Pengalaman Amerika Serikat dengan
kondisi masyarakatnya yang bersifat multikultural dan tren perkembangan
demografis yang mengarah pada konfigurasi budaya plural, telah mendorong
berkembangnya layanan bimbingan dan konseling yang lebih bersifat generik.
Penggunaan berbagai pendekatan dan teknik
diharapkan mampu memberikan layanan yang lebih efektif dalam kondisi
pluralitas budaya. Dalam kaitan
dengan bimbingan dan konseling pendekatan budaya ini sangat tepat untuk
lingkungan yang berbudaya plural seperti Amerika Serikat dan juga di Indonesia.
Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat Bhineka Tunggal
Ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Di Amerika Serikat yang berbudaya
pluralistik, dikembangkan pendekatan konseling yang disebut “multicultural counseling”. Paul B.
Pederson (1991) menyebutkan “multicultural counseling” sebagai pendekatan
generik dalam konseling. Pederson mengelompokkan multicultural counseling ke
dalam angkatan keempat dalam pendekatan konseling sebagai pelengkap
dari ketiga angkatan pendekatan sebelumnya yaitu psychodynamic, behavioral, dan humanistic.
Dikatakan selanjutnya bahwa sebutan multikultural mempunyai implikasi dalam
rentang kelompok yang ganda (multiple) tanpa harus membuat derajat, bandingan,
atau peringkat atau sebutan lebih baik atau lebih jelek antara satu dengan
lainnya, serta tanpa mengabaikan adanya kenyataan saling melengkapi, dan
perbedaan bahkan pertentangan satu dengan lainnya. Perspektif pendekatan
multikultural memberikan kombinasi antara pandangan universalisme dan
relativisme dengan memberikan penjelasan bahwa perilaku dipelajari dalam
perspektif secara kultural yang unik,
dan mencari kesamaan landasan
antar budaya. Dengan mengutip
pendapat Brislin (1990), Pederson (1991) menyebutkan ada tujuh aspek budaya
pada diri individu yaitu: (1) bagian jalan hidup yang digunakan orang, (2)
gagasan yang diwariskan dari generasi ke generasi, (3) pengalaman-pengalaman
masa kanak-kanak yang berkembang menjadi nilai-nilai yang kemudian
terinternalisasi, (4) sosialisasi anak-anak ke kedewasaan, (5) pola-pola konsep
dan tindak secara konsisten, (6) pola-pola budaya yang dipelihara meskipun
mungkin tidak sesuai, (7) rasa tidak berdaya atau kebingungan manakala terjadi
perubahan pola-pola budaya.
Courtland
Lee seorang
professor dalam bidang konseling multikultural berdasarkan pengalamannnya.
dalam bidang multikultural, menyebutkan adanya lima kearifan yang dapat
dijadikan landasan konseling yang berbasis multikultural Kelima kearifan itu adalah: ”(1) Respect your client’s belief in the
power of the healer, (2) Promote a holistic perspective, (3) Emphasize the
psycholospiritual dimension of the client’s reality, (4) Adopt an active
helping role, (5) Accept cultural difference as merely difference and not
deviation”
terimakasih... biodata spesifikasi streaming tv sport berita siputih info Rekomendasi
ReplyDelete