
e. Jujur (honesty), yaitu konselor bersikap terbuka (transparans), otentik,
dan asli/sejati (genuine), an
diwujudkan dalam penampilannya.
f. Berdaya atau kekuatan (strength), yaitu konselor menunjukkan
keberanian untuk melakukan apa yang dikatakan oleh dirinya yang paling dalam, dapat
membantu konseli dalam keseluruhan layanan bimbingan dan konseling. Konselor
dengan kekuatan yang baik menampilkan sikap dan perilaku berikut: dapat membuat
batasan waktu yang pantas dalam konseling, mampu membuat keputusan yang tidak
popular dalam konseling, bersifat fleksibel dalam
melakukan pendekatan dalam konseling, dan memiliki identitas diri yang jelas
mampu menjaga jarak dengan klien.
g. Bersikap hangat (warmth), yaitu menampilkan diri ramah,
penuh perhatian, peduli (care), memberikan kasih sayang, dan mampu menghibur
orang lain utamanya konseli.
h. Penanggap yang aktif (active responsiveness), yaitu konselor
sebagai perespons yang aktif, terutama dalam proses konseling, sehingga mampu
mengkomunikasikan perhatian dirinya terhadap kebutuhan klien. Konselor
mengajukan pertanyaan yang tepat, memberikan umpan balik yang bermanfaat, memberikan informasi yang berguna, memperlakukan konseli
dan klien dengan cara-cara yang menimbulkan respons yang
bermakna, dan berkeinginan membagi tanggungjawab dengan konseli dan klien secara berimbang.
i.
Sabar (patience), yaitu
konselor enggan sabar membantu dan memberi peluang kepada konseli dan klien untuk mengembangkan dirinya
secara alami untuk memperoleh kemajuan; ditunjukkan pada sikap dan perilaku
lebih memperhatikan diri klien dari pada hasilnya. Konselor tidak
tergesa-gesa mencapai hasil dengan memfokus pada tujuan dan cara tidak peduli
kepada siapa konseli atau kliennya.
j.
Kepekaan (sensitivity), yaitu
konselor sadar akan kehalusan dinamika psikologis yang timbul dalam diri klien,
misalnya mudah tersinggung, dan diri
konselor sendiri. Sifat ini ditunjukkan pada kualitas
perilaku berikut: Peka terhadap reaksi dirinya sendiri, mengetahui kapan, dimana, dan berapa lama menelusur dan mengungkap masalah konseli
dan klien, mengajukan pertanyaan tentang persepsi konseli dan klien tentang
masalah yang dihadapi, peka terhadap terhadap sifat-sifat atau hala-hal yang
mudah tersinggung pada dirinya.
k. Kebebasan, yaitu konselor yang
memiliki kebebasan mampu memberikan pengaruh yang signifikan dalam kehidupan
konseli dan klien. Sifat ini ditunjukkan pada kualitas perilaku berikut: menempatkan nilai tinggi terhadap kebebasan dalam hidupnya,
dapat membeda-kan antara manipulasi dan edukasi dalam konseling, memahami perbedaan
antara kebe-basan yang dangkal dengan yang sesungguhnya, dan membantu klien dalam
konseling dengan menghargai perbedaan, dan mencoba dan menghargai kebebasan
yang benar dalam hubungan konseling.
l.
Kesadaran holistic (holistic
awareness), yaitu konselor memahami klien secara utuh dan tidak mendekatinya secara bagian, artinya konselor menyadari klien
secara keseluruhan pribadi orang, dan tidak mendekatinya hanya dengan
meneropong dari satu sisi atau aspek. Ciri kepribadian
ini ditunjukan pada kualitas
perilaku berikut: menyadari secara akurat dimensi-dimensi kepribadian dan
kompleksitas keterkaitannya, menemukan cara memberi konsultasi yang tepat dan
membuat rujukan secara cerdas, dan akrab dan terbuka terhadap berbagai teori tentang perilaku , dan bahkan memiliki teori sendiri.
No comments:
Post a Comment