Pengertian
Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural hingga saat ini belum dapat didefinisikan secara
baku. Namun, ada beberapa pendapat para ahli mengenai pendidikan multikultural.
Diantaranya adalah Andersen dan Cusher (1994:320) mengartikan pendidikan
multikultural sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Kemudian, James
Banks (1993: 3) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan
untuk people of color. Artinya, pendidikan multikultural ingin
mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugerah Tuhan). Dimana dengan
adanya kondisi tersebut kita mampu untuk menerima perbedaan dengan penuh rasa
toleransi.
Seperti definisi di atas, Muhaemin el Ma’haddi berpendapat bahwa pendidikan
multikultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan keragaman kebudayaan dalam
merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau
bahkan dunia secara keseluruhan.
Adapun Paulo Freire seorang pakar pendidikan pembebasan mendefinisikan
bahwa pendidikan bukan merupakan “menara gading” yang berusaha menjauhi
realitas sosial dan budaya. Melainkan pendidikan itu harus mampu menciptakan
tatanan masyarakat yang terdidik dan berpendidikan, bukan sebuah masyarakat
yang hanya mengagungkan suatu kelas sosial sebagai akibat dari kekayaan dan
kemakmuran yang diperolehnya.[1]
Pendidikan multikultural merupakan respons terhadap perkembangan keragaman
populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Hal
ini dapat diartikan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang
mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya, seperti gender,
etnis, ras, budaya, strata sosial, dan agama.
James Bank menjelaskan, bahwa pendidikan multikultural memiliki beberapa
dimensi yang saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu:
1.
Content Integration, yaitu mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk
mengilustrasikan konsep dasar, generalisasi, dan teori dalam mata pelajaran /
disiplin ilmu.
2. The knowledge construction process, yaitu
membawa siswa untuk memahami implikasi budaya kedalam sebuah mata pelajaran.
3.
An equity paedagogy, yaitu menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam
rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi ras,
budaya, ataupun sosial.
4. Prejudice reduction, yaitu mengidentifikasi
karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran mereka. Kemudian,
melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, berinteraksi
dengan seluruh staff dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam upaya
menciptakan budaya akademik yang toleran dan inklusif.
Dalam
aktivitas pendidikan manapun, peserta didik merupakan sasaran (objek) dan
sekaligus sebagai subjek pendidikan, oleh karena itu, dalam memahami hakikat
pendidikan perlu dilengkapi pemahaman tentang ciri-ciri umum peserta didik.
Setidaknya, secara umum peserta didik memiliki lima ciri, yaitu:
- Peserta didik sedang dalam keadaan berdaya untuk menggunakan kemampuan, kemauan, dan sebagainya.
- Mempunyai keinginan untuk berkembang kearah dewasa.
- Peserta didik mempunyai latar belakang yang berbeda-beda.
- Peserta didik melakukan penjelajahan terhadap alam sekitarnya dengan potensi-potensi dasar yang dimiliki secara individual.
Istilah pendidikan
multikultural dapat digunakan baik pada tingkat deskriptif, maupun normatif,
yang menggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan yang berkaitan dengan
masyarakat multikultural. Lebih jauh ia juga mencakup pengertian tentang
pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi pendidikan
dalam masyarakat multikultural. Dalam konteks deskriptif ini, kurikulum
pendidikan multikultural mestilah mencakup subjek-subjek seperti: toleransi,
tema-tema tentang perbedaan etno-kultural dan agama, bahaya diskriminasi,
penyelesaian konflik dan mediasi, HAM, demokrasi dan pluralitas,
multikulturalisme, kemanusiaan universal, dan subjek-subjek lain yang relevan.
Dalam
konteks teoritis, belajar dari model-model pendidikan multikultural yang pernah
ada dan sedang dikembangkan oleh negara-negara maju, dikenal dengan lima
pendekatan, yaitu:
1. Pendidikan mengenai perbedaan
kebudayaan atau multikulturalisme
2. Pendidikan mengenai perbedaan
kebudayaan atau pemahaman kebudayaan.
3. Pendidikan
bagi pluralisme kebudayaan.
4. Pendidikan
dwi-budaya.
5. Pendidikan multikultural sebagai
pengalaman moral manusia.
B. Pendekatan
Pendidikan Multikultural
Merancang pendidikan dalam tatanan masyarakat yang penuh dengan
permasalahan antar kelompok seperti di Indonesia memang tidaklah mudah. Hal ini
ditambah sulit lagi jika tatanan masyarakat yang ada masih penuh diskriminasi
dan bersifat rasis.
Dalam kondisi seperti ini, pendidikan multikultural diarahkan sebagai advokasi
untuk menciptakan masyarakat yang toleran. Adapun untuk mencapai sasaran
tersebut, diperlukan sejumlah pendekatan. Dan beberapa pendekatan dalam
pendidikan multikultural tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tidak lagi menyamakan pandangan pendidikan
dengan persekolahan, atau pendidikan multikultural dengan program-program
sekolah formal.
2.
Menghindari
pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik.
3.
Mempertahankan
dan memperluas solidaritas kelompok akan menghambat sosialisasi kedalam
kebudayaan baru. Pendidikan multikultural bagi pluralisme budaya dan pendidikan
multikultural tidak dapat disamakan dengan logis.
4.
Pendidikan
multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan
mana yang akan diadopsi, itu ditentukan oleh situasi dan kondisi secara
proporsional.
Pendekatan ini meningkatkan kesadaran akan multikulturalisme sebagai
pengalaman normal manusia. Kesadaran ini mengandung makna bahwa pendidikan
multikultural berpotensi untuk menghindari dikotomi dan mengembangkan apresiasi
yang lebih baik melalui kompetensi kebudayaan yang ada pada diri peserta didik.
Keempat pendekatan tersebut haruslah diselaraskan dengan kondisi masyarakat
Indonesia. Masyarakat adalah kumpulan manusia atau individu-individu yang
hidup dan bekerja sama dalam waktu yang relatif lama serta diikat oleh kesatuan
negara, kebudayaan, dan agama.
Masyarakat mempunyai peranan penting dalam perkembangan intelektual dan
kepribadian individu peserta didik. Sebab, masyarakat merupakan tempat yang
penuh alternatif dalam upaya memperkaya pelaksanaan proses pendidikan berbasis
multikultural. Untuk itu, setiap anggota masyarakat memiliki peranan
dan tanggung jawab moral terhadap terlaksananya proses pendidikan
multikultural. Hal ini disebabkan adanya hubungan timbal balik antara
masyarakat dan pendidikan. Dalam upaya memberdayakan masyarakat dalam dunia
pendidikan merupakan satu hal yang penting untuk kemajuan pendidikan di masa
kini dan di masa yang akan datang.
C. Pendidikan
Berbasis Multikultural
Sejak awal kemunculannya, pendidikan
berbasis multikulturalisme atau Multicultural Based Education, telah
didefinisikan dalam banyak cara dan berbagai perspektif. Dalam terminologi
ilmu-ilmu pendidikan dikenal dengan pendidikan multikultural (multicultural
education) seperti yang digunakan dalam konteks kehidupan di negara-negara
barat.[3] Sejumlah definisi tersebut terikat dalam
disiplin ilmu tertentu, seperti pendidikan antropologi, sosial, psikologi, dan
lain sebagainya.
Dalam buku Multicultural
Education: A Teacher Guide to Linking Context, Process, and Content mengungkapkan
definisi klasik mengenai Multicultural Based Education yang penting bagi
para pendidik. Definisi pertama yaitu menekankan esensi Multicultural Based
Learning sebagai perspektif yang dialami oleh masing-masing individu dalam
pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur. Definisi ini juga
merefleksikan pentingnya budaya, ras, gender, etnisitas, agama, status sosial,
ekonomi, dan pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan.
Definisi lain mengartikan bahwa Multicultural
Based Education adalah sebuah visi tentang pendidikan yang selayaknya dan
seharusnya bisa untuk semua anak didik. Multicultural Based Education
manyiapkan anak didik untuk berkewarganegaraan dalam komunitas budaya dan
bahasa yang majemuk dan saling terkait.
Multicultural Based Education juga berkenaan dengan perubahan pendidikan yang signifikan. Ia
menggambarkan realitas sosial, ekonomi, dan politik secara luas dan sistematis
sehingga dapat mempengaruhi segala sesuatu yang terjadi di dalam sekolah dan
luar sekolah. Multicultural Based Education memperluas kembali praktek
yang patut dicontoh, dan berupaya memperbaiki berbagai kesempatan pendidikan
optimal yang tertolak. Ia membahas pula seputar penciptaan lembaga-lembaga
pendidikan yang menyediakan lingkungan pembelajaran yang dinamis, yang
mencerminkan cita-cita persamaan, kesetaraan, dan keunggulan.
D. Pentingnya
Pendidikan Multikultural di Indonesia
Indonesia
adalah negara yang terdiri dari beragam masyarakat yang berbeda seperti agama,
suku, ras, kebudayaan, adat istiadat, bahasa, dan lain sebagainya menjadikan
masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk. Dalam kehidupan yang
beragam seperti ini menjadi tantangan untuk mempersatukan bangsa Indonesia
menjadi satu kekuatan yang dapat menjunjung tinggi perbedaan dan keragaman
masyarakatnya.
Hal ini dapat dilakukan dengan
pendidikan multikultural yang ditanamkan kepada anak-anak lewat pembelajaran di
sekolah maupun di rumah. Seorang guru bertanggung jawab dalam memberikan
pendidikan terhadap anak didiknya dan dibantu oleh orang tua dalam melihat
perbedaan yang terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Namun pendidkan
multikultural bukan hanya sebatas kepada anak-anak usia sekolah tetapi juga
kepada masyarakat Indonesia pada umumnya lewat acara atau seminar yang
menggalakkan pentingnya toleransi dalam keberagaman menjadikan masyarakat
Indonesia dapat menerima bahwa mereka hidup dalam perbedaan dan keragaman.
Ada tiga tantangan besar dalam
melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia, yaitu:
1.
Agama, suku
bangsa dan tradisi
Agama secara aktual merupakan ikatan yang terpenting dalam kehidupan
orang Indonesia sebagai suatu bangsa. Bagaimanapun juga hal itu akan menjadi
perusak kekuatan masyarakat yang harmonis ketika hal itu digunakan sebagai
senjata politik atau fasilitas individu-individu atau kelompok ekonomi. Di
dalam kasus ini, agama terkait pada etnis atau tradisi kehidupan dari sebuah
masyarakat.
Masing-masing
individu telah menggunakan prinsip agama untuk menuntun dirinya dalam kehidupan
di masyarakat, tetapi tidak berbagi pengertian dari keyakinan agamanya pada
pihak lain. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui pendidikan multikultural
untuk mencapai tujuan dan prinsip seseorang dalam menghargai agama.
2.
Kepercayaan
Unsur yang penting dalam kehidupan bersama adalah kepercayaan.
Dalam masyarakat yang plural selalu memikirkan resiko terhadap berbagai
perbedaan. Munculnya resiko dari kecurigaan/ketakutan atau ketidakpercayaan
terhadap yang lain dapat juga timbul ketika tidak ada komunikasi di dalam
masyarakat/plural.
3.
Toleransi
Toleransi
merupakan bentuk tertinggi, bahwa kita dapat mencapai keyakinan. Toleransi
dapat menjadi kenyataan ketika kita mengasumsikan adanya perbedaan. Keyakinan
adalah sesuatu yang dapat diubah. Sehingga dalam toleransi, tidak harus selalu
mempertahankan keyakinannya.Untuk mencapai tujuan sebagai manusia Indonesia
yang demokratis dan dapat hidup di Indonesia diperlukan pendidikan
multikultural. Adapun pentingnya pendidikan multikultural di Indonesia yaitu sebagai
sarana alternatif pemecahan konflik, peserta didik diharapkan tidak
meninggalkan akar budayanya, dan pendidikan multikultural sangat relevan digunakan
untuk demokrasi yang ada seperti sekarang.
1. Sarana alternatif pemecahan konflik
Penyelenggaraan pendidikan multikultural di dunia pendidikan diakui dapat
menjadi solusi nyata bagi konflik dan disharmonisasi yang terjadi di
masyarakat, khususnya di masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam
unsur sosial dan budaya. Dengan kata laun, pendidikan multikultural dapat
menjadi sarana alternatif pemecahan konflik sosial-budaya.
Struktur kultural masyarakat Indonesia yang amat beragam menjadi tantangan
bagi dunia pendidikan untuk mengolah perbedaan tersebut menjadi suatu aset,
bukan sumber perpecahan. Saat ini pendidikan multikultural mempunyai dua
tanggung jawab besar, yaitu menyiapkan bangsa Indonesia untuk mengahadapi arus
budaya luar di era globalisasi dan menyatukan bangsa sendiri yang terdiri
dari berbagai macam budaya.
Pada kenyataannya pendidikan multikultural belum digunakan dalam proporsi
yang benar. Maka, sekolah dan perguruan tinggi sebagai instirusi pendidikan
dapat mengembangkan kurikulum pendidikan multikultural dengan model
masing-masing sesuai dengan otonomi pendidikan atau sekolahnya sendiri.
Model-model pembelajaran mengenai kebangsaan memang sudah ada. Namun, hal
itu masih kurang untuk dapat mengahargai perbedaan masing-masing suku, budaya
maupun etnis. Hal ini dapat dilihat dari munculnya berbagai konflik dari
realitas kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Hal ini berarti bahwa
pemahaman mengenai toleransi di masyarakat masih sangat kurang. Maka, penyelenggaraan pendidikan multikultural dapat dikatakann berhasil
apabila terbentuk pada diri setiap peserta didik sikap saling toleransi, tidak
bermusuhan, dan tidak berkonflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya, suku,
bahasa, dan lain sebagainya.
Menurut Stephen Hill, pendidikan multikultural dikatakan berhasil apabila
prosesnya melibatkan semua elemen masyarakat. Hal itu dikarenakan adanya
multidimensi aspek kehidupan yang tercakup dalam pendidikan multikultural. Perubahan
yang diharapkan adalah pada terciptanya kondisi yang nyaman, damai, toleran
dalam kehidupan masyarakat, dan tidak selalu muncul konflik yang disebabkan
oleh perbedaan budaya dan SARA.
2. Agar peserta didik tidak meinggalkan akar budaya
Selain sebagai sarana alternatif pemecahan konflik, pendidikan
multikultural juga signifikan dalam upaya membina peserta didik agar tidak
meninggalkan akar budaya yang ia miliki sebelumnya, saat ia berhubungan dengan
realitas sosial-budaya di era globalisasi. Pertemuan
antar budaya di era globalisasi ini bisa menjadi ‘ancaman’ serius bagi peserta
didik. Untuk menyikapi realitas tersebut, peserta didik tersebut hendaknya
diberikan pengetahuan yang beragam. Sehingga peserta didik tersebut memiliki
kemampuan global, termasuk kebudayaan. Dengan beragamnya kebudayaan baik di
dalam maupun di luar negeri, peserta didik perlu diberi pemahaman yang luas
tentang banyak budaya, agar siswa tidak melupakan asal budayanya.
Menurut Fuad Hassan, saat ini diperlukan langkah antisipatif terhadap
tantangan globalisasi, terutama dalam aspek kebudayaan. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi (iptek) dapat memperpendek jarak dan memudahkan
adanya persentuhan antar budaya.
Tantangan dalam dunia pendidikan kita, saat ini sangat berat dan kompleks.
Maka, upaya untuk mengantisipasinya harus dengan serius dan disertai solusi
konkret. Jika tidak ditanggapi dengan serius terutama dalam bidang pendidikan
yang bertanggung jawab atas kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) maka, peserta
didik tersebut akan kehilangan arah dan melupakan asal budayanya sendiri. Sehingga dengan pendidikan multikultural itulah, diharapkan mampu membangun
Indonesia yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Karena
keanekaragaman budaya dan ras yang ada di Indonesia itu merupakan sebuah
kekayaan yang harus kita jaga dan lestarikan.
3. Sebagai landasan pengembangan kurikulum nasional
Pendidikan multikultural sebagai landasan pengembangan kurikulum menjadi
sangat penting apabila dalam memberikan sejumlah materi dan isi pelajaran yang
harus dikuasai oleh peserta didik dengan ukuran dan tingkatan tertentu.
Pengembangan kurikulum yang berdasarkan pendidikan multikultural dapat
dilakukan berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut.
a.
Mengubah
filosofi kurikulum dari yang berlaku secara serentak seperti sekarang menjadi
filosofi pendidikan yang sesuai dengan tujuan, misi, dan fungsi setiap jenjang
pendidikan dan unit pendidikan.
b.
Harus
merubah teori tentang konten (curriculum content) yang
mengartikannya sebagai aspek substantif yang berisi fakta, teori, generalisasi,
menuju pengertian yang mencakup nilai moral, prosedur, proses, dan keterampilan
(skills) yang harus dimiliki generasi muda.
c.
Teori
belajar yang digunakan harus memperhatikan unsur keragaman sosial, budaya,
ekonomi, dan politik.
d.
Proses
belajar yang dikembangkan harus berdasarkan cara belajar berkelompok dan
bersaing secara kelompok dalam situasi yang positif. Dengan cara tersebut,
perbedaan antarindividu dapat dikembangkan sebagai suatu kekuatan
kelompok dan siswa terbiasa untuk hidup dengan keberanekaragaman budaya.
e.
Evaluasi
yang digunakan harus meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan kepribadian
peserta didik sesuai dengan tujuan dan konten yang dikembangkan.
4.
Menuju masyarakat Indonesia yang Multikultural
Inti dari cita-cita reformasi Indonesia adalah mewujudkan masyarakat sipil
yang demokratis, dan ditegakkan hukum untuk supremasi keadilan, pemerintah yang
bersih dari KKN, terwujudnya keteraturan sosial serta rasa aman dalam
masyarakat yang menjamin kelancaran produktivitas warga masyarakat, dan
kehidupan ekonomi yang mensejahterakan rakyat Indonesia. Corak masyarakat Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika bukan hanya merupakan
keanekaragaman suku bangsa saja melainkan juga menyangkut tentang
keanekaragaman budaya yang ada dalam masyarakat Indonesia secara menyeluruh.
Eksistensi keberanekaragaman tersebut dapat terlihat dari terwujudnya sikap
saling menghargai, menghormati, dan toleransi antar kebudayaan satu sama
lain.
Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah
demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam
perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan suku bangsa,
keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM,
hak budaya komuniti, dan kosnep-konsep lain yang relevan
Pendidikan di Indonesia yang masyarakatnya terdiri dari berbagai macam ras,
suku budaya, bangsa, dan agama dirasa penting untuk menerapkan pendidikan
multikultural. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa dengan masyarakat Indonesia
yang beragam inilah seringkali menjadi penyebab munculnya berbagai macam
konflik.
Seiring dengan perkembangan zaman dan waktu juga dapat mempengaruhi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga banyak terjadi berbagai macam
perubahan di masyarakat yang diakibatkan oleh masuknya berbagai macam budaya
baru dari luar negeri ke Indonesia. Melalui pendidikan multikultural yang
memperkenalkan budaya asli kepada peserta didik diharapkan agar peserta didik
tidak melupakan asal budayanya sendiri.
Namun demikian, pendidikan multikultural tidak hanya dipelajari dalam
pendidikan normal saja. Melainkan pendidikan multikultural itu harus dipelajari
oleh masyarakat luas, secara non formal melalui berbagai macam diskusi,
presentasi. Agar dapat terciptanya masyarakat Indonesia yang tentram dan damai.
DAFTAR REFERENSI
Fay, Brian.
1996. Contemporary Philosophy of Social Sience: A Multicultural Approach.
Oxrofd:Backwell.
Freire,
Paulo. 2000. Pendidikan Pembebasan. Jakarta: LP3S.
Hernandez,
Hilda. 2002. Multicultural Education: A Teacher Guide to Linking Context,
Process, and Content. New Jersey & Ohio: Prentice Hall.
Media Indonesia, Rabu, 08 September 2008.
Munib, Achmad. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan.
Semarang: Unnes Press.
No comments:
Post a Comment