Alfred
Adler lahir di pinggiran Wina pada tanggal 7 Februari 1870 sebagai anak ketiga
dari seorang pengusaha Yahudi. Sewaktu kecil, Adler sering sakit-sakitan
sehingga baru bisa berjalan pada usia 4 tahun. Bahkan, Adler sempat akan tewas
pada usia 5 tahun karena pneumonia. Ketika sekolah, Adler adalah seorang anak
dengan kemampuan rata-rata dan menyenangi permainan di luar ruangan ketimbang
diam dalam ruang kelas. Dia sering keluar rumah, dikenal luas oleh
teman-temannya dan aktif. Salah satu alasan dia terkenal di antara
teman-temannya, adalah karena dia ingin menyaingi kakaknya, Sigmund.
Pada awal masa
kanak-kanak Adler tidak bahagia. Hal itu ditandai dengan sakit, dan kesadaran
terhadap kematian, ketidakbahagiaan, dan kecemburuan dari kakak tertuanya. Dia
menderita rakhitis, yang membuatnya tidak dapat berlari dan bermain dengan anak
lain. Pada umur 3 tahun, dia menyaksikan kematian adik bungsunya, pada umur 4
tahun, Adler sendiri sudah sangat dekat dengan kematian karena pneumonia. Adler
pada awalnya dimanjakan oleh ibunya, hal itu hanya agar ia dapat menerima
kehadiran adik laki-lakinya. Hubungan masa kana-kanaknya dengan orang tuanya
menjadi sangat berbeda dengan Freud. Adler lebih dekat dengan ayahnya daripada
ibunya. Dan dapat dimengerti jika kemudian ia menolak kompleks Oedipus milik
Freud karena hal itu sangat asing bagi pengalaman masa kecilnya.
Seiring
pertumbuhannya dan meningkatnya kesehatannya, dia mulai menghabiskan banyak
waktu di luar ruangan, terutama karena dia tidak bahagia di rumah. Meskipun
kekakuan dan ketidakatraktifannya, dia bekerja keras untuk menjadi disukai oleh
teman bermainnya dan menemukan perasaan penerimaan dan harga diri yang tidak
dia temukan di rumah. Hasilnya, dia membangun kasih sayang yang besar bagi persahabatan
dengan orang lain, sebuah karakteristik yang dia pegang seumur hidupnya. Dalam
teori kepribadiannya, dia menekankan pada pentinganya hubungan anak dengan
kelompok teman sebaya. Dia melihat peran anak lain, baik saudara maupun orang
lain, adalah lebih penting bagi perkembangan kepribadian. Di
sekolah dia tidak bahagia dan merupakan murid yang biasa-biasa saja. Adler
khususnya tidak pandai dalam matematika, tapi lewat ketekunan dan kerja keras
dia bangkit dari murid yang gagal, menjadi yang terbaik di kelasnya.
Dalam banyak hal, masa kecilnya seperti
sebuah tragedi. Juga terlihat sebagai contoh dari teori Adler mengenai
mengatasi kelamahan masa kecil dan inferioritas dan membentuk tujuan seseorang
sebagai ganti terbentuk oleh hal itu. Seseorang yang dapat memberikan dunia
anggapan tentang perasaan inferioritas tentu saja berbicara dari kedalaman
pengalaman masa kecilnya sendiri.
Adler
menerima ijazah dokter dari Universitas of Vienna pada tahun 1895. Selama
kuliah, dia bergabung dengan mahasiswa sosialis dan disinilah, dia berkenalan
dengan gadis yang kelak jadi istrinya, Raissa Timofeyewa Epstein. Raissa adalah
seorang gadis pintar dan aktivis sosial yang
datang dari Rusia. Mereka menikah pada tahun 1897, mempunyai 4 anak. 2 orang
diantaranya menjadi psikiatris. Adler, memulai karirnya sebagai seorang
optamologis, tapi kemudian beralih pada praktik umum biasa. Ia membuka praktik
di daerah kelas bawah di Wina, Prader, dimana merupakan tempat campuran antara
taman bermain dan sirkus.Berawal dari pasien-pasiennya yang merupakan anggota
sirkus, Adler merumuskan konsep tentang inferioritas organ dan kompensasi. Dia
mengamati bahwa para pemain sirkus memiliki kekuatan dan kelemahan dalam berbagai
bidang.
Setelah merumuskan konsep tersebut, Adler
beralih pada psikiatri dan pada tahun 1907, ia bergabung dengan kelompok
diskusi Freud. Setelah menulis beberapa makalah tentang inferioritas organik,
yang agak sejalan dengan pendapat Freud, untuk kali pertama, ia menulis tentang
insting perusak yang tidak disepakati Freud. Ia juga menulis tentang perasaan
inferioritas anak-anak yang memakai konsep-konsep seksual Freud secara
metaforis, bukan secara harfiah. Walaupun Freud mengangkat Adler sebagai presiden
Viennese Analytic Society dan ko-editor dari terbitan berkakala organisasi ini,
Adler tetap mengkritik pandangan Freud. Perdebatan antara pendukung Adler dan
Freud pun diadakan, tapi berakhir dengan keluarnya Adler dan 9 orang anggota
lain. Mereka mendirikan The Society for Free Psychoanalisys pada tahun 1911.
Tahun berikutnya, organisasi ini berubah menjadi The Society for Individual
Psychology. Saat Perang Dunia I berlangsung, Adler ditugaskan sebagai Fisikawan
dalam Angkatan Bersenjata Austria, yang tugasnya berada di garis depan yang
berbatasan dengan Rusia. Kemudian, Adler dipindahkan ke rumah sakit anak-anak.
Disini, dia menyaksikan apa akibat buruk peperangan, dan inilah yang membawa
pemikirannya ke arah konsep kepentingan sosial. Dia berpendapat, bahwa kalau
kemanusiaan ingin dipertahankan, manusia harus mengubah cara hidupnya. Anak
kedua dari enam bersaudara, Alfred Adler lahir pada 7 February 1870 dan tumbuh
di pinggiran kota Vienna. Adler hanya mengenal beberapa anak Yahudi dan lebih
dipengaruhi oleh kultur Vienna daripada kultur Yahudi.
Memenuhi ambisi masa kecilnya, dia belajar
ilmu kedokteran di Universitas di Vienna. Dia secara khusus tertarik pada
penyakit yang tidak dapat disembuhkan tapi juga tertekan pada ketidakmampuannya
menolong untuk mencegah kematian, khususnya pada pasien yang lebih muda,
kemudian ia meninggalkan pengobatan umum dan berpindah ke neurologi dan
psikiatri. Kebersamaan selama 9 tahun Adler dengan Freud dimulai pada tahun
1902, saat Freud mengundangnya (dan tiga orang lainnya) untuk bertemu seminggu
sekali di kediaman Freud untuk mendiskusikan perkembangan terbaru
psikoanalisisnya. Salah seorang mitra
kerja Freud berkomentar bahwa Adler tidak mungkin menjadi orang psikoanalisa,
karena ia kesulitan melakukan penyelidikan terhadap ketidaksadaran
Setelah
perang usai, dia terlibat dalam berbagai proyek, termasuk klinik-klinik yang
didirikan di sekolah-sekolah negeri dan melatih para guru. Tahun 1926, Adler
pergi ke AS untuk mengajar dan menerima jabatan sebagai Profesor tamu di Long
Island College of Medicine. Tahun 1934, Adler sekeluarga meninggalkan Wina. Hingga
akhirnya, pada tanggal 28 Mei 1937, dia meninggal akibat serangan. jantung.
B. PRINSIP PRINSIP TEORI ALFRED ADLER
Ada tujuh prinsip yang
terkandung dari teori Psikologi Individual Adler, yaitu (S. Hall., Calvin dan
Gardner Lindzey, Supratiknya A. (Ed.) : 1995) :
1.
Prinsip Rasa Rendah Diri
(Inferiority Principle)
Adler meyakini
bahwa manusia dilahirkan disertai dengan perasaan rendah diri. Seketika
individu menyadari eksistensinya, ia merasa rendah diri akan perannya dalam
lingkungan. Individu melihat bahwa banyak mahluk lain yang memiliki kemampuan
meraih sesuatu yang tidak dapat dilakukannya. Perasaan rendah diri ini mencul
ketika individu ingin menyaingi kekuatan dan kemampuan orang lain. Misalnya,
anak merasa diri kurang jika dibandingkan dengan orang dewasa. Karena itu ia
terdorong untuk mencapai taraf perkembangan yang lebih tinggi. Jika telah
mencapai taraf perkembangan tertentu, maka timbul lagi rasa kurang untuk
mencapai taraf berikutnya. Demikian seterusnya, sehingga individu dengan rasa
rendah dirinya ini tampak dinamis mencapai kesempurnaan dirinya. Teori Adler
mengenai perasaan rendah diri ini berawal dari pengamatannya atas penderitaan
pasien-pasiennya yang seringkali mengeluh sakit pada daerah tertentu pada
tubuhnya, mengenai psikosomatis, Adler mengatakan bahwa rasa sakit yang
diderita individu sebenarnya adalah usaha untuk memecahkan masalah-masalah
nonfisik.
Keadaan
tersebut, menurut Adler disebabkan adanya kekurang sempurnaan pada
daerah-daerah tubuh tersebut, yang dikatakannya sebagai organ penyebab rendah
diri (organ inferiority). Jadi manusia lahir memang tidak sempurna, atau secara
potensial memiliki kelemahan dalam organ tubuhnya. Adanya stress menyebabkan
organ lemah ini terganggu. Karenanya, setiap orang selalu berusaha
mengkompensasikan kelemahannya dengan segala daya. Dalam hal ini usaha
kompensasi ini ditentukan oleh gaya hidup dan usaha mencapai kesempurnaan
(superior). Berkenaan dengan perasaan rendah diri dalam kondisi organik, Adler
menciptakan istilah masculine protest, yakni istilah yang dimaksud untuk
menerangkan perasaan rendah diri atau inferior ini dihubungkan dengan kelemahan
(weakness) dan kewanita-wanitaan (femininity). Istilah ini merupakan suatu
dinamika kepribadian manusia yang utama, karena hal ini merupakan usaha
individu dalam mencapai kondisi yang kuat dalam mengkompensasikan perasaan
rendah dirinya.
2.
Prinsip Superior
(Superiority Principle)
Memandang
prinsip superior terpisah dari prinsip inferior sesungguhnya keliru. Justru
kedua prinsip ini terjalin erat dan bersifat komplementer. Namun karena sebagai
prinsip, kedua istilah ini berbeda, maka pembahasannya pun dibedakan, kendati
dalam operasionalnya tak dapat dipisahkan. Sebagai reaksi atas penekanan aspek
seksualitas sebagai motivator utama perilaku menurut Freud, Adler beranggapan
bahwa manusia adalah mahluk agresif dan harus selalu agresif bila ingin
survive. Namun kemudian dorongan agresif ini berkembang menjadi dorongan untuk
mencari kekuatan baik secara fisik maupun simbolik agar dapat survive. Demikian
banyak pasien Adler yang dipandang kurang memiliki kualitas agresif dan
dinyatakan sebagai manusia tak berdaya. Karenanya, yang diinginkan manusia
adalah kekuatan (power).
Konsep
berkembang lagi, bahwa manusia mengharapkan untuk bisa mencapai kesempurnaan
(superior). Dorongan superior ini sangat bersifat universal dan tak mengenal
batas waktu. Bagi Adler tak ada pemisahan antara drive dan need seperti yang
diungkapkan oleh Murray. Bagi Adler hanya ada satu dorongan, yakni dorongan
untuk superior sebagai usaha untuk meninggalkan perasaan rendah diri. Namun
perlu dicatat bahwa superior disini bukanlah kekuatan melebihi orang lain,
melainkan usaha untuk mencapai keadaan superior dalam diri dan tidak selalu
harus berkompetisi dengan orang lain Superioritas yang dimaksud adalah superior
atas diri sendiri. Jadi daya penggerak yang utama dalam hidup manusia adalah
dinamika yang mengungkapkan sebab individu berperilaku, yakni dorongan untuk
mencapai superior atau kesempurnaan.
3.
Prinsip Gaya Hidup (Style
of Life Principle)
Usaha individu
untuk mencapai superioritas atau kesempurnaan yang diharapkan, memerlukan cara
tertentu. Adler menyebutkan hal ini sebagai gaya hidup (Style of Life). Gaya
hidup yang diikuti individu adalah kombinasi dari dua hal, yakni dorongan dari
dalam diri (the inner self driven) yang mengatur aarah perilaku, dan dorongan
dari lingkungan yang mungkin dapat menambah, atau menghambat arah dorongan dari
dalam tadi. Dari dua dorongan itu, yang terpenting adalah dorongan dalam diri
(inner self) itu. Bahwa karena peranan dalam diri ini, suatu peristiwa yang
sama dapat ditafsirkan berbeda oleh dua orang manusia yang mengalaminya. Dengan
adanya dorongan dalam diri ini, manusia dapat menafsirkan kekuatan-kekuatan di
luar dirinya, bahkan memiliki kapasitas untuk menghindari atau menyerangnya.
Bagi Adler, manusia mempunyai kekuatan yang cukup, sekalipun tidak sepenuhnya
bebas, untuk mengatur kehidupannya sendiri secara wajar. Jadi dalam hal ini
Adler tidak menerima pandangan yang menyatakan bahwa manusia adalah produk dari
lingkungan sepenuhnya. Menurut Adler, justru jauh lebih banyak hal-hal yang
muncul dan berkembang dalam diri manusia yang mempengaruhi gaya hidupnya. Gaya
hidup manusia tidak ada yang identik sama, sekalipun pada orang kembar.
Sekurang-kurangnya ada dua kekuatan yang dituntut untuk menunjukkan gaya hidup
seseorang yang unik, yakni kekuatan dari dalam diri yang dibawa sejak lahir dan
kekuatan yang datang dari lingkungan yang dimasuki individu tersebut. dengan
Adanya
perbedaan lingkungan dan pembawaan, maka tidak ada manusia yang berperilaku
dalam cara yang sama. Gaya hidup seseorang sering menentukan kualitas tafsiran
yang bersifat tunggal atas semua pengalaman yang dijumpai manusia. Misalnya,
individu yang gaya hidupnya berkisar
pada perasaan diabaikan (feeling of neglect) dan perasaan tak disenangi (being
unloved) menafsirkan semua pengalamannya dari cara pandang tersebut. misalnya
ia merasa bahwa semua orang yang ingin mengadakan kontak komunikasi
dipandangnya sebagai usaha untuk menggantikan perasaan tak disayangi tersebut.
Gaya hidup seseorang telah terbentuk pada usia tiga sampai lima tahun. Gaya
hidup yang sudah terbentuk tak dapat diubah lagi, meskipun cara
pengekspresiannya dapat berubah. Jadi gaya hidup itu tetap atau konstan dalam
diri manusia.
Apa yang
berubah hanya cara untuk mencapai tujuan dan kriteria tafsiran yang digunakan
untuk memuaskan gaya hidup. Misalnya, bagi anak yang merasa memiliki gaya hidup
tidak disayangi, adalah lebih baik praktis untuk membentuk tujuan semu bahwa
kasih sayang baginya tidak begitu penting dibandingkan dengan usaha meyakinkan
bahwa tidak dicintai pada masa lalu tidak penting baginya, dan bahwa meyakinkan
kemungkinan untuk dicintai pada masa yang akan datang diharapkan dapat
memperbaiki peristiwa masa lampau. Perubahan gaya hidup meskipun mungkin dapat
dilakukan, akan tetapi kemungkinannya sangat sukar, karena beberapa
pertimbangan emosi, energi, dan pertumbuhan gaya hidup itu sendiri yang mungkin
keliru. Karenannya jauh lebih mudah melanjutkan gaya hidup yang telah ada dari
pada mengubahnya. Mengenai bagaimana gaya hidup itu berkembang, dan kekuatan
yang mempengaruhinya, menurut Adler dapat dipelajari dengan meyakini bahwa
perasaan rendah diri itu bersifat universal pada semua manusia, dan berikutnya
karena adanya usaha untuk mencapai superioritas. Akan tetapi ada karakteristik
umum yang berasal dari sumber lain di luar dirinya yang turut menentukan
keunikan kepribadian individu, yakni kehadiran kondisi sosial, psikologis, dan
fisik yang unik pada setiap manusia. Dikatakan, bahwa setiap manusia mencoba
menangani pengaruh-pengaruh itu. Faktor yang khusus yang dapat menyebabkan gaya
hidup yang salah adalah pengalaman masa kecil, banyaknya saudara, dan urutan
dalam keluarga.
Adler juga
menemukan tiga faktor lainnya yang dapat menyebabkan gaya hidup keliru dalam
masyarakat dan menyebabkan kehidupan manusia tidak bahagia. Ketiga Pkanak-kanak
yang dimanja atau dikerasi, dan masa kanak-kanak yang diacuhkan oleh orang
tuanya. Pada anak cacat tubuh, perasaan rendah diri akan lebih besar dari pada
anak yang sehat fisiknya. Biasanya reaksi yang muncul ada yang menyerah pada
keadaan dikalahkan oleh lingkungan, akan tetapi ada juga yang berusaha
mengkonpensasikannya pada bidang yang jauh dari bakat normal pada orang biasa,
misalnya berhasil dalam kegiatan olahraga, kesenian, atau industri.
4.
Prinsip Diri Kreatif
(Creative Self Principle)
Diri yang
kreatif adalah faktor yang sangat penting dalam kepribadian individu, sebab hal
ini dipandang sebagai penggerak utama, sebab pertama bagi semua tingkah laku.
Dengan prinsip ini Adler ingin menjelaskan bahwa manusia adalah seniman bagi
dirinya. Ia lebih dari sekedar produk lingkungan atau mahluk yang memiliki
pembawaan khusus. Ia adalah yang menafsirkan kehidupannya. Individu menciptakan
struktur pembawaan, menafsirkan kesan yang diterima dari lingkungan
kehidupannya, mencari pengalaman yang baru untuk memenuhi keinginan untuk
superior, dan meramu semua itu sehingga tercipta diri yang berbeda dari orang
lain, yang mempunyai gaya hidup sendiri. namun diri kreatif ini adalah tahapan
di luar gaya hidup. Gaya hidup adalah bersifat mekanis dan kreatif, sedangkan
diri kreatif lebih dari itu. Ia asli, membuat sesuatu yang baru yang berbeda
dari sebelumnya, yakni kepribadian yang baru. Individu mencipta dirinya.
5.
Prinsip Diri yang Sadar
(Conscious Self Principle)
Kesadaran
menurut Adler, adalah inti kepribadian individu. Meskipun tidak secara
eksplisit Adler mengatakan bahwa ia yakin akan kesadaran, namun secara
eksplisit terkandung dalam setiap karyanya. Adler merasa bahwa manusia
menyadari segala hal yang dilakukannya setiap hari, dan ia dapat menilainya
sendiri. Meskipun kadang-kadang individu tak dapat hadir pada peristiwa
tertentu yang berhubungan dengan pengalaman masa lalu, tidak berarti Adler
mengabaikan kekuatan-kekuatan yang tersembunyi yang ditekannya. Manusia dengan
tipe otak yang dimilikinya dapat menampilkan banyak proses mental dalam satu waktu.
Hal-hal yang tidak tertangkap oleh kesadarannya pada suatu saat tertentu tak
akan diperhatikan dan diingat oleh individu. Ingatan adalah fungsi jiwa, yang
seperti proses lainnya, tidak bekerja secara efisien. Keadaan tidak efisien ini
adalah akibat kondisi yang tidak sempurna pada organ tubuh, khususnya otak.
Adler tidak menerima konsep ambang sadar dan alam tak sadar (preconsious dan
uncounsious) Freud. Hal ini dianggap sebagai mistik. Ia merasa bahwa manusia
sangat sadar benar dengan apa yang dilakukannya, apa yang dicapainya, dan ia
dapat merencanakan dan mengarahkan perilaku ke arah tujuan yang dipilihnya
secara sadar.
6.
Prinsip Tujuan Semu
(Fictional Goals Principle)
Meskipun Adler
mangakui bahwa masa lalu adalah penting, namun ia mengganggap bahwa yang
terpenting adalah masa depan. Yang terpenting bukan apa yang telah individu
lakukan, melainkan apa yang akan individu lakukan dengan diri kreatifnya itu
pada saat tertentu. Dikatakannya, tujuan akhir manusia akan dapat menerangkan
perilaku manusia itu sendiri. Misalkan, seorang mahasiswa yang akan masuk
perguruan tinggi bukanlah didukung oleh prestasinya ketika di Sekolah Dasar
atau Sekolah Menengah, melainkan tujuannya mencapai gelar tersebut. usaha
mengikuti setiap tingkat pendidikan adalah bentuk tujuan semunya, sebab kedua
hal tidak menunjukkan sesuatu yang nyata, melainkan hanya perangkat semu
yang menyajikan tujuan yang lebih besar
dari tujuan-tujuan yang lebih jauh pada masa datang. Dengan kata lain, tujuan
yang dirumuskan individu adalah semua karena dibuat amat ideal untuk
diperjuangkan sehingga mungkin saja tidak dapat direalisasikan. Tujuan
fiksional atau semu ini tak dapat dipisahkan dari gaya hidup dan diri kreatif.
Manusia bergerak ke arah superioritas melalui gaya hidup dan diri kreatifnya
yang berawal dari perasaan rendah diri dan selalu ditarik oleh tujuan semu
tadi. Tujuan semu yang dimaksud oleh Adler ialah pelaksanaan kekuatan-kekuatan
tingkah laku manusia. Melalui diri keratifnya manusia dapat membuat tujuan semu
dari kemampuan yang nyata ada dan pengalaman pribadinya. Kepribadian manusia
sepenuhnya sadar akan tujuan semu dan selanjutnya menafsirkan apa yang terjadi
sehari-hari dalam hidupnya dalam kaitannya dengan tujuan semu tersebut.
7.
Prinsip Minat Sosial
(Social Interest Principle)
Setelah
melampaui proses evolusi tentang dorongan utama perilaku individu, Adler
menyatakan pula bahwa manusia memiliki minat sosial. Bahwa manusia dilahirkan
dikaruniai minat sosial yang bersifat universal. Kebutuhan ini terwujud dalam
komunikasi dengan orang lain, yang pada masa bayi mulai berkembang melalui
komunikasi anak dengan orang tua. Proses sosialisasi membutuhkan waktu banyak
dan usaha yang berkelanjutan. Dimulai pada lingkungan keluarga, kemudian pada
usia 4-5 tahun dilanjutkan pada lingkungan pendidikan dasar dimana anak mulai
mengidentifikasi kelompok sosialnya. Individu diarahkan untuk memelihara dan
memperkuat perasaan minat sosialnya ini dan meningkatkan kepedulian pada orang
lain. Melalui empati, individu dapat belajar apa yang dirasakan orang lain
sebagai kelemahannya dan mencoba memberi bantuan kepadanya. Individu juga
belajar untuk melatih munculnya perasaan superior sehingga jika saatnya tiba,
ia dapat mengendalikannya. Proses-proses ini akan dapat memperkaya perasaan
superior dan memperkuat minat social yang mulai dikembangkannya.
C.
KONSEP DASAR
Konstruk utama
psikologi individual adalah bahwa perilaku manusia dipandang sebagai suatu
kompensasi terhadap perasaan inferioritas . Hal inilah yang menjadi perbedaan
yang mendasar teori psikologi individual dengan psikoanalisis. Tujuan hidup
dipandang untuk mengatasi felling of inferiority (FOI) menuju felling of
superiority (FOS). Perasaan tidak mampu atau rasa rendah diri, berasal dari
tiga sumber, yaitu kekurangan dalam organ fisik, anak yang dimanja, anak yang
mendapat penolakan. Kadang-kadang rasa rendah diri ini dapat menimbulkan
kompensasi yang berlebihan sehingga menyebabkan berbagai hambatan bagi individu
itu sendiri.
Konsep utama
dari teori psikologi individual yang benar-benar berbicara tentang diri atau
self, yang mana hal itu yang menjadi pembeda setiap individu yang terlihat dari
gaya hidup masing-masing individu, menyebabkan arah konseling mengacu pada
pengembangan diri individu. Masalah yang paling sering dialami adalah masalah
kepercayaan diri (konsep diri). Pembentukan konsep diri ini dimulai sejak usia
empat dan lima tahun pertama.
1.
Persepsi Subyektif tentang
Realitas
Penganut Adler
berusaha melihat dunia dari kerangka subyektif klien, suatu orientasi yang
dinyatakan sebagai fenomenologis. Fenomenologis diberikan karena orientasi ini
menaruh perhatian pada cara individu dimana seseorang melihat dunianya.
“Realitas Subyektif” ini mencakup persepsi keyakinan dan kesimpulan individual.
2.
Kesatuan Serta Pola
Kepribadian Manusia
Premis dasar
dari pendekatan Adler disebut juga Psikologi Individual. Psikologi
Adler berasumsi : manusia adalah suatu makhluk sosial, kreatif, dan pengambil
keputusan yang memiliki maksud terpadu. Pribadi manusia menjadi terpadu lewat
tujuan hidup. Implikasi (holistik) dari kepribadian ini adalah bahwa seorang
klien adalah suatu bagian integral dari sistem sosial.
3.
Interes Sosial
Istilah ini
berarti kesadaran individu akan kedudukannya sebagai bagian dari masyarakat manusia
dan akan sikap seseorang dalam menangani dunia sosialnya. Didalamnya mencakup
perjuangan untuk masa depan yang lebih baik. Adler menyamakan interes sosial
dengan rasa identifikasi dan empati dengan orang lain. Menurut Adler pada saat
interes sosial berkembang maka rasa rendah diri serta keterasingan akan hilang.
Interes sosial bisa berkembang bila diajarkan, dipelajari dan digunakan. Mereka
yang hidup tanpa interes sosial menjadi tidak bersemangat dan berakhir dengan
keberadaannya di sisi kehidupan yang tak berguna. Manusia itu memiliki
kebutuhan dasar, yakni perasaan aman, diterima, dan berguna.
D. PSIKOLOGI INDIVIDUAL ALFRED ADLER
Menurut Adler manusia itu
dilahirkan dalam keadaan tubuh yang lemah. Kondisi ketidak berdayaan ini
menimbulkan perasaan inferior (merasa lemah atau tidak mampu) dan
ketergantungan kepada orang lain. Manusia, menurut Adler, merupakan makhluk
yang saling tergantung secara sosial. Perasaan bersatu dengan orang lain ada
sejak manusia dilahirkan dan menjadi syarat utama kesehatan jiwanya.
Berdasarkan paradigma tersebut kemudian adler mengembangkan teorinya yang
secara ringkas disajikan pada uraian berikut ini:
1. Individualitas sebagai pokok persoalan
Adler memilih nama individual psydhology
dengan harapan dapat menekankan keyakinannya bahwa setiap orang itu unik dan
tidak dapat dipecah (Alwisol, 2005: 90). Psikologi individual menekankan
kesatuan kepribadian. Menurut Adler setiap orang adalah suatu konfigurasi
motif-motif, sifat-sifat, serta nilai-nilai yang khas, dan setiap perilakunya
menunjukkan corak khas gaya kehidupannya yang bersifat individual, yang
diarahkan pada tujuan tertentu.
2.
Kesadaran dan Ketidak Sadaran
Adler memandang unitas
(kesatuan) kepribadian juga terjadi antara kesadaran dan ketidak sadaran
(Alwisol, 2005 : 92). Menurut Adler, tingkah laku tidak sadar adalah bagian
dari tujuan final yang belum terformulasi dan belum terpahami secara jelas.
Adler menolak pandangan bahwa kesadaran dan ketidak sadaran adalah bagian yang
bekerja sama dalam sistem yang unify. Pikiran sadar, menurut Adler, adalah apa
saja yang dipahami dan diterima individu serta dapat membantu perjuangan
mencapai keberhasilan., sedangkan apa saja yang tidak membantu hal tersebut
akan ditekan ke ketidak sadaran, apakah pikiran itu disadari atau tidak tujuannya
satu yaitu untuk menjadi super atau mencapai keberhasilan. Jika Freud memakai
gunung es sebagai ilustrasi yang menggambarkan hubungan dan perbandingan antara
alam sadar dan alam tak sadar, Adler memakai ilustrasi mahkota pohon dan akar,
keduanya berkembang ke arah yang berbeda untuk mencapai kehidupan yang sama.
3. Dua Dorongan Pokok
Dalam diri setiap individu
terdapat dua dorongan pokok, yang mendorong serta melatar belakangi segala
perilakunya, yaitu :
a.
Dorongan
kemasyarakatan, yang mendorong manusia
bertindak untuk kepentingan orang lain;
b.
Dorongan
keakuan, yang mendorong manusia bertindak untuk
kepentingan diri sendiri.
4.
Perjuangan ke Arah Superior
Individu memulai hidupnya
dengan kelemahan fisik yang menimbulkan perasaan inferior. Perasaan inilah yang
kemudian menjadi pendorong agar dirinya sukses dan tidak menyerah pada
inferioritasnya. Adler berpendapat bahwa manusia memulai hidup dengan dasar
kekuatan perjuangan yang diaktifkan oleh kelemahan fisik neonatal (Alwisol,
2005 : 95). Kelemahan fisik menimbulkan perasaan inferior. Individu yang
jiwanya tidak sehat mengembangkan perasaan inferioritasnya secara berlebihan
dan berusaha mengkompensasikannya dengan membuat tujuan menjadi superioritas
personal. Sebaliknya, orang yang sehat jiwanya dimotivasi oleh perasaan normal
ketidak lengkapan diri dan minat sosial yang tinggi. Mereka berjuang menjadi
sukses, mengacu kekesempurnaan dan kebahagiaan siapa saja.
5. Gaya Hidup (Style of Life)
Menurut Adler setiap orang
memiliki tujuan, merasa inferior, berjuang menjadi superior. Namun setiap orang
berusaha mewujudkan keinginan tersebut dengan gaya hidup yang berbeda-beda.
Adaler menyatakan bahwa gaya hidup adalah cara yang unik dari setiap orang
dalam berjuang mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan oleh yang
bersangkutan dalam kehidupan tertentu di mana dia berada (Alwisol, 2005 : 97).
Gaya hidup, menurut Adler,
telah terbentuk pada usia 4 – 5 tahun. Gaya hidup seseorang tidak hanya
ditentukan oleh kemampuan intrinsik (hereditas) dan lingkungan objektif, tetapi
dibentuk oleh yang berseangkutan melalui pengamatannya dan interpretasinya
terhadap keduanya. Bagi Adler, gaya hidup itu tidak mudah berubah. Ekspresi
nyata dari gaya hidup mungkin berubah tetapi dasar gayanya tetap sama, kecuali
individu menyadari kesalahannya dan secara sengaja mengubah arah tujuannya.
6. Minat Sosial (Social Interest)
Adler berpendapat bahwa minat sosial
adalah bagian dari hakikat manusia dalam dalam besaran yang berbeda muncul pada
tingkah laku setiap orang. Minat sosial membuat individu mampu berjuang
mengejar superioritas dengan cara yang sehat dan tidak tersesat ke salah suai.
Bahwa semua kegagalan, neurotik, psikotik, kriminal, pemabuk, anak bermasalah,
dst., menurut Adler, terjadi karena penderita kurang memiliki minat sosial.
7.
Kekuatan Kreatif Self
Self kreatif merupakan puncak prestasi
Adler sebagai teoris kepribadian (Awisol, 2005 : 98). Menurut Adler, self
kreatif atau kekuatan kreatif adalah kekuatan ketiga yang paling menentukan
tingkah laku (kekutatan pertama dan kedua adalah hereditas dan lingkungan).
Self kreatif, menurut Adler, bersifat padu, konsisten, dan berdaulat dalam
struktur kepribadian. Keturunan kekmberi kemampuan tertentu, lingkungan memberi
imresi atau kesan tertentu. Self kreatif adalah sarana yang mengolah
fakta-fakta dunia dan menstranformasikan fakta-fakta itu menjadi kepribadian
yang bersifat subjektif, dinamis, menyatu, personal dan unik. Self kreatif
memberi arti kepada kehidupan, menciptakan tujuan maupun sarana untuk
mencapainya.
8.
Konstelasi Keluarga
Konstelasi berpengaruh dalam pembentukan
kepribadian. Menurt Adler, kepribadian anak pertama, anak tengah, anak
terakhir, dan anak tunggal berbeda, karena perlakuan yang diterima dari orang
tua dan saudara-saudara berbeda.
9.
Posisi Tidur dan Kepribadian
Hidup kejiwaan merupakan kesatuan antara
aspek jiwa dan raga dan tercermin dalam keadaan terjada maupun tidur. Dari
observasi yang telah dilakukan terhadap para pasiennya Adler menarik kesimpulan
bahwa ada hubungan posisi tidur seseorang dengan kepribadiannya
a.
Tidur
terlentang, menunjukkan yang bersangkutan memiliki sifat pemberani dan
bercita-cita tinggi.
b.
Tidur
bergulung (mlungker), menunjukkan sifat penakut dan lemah dalam mengambil
keputusan.
c.
Tidur
mengeliat tidak karuan, menunjukkan yang bersangkutan memiliki sifat yang tidak
teratur, ceroboh, dst.
d.
Tidur
dengan kaki di atas bantal, menunjukkan orang ini menyukai petualangan.
e.
Tidur
dilakukan dengan mudah, berarti proses penyesuaian dirinya baik.
10. Kompleks Inferioritas dan Neurosis
Kompleks inferioritas adalah
perasaan yang berlebihan bahwa dirinya merupakan orang yang tidak mampu. Adler
menyatakan bahwa gejala tersebut paling sedikit disebabkan oleh tiga hal, yaitu
: a. Memiliki cacat jasmani, b. Dimanjakan, dan c. dididik dengan kekerasan (Masrun,
1977 46).
Tanda-tanda bahwa seorang
anak mengidap kompleks inferioritas adalah gagap dan buang air kecil waktu
tidur (ngompol). Menurut pandangan Adler, kompleks inferioritas bukan
persoalan kecil, melainkan sudah tergolong neurosis atau gangguan jiwa, artinya
masalah tersebut sama besarnya dengan masalah kehidupan itu sendiri. Orang yang
menunjukkan dirinya penakut, pemalu, merasa tidak aman, ragu-ragu, dst. adalah
orang yang mengidap kompels inferioritas (Alwisol, 2005 : 162).
11. Perkembangan Abnormal
Adler merupakan tokoh yang
menaruh perhatian pada perkembangan abnormal individu. Gagasan-gagasan Adler
(Alwisol, 2005: 99-100) tentang perkembangan abnormal adalah sebagai sebagai
berikut. Minat sosial yang tidak berkembang menjadi faktor yang melatar belakangi
semua jenis salah suai atau maladjusment Di samping minat sosial yang
buruk, penderita neurosis cenderung membuat tujuan yang terlalu tinggi, memakai
gaya hidup yang kaku, dan hidup dalam dunianya sendiri. Tiga ciri ini
mengiringi minat sosial yang buruk. Pengidap neurosis memasang tujuan yang
tinggi sebagai kompensasi perasaan inferioritas yang berlebihan. Adler
menidentifikasi bahwa ada tiga faktor yang membuat individu menjadi salah suai,
yaitu cacat fisik yang parah, gaya hidup yang manja, dan gaya hidup diabaikan.
a. Cacat fisik yang parah
Cacat fisik yang parah,
apakah dibawa sejak lahir atau akibat kecelakaan, dan penyakit, tidak cukup
untuk membuat salah suai. Bila cacat tersebut diikuti dengan perasaan inferior
yang berlebihan maka terjadilah gejala salah suai.
b.
Gaya
hidup manja
Gaya hidup manja menjadi
sumber utama penyebab sebagian neurosis. Anak yang dimanja mempunyai minat
sosial yang kecil dan tingkat aktivitas yang rendah. Ia menikmati pemanjaan dan
berusaha agar tetap dimanja, dan mengembangkan hubungan parasit dengan ibunya
ke orang lain. Ia berharap orang lain memperhatikan dirinya, melindunginya, dan
memuaskan semua keinginannya yang mementingkan diri sendiri. Gaya hidup manja
seseorang mudah dikenali dengan ciri-ciri : sangat mudah putus asa, selalu
ragu, sangat sensitif, tidak sabaran, dan emosional.
c. Gaya hidup diabaikan
Anak yang merasa tidak
dicintai dan tidak dikehendai, akan mengembangkan gaya hidup diabaikan.
Diabaikan, menurut Adler, merupakan konsep yang relatif, tidak ada orang yang
merasa mutlak diabaikan. Ciri-ciri anak yang diabaikan mempunyai banyak
persamaan dengan anak yang dimanjakan, tetapi pada umumnya anak yang diabaikan
lebih dicurigai dan berbahaya bagi orang lain.
E.
PENELITIAN
KHAS ADLER MENGENAI URUTAN KELAHIRAN
Sejalan
dengan perhatian Adler terhadap penentu sosial kepribadian, ia mengamati bahwa
kepribadian anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu dalam satu keluarga akan
berlainan. Adler menempatkan urutan kelahiran sebagai salah satu pengaruh
sosial mayor dalam masa kanak-kanak dimana individu membentuk gaya hidup.
Sekalipun saudara sekandung memiliki orang tua dan rumah yang sama, mereka
tidak memiliki lingkungan sosial yang sama. Fakta-fakta dari yang lebih tua
atau yang lebih muda pada saudara sekandung dan dari terbukanya sikap orang tua
yang telah berubah sebagai hasil dari adanya banyak anak menciptakan kondisi
yang berbeda pada masa kanak-kanak yang sangat berpengaruh terhadap kepribadian
seseorang, sebagaimana Adler telah mengetahui dari masa kecilnya sendiri. Adler
focus pada tiga posisi ; anak pertama, anak kedua, dan yang paling muda.
(Sumadi, suryabrata.1986).
1.
Anak Pertama
Anak pertama
menemukan dirinya dalam keunikan dan dalam banyak situasi yang patut ditiru.
Biasanya, para orang tua sangat bahagia pada kelahiran anak pertama mereka dan
mencurahkan seluruh waktu dan perhatian pada bayi yang baru lahir. Kelahiran
anak pertama menerima perhatian yang sepenuhnya dari orang tua. Sebagai hasilnya, anak pertama sering merasa
senang, terjamin keberadaannya hingga hadirnya anak kedua. Hal itu pasti
membuat shock. Tidak ada focus perhatian yang instan dan konstan, tidak ada
penerimaan cinta dan kasih sayang yang penuh dari orangtuanya terhadap anak
ini, dalam bahasa Adler “dethroned”. Cinta yang tetap yang diterima anak
pertama pada periode ini sekarang harus dibagi. Anak harus sering menyerah pada
kemarahan untuk menunggu hingga bayi yang baru lahir telah selesai diurus dan
harus diam pada suatu waktu agar tidak membangunkan bayi yang baru lahir. Saat
anak pertama dihukum pada awalnya, karena tingkah laku yang menyusahkan atau
suka mengganggu, dia menginterpretasi hukumannya sebagai bukti dari perubahan
posisi yang mungkin lebih mudah untuk tumbuh kebencian terhadap anak yang baru
lahir. Bayi yang baru lahir, merupakan penyebab masalah.
2.
Anak kedua
Anak kedua,
pada awalnya, menentukan model pada saudara kandung yang tertua. Anak kedua
tidak sebagai anak yang kesepian tapi selalu memiliki contoh dari perilaku
saudara kandung yang tertua sebagai model atau ancaman untuk bersaing
dengannya. Adler merupakan anak kedua yang memiliki hubungan kompetitif dengan
saudara laki-laki yang lebih tua dalam seluruh hidupnya. Sebagai seorang analis
yang sukses dan terkenal, dia tetap merasa dikalahkan oleh saudara laki-lakinya,
yang menjadi pembisnis yang kaya. Secara nyata, Konsep urutan kelahiran telah
berkembang, pada awalnya merupakan dasar dari pengetahuan personal.
Kompetisi
dengan anak pertama dipacu oleh anak kedua, stimulasi sering lebih cepat
berkembang dari pada yang ditunjukkan anak pertama. Anak kedua didorong untuk
mengejar dan mengungguli saudara yang lebih tua, tujuannya biasanya kecepatan
bahasa dan perkembangan motorik. Sebagai contoh anak kedua biasanya mulai
berbicara pada usia yang lebih muda dari pada anak pertama. Tanpa memiliki
pengalaman kekuatan, anak kedua tidak memiliki kekhawatiran sebagaimana anak
pertama dan lebih optimis dalam memandang masa depan. Anak kedua kemungkinan
menjadi sangat kompetitif dan ambisius.
3.
Anak Paling
Muda
Anak yang paling
muda atau yang paling akhir lahir tidak pernah merasa shock dengan pelengseran
kedudukan oleh anak yang lain dan sering menjadi kesayangan atau bayi dalam
keluarga, khususnya jika saudara kandung lebih tua beberapa tahun. Didorong
oleh kebutuhan untuk mengungguli saudara yang lebih tua, anak yang lebih muda
sering berkembang pada tingkat kesungguhan. Sebagai hasilnya, anak terakhir
sering berprestasi tinggi dalam pekerjaan apapun yang mereka kerjakan seperti
orang dewasa.
Namun akan
tetapi lawan yang sesungguhnya ada jika anak yang termuda manja dan dimanjakan
oleh anggota keluarga secara langsung dimana dia tidak perlu belajar untuk
melakukan apapun untuk dirinya. Sebagaimana individu tumbuh dewasa, dia mungkin
memelihara ketidakberdayaan dan ketergantungan yang merupakan cirri dari masa
kanak-kanaknya. Tidak terbiasa untuk berusaha dan berjuang, digunakan untuk
tetap dipedulikan oleh orang lain, seseorang akan menemukan kesulitan untuk
mengatasi masalah dan penyesuaian diri pada masa dewasa.
4.
Anak Tunggal
Pada
hakekatnya, dia adalah anak pertama yang tidak pernah kehilangan posisi unggul
dan kuat yang paling tidak dalam masa kanak-kanak. Anak tetap menjadi focus dan
pusat perhatian keluarga. Menghabiskan banyak waktu bersama orang dewasa
daripada anak yang memiliki saudara kandung. Anak tunggal sering tumbuh dewasa
dengan cepat dan meraih kedewasaan perilaku dan sikap lebih cepat.
Anak tunggal
mungkin mengalami kekagetan yang luar biasa sebagaiman dia tumbuh dewasa dan
menemukan bahwa di dalam wilayah hidup di luar rumah (seperti sekolah) dia
bukan pusat perhatian. Anak tunggal telah belajar, baik berbagi maupun bersaing
untuk menjadi yang pertama. Jika kemampuan anak tidak membawa cukup pengakuan
dan perhatian, dia mungkin merasa sangat kecewa.
Adler tidak
menaruh aturan tetap untuk perkembangan. Sebagaimana telah tercatat, anak tidak
akan secara otomatis memperoleh satu dan hanya satu macam sifat sebagai hasil
dari urutan kelahiran. Apa yang dia sarankan adalah kemungkinan dari
perkembangan gaya hidup yang pasti sebagai fungsi dari salah satu posisi di
dalam keluarga. Individu harus selalu belajar di dalam hubungannya dengan orang
lain, karena hubungan social secara dini digunakan oleh diri yang kreatif dalam
menata gaya hidup (Alwisol: 2009).
F.
KELEBIHAN
DAN KEKURANGAN
1. Kelebihan
a. Keyakinan
yang optimistis bahwa setiap orang dapat berubah untuk mencapai sesuatu ke arah
evolus manusia bersifat positif.
b. Penekanan
hubungan konseling sebagai suatu media untuk mengubah klien.
c. Menekan
bahwa masyarakat tidak sakit atau salah akan tetapi manusianya yang sakit atau
salah.
d. Menekan
bahwa kekuatan sebagai pusat pendorong prilaku
e. Gagasan ini banyakmempengaruhi
pendekatan-pendekatan lain
f. Berorientasi
humanistic
g. Tingkah
lakunya berarah tujuan
h. Lebih menekankan pada asepek-aspek psikologis sosial
i.
Dasarnya dirancang dalam latar belakang kelompok.
j.
Konsep-konsep dasar dan prosedur serta terapnya mudah
diikuti.
k. Modelnya dibangun dengan lebih
memperdulikan kesesuaiannya untuk menangani orang-orang normal yang bermasalah dari pada terhadap orang-orang yang menderita psikosa.
2. Kelemahan
a. Terlalu banyak menekankanpada
tilikan intelektual dalam upaya perubahan.
b. Penekanan yang berlebihan pada
pengalaman nilai, minat subjektif sebagai penentu prilaku.
c. Meminimalkan
factor biologis dan riwayat masa lalu.
d. Terlalu
banyak menekan kan tanggung jawab pada
ketrampilan diagnostik konselor.
e. Dari segi
presesi kemungkinan untuk di tes dan validitas empiriknya pada pendekatan ini
lemah (kurang teliti).
f. Ada
kecenderungan untuk menyederhanakan secara berlebihan terhadap beberapa masalah
manusia yang kompleks
G. IMPLIKASI DALAM KONSELING
Dalam teori
ini dalam lingkup bimbingan dan konseling yaitu memiliki Implementasi teori
adlerian yang meliputi:
1. Tujuan Konseling
a.
Membina hubungan konselor klien
b.
Membantu klien memahami keyakinan-keyakinan perasaan,
motivasi dan tujuan yang menentukan gaya hidupnya.
c.
Membantu klien mengembangkan wawasan pemahaman (insight) mengenai gaya
hidup dan menyadarkan mereka
d.
Reducation
e.
Mengembangkan sosial interest individu dengan interest sosial
2. Proses Konseling
Konselor adrelian memiliki peran
yang sangat kompleks dan perlu memiliki banyak ketrampilan, berperan sebagai
pendidik, memperkembangkan minat social, dan mengajar klien dengan memodifikasi
gaya hidup, perilaku dan tujuannya serta sebagai seorang analis yang harus
memeriksa kesalahan asumsi dan logika konseli.
Proses
konseling diarahkan oleh konselor untuk mendapatkan informasi-informasi
berkaitan dengan masa sekarang dan masa lalu sejak klien berusia kanak-kanak.
Mulai dari mengingat komponen-komponen dalam keluarga, keanehan-keanehan
prilaku yang terjadi didalam keluarga, sampai hal yang spesifik. Hal ini sangat
membantu konselor dalam menghimpun informasi serta menggali feeling of
inferiority (FOI) klien. Konseling aliran Adler dibangun mengitari empat tujuan
sentral, yang sesuai dengan empat fase proses terapeutik (Dreikurs, 1967).
Fase-fase ini tidak linier dan tidak bergerak maju dengan langkah-langkah yang
baku, melainkan fase-fase itu akan bisa dipahami sangat baik sebagai suatu
jalinan benang yang nantinya akan membentuk selembar kain. Maka tahap-tahapnya
adalah:
a. Menciptakan hubungan terapeutik yang tepat
Salah satu
cara untuk menciptakan hubungan yang baik adalah klien diberi pertolongan oleh
konselor agar bisa menyadari asset dan kekuatan yang dimilikinya, dan bukan
menangani kekurangannya serta kewajiban yang harus dipikul. Konseling ini
berfokus pada dimensi positif dan menggunakan dorongan semangat serta dukungan.
b. Menggali dinamika psikologi yang ada dalam diri klien
Dengan
demikian Tujuan ganda dari fase kedua ini: Memahami gaya hidup mereka dan
melihat betapa itu semua memperngaruhinya dalam menjalankan tugas hidup yang
dilakukan sekarang.
c. Memberi semangat untuk pemahaman
Pada dasarnya
fase ini bersifat suka mendukung, mereka juga bersikap konfrontif. Mereka
tentang kliennya untuk mengembangkan mawas diri tentang tujuan yang keliru dan
perilaku mengalahkan diri sendiri. Interpretasi adalah suatu teknik yang
memberikan fasilitas pada proses didapatkannya wawasan diri. Fokusnya adalah
pada perilaku disini dan sekarang dan pada ramalan – ramalan dan antisipasi –
antisipasi yang timbul dari kehendak seseorang.
d. Menolong agar bisa berorientasi ulang
Tahap
akhir dari proses terapeutik adalah tahpa berorientasi pada tindakan yang
disebut reorientasi dan reedukasi, atau mengetrapakan wawasan dalam praktek.
Pada tahap reorientasi klien mengambil keputusan dan memodifikasi sasaran
mereka. Hal yang esensial dari fase ini adalah komitmen karena bila klien
mengharapkan dirinya berubah maka harus ada kemauan untuk menyediakan tugas
bagi dirinya sendiri dan mau berbuat sesuatau yang khusus terhadap problema
yang dihadapinya.
3. Teknik Konseling
Ketrampilan interpersonal yang
meliputi kesanggupan untuk memeberikan perawatan yang tulus, keterlibatan,
empati dan teknik-teknik komunikasi verbal maupun non verbal untuk
mengembangkan hubungan konseling. Dorongan.
Untuk mendorong konseli konselor perlu memusatkan perhatian pada :
a.
Apa yang dilakukan konseli bukan
mengavaluasi perilakunya.
b.
Perilaku sekarang bukan perilaku lampau.
c.
Perilaku dan bukan pribadi konseli.
d.
Upaya dan bukan hasil
e.
Motivasi instrintik dan bukan
ekstrintik
f.
Yang dipelajari dan bukan yang tidak
dipelajari
g.
Apa yang postif dan bukan apa yang
negative
Teknik
komparatif. Dalam teknik ini konselor melakukan perbandingan dirinya dengan
konselor. Dengan empati, konselor mencoba membayangkan gaya hidup dan masalah
klien dalam dirinya. Atas dasar itu konselor kemudian membantu klien untuk
memperbaiki gaya hidup dan memecahkan masalah klien.
Teknik analisis
mimpi. Menurut Adler, mimpi merupakan refleksi gambaran tujuan hidup klien.
Dengan menganalisis mimpi yang dialami klien maka konselor dapat memperkirakan
tujuan hidup klien. Atas dasar itu kemudian konselor membantu klien.
Dorongan yang ditambah interpretasi
dan konfrontasi atau tantangan guna membantu konseli memperoleh kesadaran
tentang gaya hidupnya, mengakui alasan-alasan tersembunyi yang ada dibalik
perilakunya, mengapresiasi konsekuensi negative dari perilaku tersebut, dan
bekerja untuk mencapai perubahan positif. Konselor terus memainkan peran aktif
untuk mendorong konseli menggunakan pemahamannya guna merumuskan
tindakan-tindakan nyata yang mengarah pada perubahan perilaku atau pemecahan
masalah. Adler juga merekomondasikan konselor untuk bertindak inovatif dan
kreatif dalam memilih menggunakan teknik.
4. Hubungan
Konselor dan Klien
Aliran Adler
menganggap hubungan baik antara klien dan terapis itu adalah keduannya
berkedudukan sederajat didasari pada kerjasama, saling percaya, saling
menghormati, saling menjaga rahasia dan keselarasan sasaran. Awal mula kegiatan
konseling, seyogyanya klien mulai memformulasikan rencana atau kontrak. Klien
tidak dipandang sebagai penerima yang pasif melainkan klien adalah anggota dari
kelompok yang aktif dalam hubunganna dengan kelompok lain yang sederajat dimana
tidak ada pihak yang berkedudukan lebih tinggi dan ada yang berkedudukan lebih
rendah.melalui perserikatan yang sifatnya saling mengisi atau kolaboratif klien
mengakui bahwa mereka bisa mempertanggungjawabkan perilaku mereka.
Selain itu ada
beberapa fase yang dilakukan konselor dalam memberikan layanan konseling
berdasarkan model ini, yaitu menciptakan hubungan (fase I), menggali dinamika
individual (fase II), memberi semangat untuk pemahaman (fase III), menolong
agar bisa berorientasi ulang (fase IV) .
Fase membina
hubungan akan sangat menentukan proses konseling selanjutnya hingga menentukan
fase selanjutnya yaitu menggali dinamika individu. Dinamika individu harus
digali untuk mengetahui gaya hidup dan pemecahan masalah yang tepat bagi
individu. Hal-hal yang digali diantaranya adalah konstelasi keluarga berupa
urut-urutan kelahiran, karena hal itu mempunya pengaru yang besar dalam
membentuk gaya hidup individu. Selanjutnya pengalaman sewaktu usia antara empat
hingga enam tahun atau berbagai kenangan masa kecil. Mimpi yang sering dialami
karena bagi Adlerian hal itu menggambarkan prioritas dan keinginan. Mengenai
prioritas itu sendiri klien diarahkan untuk menilai mana prioritas yang lebih
utama dalam hidupnya.
Proses
selanjutnya klien diberi semangat, dorongan dan pemahaman untuk memupuk semangat
dan kepercayaan dirinya kembali, karena diri atau self membutuhkan hal itu.
Terakhir adalah menolong agar bisa berorientasi ulang yang difokuskan untuk
mendorong klien agar bisa melihat alternatif yang baru dan lebih fungsional.
Klien didorong semangatnya dan sekaligus ditantang untuk mengembangkan
keberaniannya mengambil resiko dan membuat perubahan yang baik dalam hidupnya.
5.
Kecocokannya Untuk
Diterapkan Di Indonesia
Setelah
mengetahui keseluruhan uraian dari teori Psikologi Individual milik Adler maka
kami berpendapat bahwa konseling ini cocok untuk diterapkan di Indonesia. Pada
hakikatnya memang benar manusia di Indonesia termotivasi oleh dorongan sosial
yang tinggi, akan tetapi rasa rendah diri kerap muncul dalam diri manusia dalam
menjalin hubungan sosial. Oleh karena itu pendekatan konseling Psikologi
Individual dapat menjadi salah satu solusi untuk mengubah gaya hidup yang salah
pada masyarakat Indonesia.
Daftar Referensi:
Feist & Feist.
(2013). Teori Kepribadian. Jakarta:Salemba Humanika.
S. Hill, Calvin & Gardner Lindzey. (1993). TEORI-TEORI
PSIKODINAMIKA (KLINIS). Yogyakarta:Kanisius
Hall,
C.,Lindzey, G. 1985. Personality Theories. NewYork: Jhon Wiley Sons
Pervin,Cervone and John. 2005 9th edition.
Personality Theory and Research. America: John Wiley and Sons.
No comments:
Post a Comment